”Say… ini dunia politik jangan terlalu polos, kamu masih muda, cari teman yang baik jangan sampai salah”. Demikian pesan Yohana Paderde berulang kali kepada Agung Alkautsary setiap berbincang soal politik.
Laporan: Puput Julianti Damanik
KEPERGIAN mendadak Ketua DPC Gerindra Kota Medan itu membawa duka besar bagi keluarga, dan khususnya Agung yang sehari-hari menjabat sekretaris DPC Gerindra Kota Medan. Agung selalu mendampingi Yohana di setiap momen partai. Agung tak menyangka pesan yang diucapkan Yohana menjadi pesan terakhir buat dirinya.
Berpakaian serba hitam, Agung tampak sibuk keluar masuk ruang Instalasi Jenazah RSUD dr Pirngadi. Ia ikut mendampingi keluarga untuk melakukan otopsi terhadap jenazah Yohana yang diduga meninggal karena struk dan pecah pembuluh darah di kepala. Agung merasakan kesedihan yang cukup dalam, betapa tidak Yohana tempat keluh kesah baginya.
“Sudah hampir 3 tahun kami bersama di partai Gerindra, kedekatan kami bukan seperti ketua dan sekretaris, tapi seperti kakak dan adik. Kalau ketemu dia pasti kasih nasehat sama saya,. Nasehatnya berulang-ulang, itu saja. Saya curhat semua ke dia,” ujar Agung kepada Sumut Pos, Senin (23/9).
Nasehat Yohana sangat simpel tapi akan menjadi pegangan bagi Agung yang memutuskan diri menjadi politikus. “Pesannya berkali-kali itu saja. Sampai terakhir ketemu sebelum pelantikan DPC juga itu dibilangnya. Kak Yohana panggil saya kan ‘say’, yah dia bilang, ‘Say ini dunia politik jangan terlalu polos, kamu masih muda, cari teman yang baik jangan sampai salah,’ begitu pesan dia,” ujarnya.
Yohana juga terus berpesan kepada Agung agar hubungan mereka tidak terpecah gara-gara pengaruh pihak lain yang tak suka. “Kak Yohana itu orangnya lepas saja,” ujar Agung.
Ramses Simbolon yang mewakili pihak keluarga menambahkan cerita meninggalnya Yohana. “Ia meninggal Senin pagi sekitar jam 01.40 setelah menjalani operasi di RS Herna, kata dokter pembuluh darah di otaknya pecah. Dokter mengatakan kalau tak dioperasi kemungkinan sembuh 10 persen, kalau dioperasi fifty-fifty makanya keluarga minta dioperasi saja. Yohana akhirnya dioperasi jam 11 pagi,” katanya.
Menurut Ramses, Yohana diboyong ke RS Herna, karena tiba-tiba terjatuh di rumahnya Jalan Nyak Makam. Setelah diperiksa tim medis rumah sakit milik keluarga Pardede tersebut, anak sulung Rudolf Pardede itu diketahui menderita ada gumpalan darah di kepalanya.
“Setelah dioperasi keadaannya up and down nggak sadarkan diri dan meninggal Senin pagi. Tak ada tanda kekerasan di tubuh Yohana. Tapi menjawab keraguan keluarga memutuskan untuk membawanya ke Pirngadi untuk dilakukan otopsi,” katanya.
Sebelumnya Yohana, ibu dari dua orang anak, Kevin dan Keicha ini direncanakan akan dibawa berobat ke Singapura dengan pesawat khusus.
“Sebenarnya sudah disiapkan pesawat emergency, sudah dapat izin dari Danlanud dari Polonia namun kondisinya ternyata tak memungkinkan saat sebelum dioperasi. Padahal pak Rudolf juga sudah menunggu di sana. Jadi kami minta balik saja. Jam 11 tadi malam tiba di Medan” ujar Ramses.
Pantauan Sumut Pos, Yohana yang terbaring di dalam ruang jenazah mengenakan kebaya berwarna krem kuning dengan balutan perban di bagian kepalanya. Tampak jelas bekas darah di perban tersebut.
Menambahkan penjelasan keluarga Yohana, Ir Bambang, mengatakan, dia merasa kehilangan sosok tegas dan riang Yohana. “Saya sudah 28 tahun kerja sama keluarga Rudolf, masih SMP Yohana. Istri saya juga akrab dengannya, teman curhat. Kalau setahu saya ia sakit karena struck. Yohana itu sehari-harinya baik, periang dan tegas,” katanya.
Sang ayah, Rudolf Matzuoka Pardede, di rumah duka Jalan Mojopahit No 4 Medan, menginformasikan, upaya otopsi dan laporan ke polisi atas permintaan Calvin. ”Permintaannya kami turuti agar Calvin (anak Yohana) merasa puas dan tak curiga dengan kepergian orangtuanya yang mendadak,” ujar mantan Gubsu tersebut.
Menurut Rudolf, permintaan otopsi itu atas kemauan anaknya yang ingin tahu penyebab kematian orang tuanya. “Itu permintaan anaknya. Dia ingin tahu penyebab meninggalnya ibunya. Ketimbang dia stres permintaannya kami turuti. Kalau ditahan-tahan nanti jadi stres pula dia. Jadi otopsi itu tak ada unsur lain. Biar ada kepuasan batin tersendiri,” ujarnya.
Rudolf mengaku ikhlas atas kepergian putri tercintanya. Begitu pula istri dan kerabat keluarga yang lain.
“Saya dan istri sudah ikhlas atas kepergian putri kami. Itu sudah kehendak Tuhan. Kami bersyukur atas kehendak Tuhan ini. Barangkali kepergiannya agar dia (Yohana) tak membuat repot seluruh keluarga. Membawanya ke Singapura untuk melakukan perobatan, termaksud melarikannya ke Singapura naik pesawat. Habis itu pulang lagi, sakit lagi. Ini kan bisa membuat susah orang, susah keluarga, dan susah dia sendiri (Yohana),” ujarnya.
Rudolf mengatakan keluarga sudah mengupayakan yang terbaik demi menolong jiwa Yohana, termasuk menyiapkan pengobatan terbaik di Singapura.
“Kami tetap ikhlas atas apa yang diberikan Tuhan. Dia dipanggil dan diberikan kesembuhan abadi. Kami dapat kabar tensinya tiba-tiba naik 270 sore itu dan meloncat ke otak hingga memecahkan pembuluh darah. Dia sempat minum obat pencair darah. Kami sudah menyiapkan pesawat khusus untuk menjemputnya di Singapura. Tapi dokter bilang tak bisa diselamatkan lagi,” paparnya.
Sebelum putrinya meninggal, Rudolf berterus-terang mendapatkan firasat (pertanda) tak baik. Suatu malam dia bermimpi rumah besar (persaktian) keluarga di Balige, Tobasa, musnah terbakar. ”Dalam mimpi itu seluruh harta benda peninggalan orangtua kami, baik foto maupun benda-benda lain terbakar,” katanya.
Rudolf mengatakan obat dan bantuan medis yang diberikan tak mampu menahan pendarahan di otak Yohana. Tim dokter juga sudah melakukan operasi untuk membongkar bagian otak yang mengalami pendarahan, tapi nyawa putrinya itu tetap tak bisa diselamatkan.
“Saat mau dilarikan ke Singapura ternyata tensinya tak turun-turun. Kami batalkan saja dan diputuskan dirawat di sini. Rupanya jantungnya semakin lama tak kuat. Akhirnya tak tertolong lagi,” ujar Rudolf.
Soal kesiapan Yohana maju sebagai caleg Pemilu 2014, Rudolf menyatakan, mendiang putrinya sudah mempersiapkan seratus persen. ”Saya pernah melihat kamarnya, dia sudah cetak kaos, spanduk, dan sticker,” tukas Rudolf.
Kolega Rudolf di DPD RI, Rahmat Shah, ikut mendatangi rumah duka di Jalan Mojopahit No 4 Medan. Kedatangannya disambut hangat oleh Rudolf. Di depan jenazah Yohana, Rudolf memperkenalkan Rahmat Shah kepada adiknya Ani Pardede dan Inri Pardede yang duduk di dekat jenazah Yohana terbaring.
“Ini pak Rahmat Shah. Yang punya binatang-binatang itu. Kalau mau bicara binatang sama beliau,” ujar Rudolf memperkenalkan Rahmat Shah kepada adik-adiknya.
Yohana Pardede meninggal pada usia 43 tahun dan meninggalkan sepasang putra dan putri dari dua suami. Putra pertamanya George Mateus Calvin Silitonga, dan putri keduanya, Sherina Celsia Larosa. (rud/omi)