26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kasus Syamsul Cukup Banyak

Hingga Jumat (4/3) kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum mau membeberkan kasus apa yang mulai ditelisik di Pemprov Sumut. Cara ’tutup mulut’ ini memang sudah biasa dilakukan pimpinan KPK tatkala penelusuran sebuah kasus masih pada tahap sangat awal.

Namun, kepada Sumut Pos beberapa waktu lalu, Direktur Penyidikan KPK, Ferry Wibisono sempat mengatakan, dugaan kasus korupsi yang melibatkan nama Syamsul Arifin sebenarnya cukup banyak, tidak hanya satu atau dua. Ini berdasarkan pengaduan yang masuk ke KPK.
Hanya saja, kata Ferry saat itu, tidak mungkin semuanya diusut. “Kalau dituruti, ya nggak habis-habis,” ujar Ferry. Alasannya, laporan kasus korupsi yang ke KPK juga berasal dari daerah-daerah lain. Jika KPK hanya fokus ke salah satu aktor korupsi, maka kasus di daerah lain tak bisa tertangani. Alasan lain, jumlah penyidik di KPK terbatas, dibandingkan dengan jumlah kasus yang terus membludak.

Lantas mengapa akhirnya KPK masuk juga ke kasus dugaan penyelewengan dana bantuan sosial (Bansos) tahun 2009 senilai Rp215,17 miliar di Pemprov Sumut? Belum juga ada penjelasan terkait hal ini. Hanya saja, dalam catatan koran ini, saat menjalani pemeriksaan di awal-awal berstatus tersangka, Syamsul dicecar penyidik KPK mengenai sumber atau asal uang yang dikembalikan ke Pemkab Langkat, yang mencapai Rp64 miliar. Yang dalam dokumen yang didapat koran ini, dilakukan dalam 10 kali pembayaran.

Belum ada keterangan, apakah memang ada keterkaitan pengembalian uang itu dengan dugaan bobolnya dana Bansos di Pemprov Sumut. Juga belum ada keterangan, apakah karena ada keterkaitan dengan kasus Langkat sehingga KPK ‘terpaksa’ kembali intensif menyasar satu tokoh yang sudah berurusan hukum. Yang pasti, kalau ada keterkaitan, tetap saja kasus Bansos ini merupakan kasus baru, yang pemberkasannya terpisah dengan kasus Langkat.
KPK, memang masih getol membidik kasus-kasus korupsi Bansos, teranyar adalah kasus mantan walikota Pematangsiantar, RE Siantar, yang sudah menjadi tersangka.

Wakil Ketua KPK Haryono Umar Sumut Pos beberapa waktu lalu menjelaskan, penyelewengan dana Bansos sebenarnya sudah menjadi modus lama tindak pidana korupsi di banyak daerah. Disebutkan, dari sekian banyak item penganggaran, anggaran Bansos memang paling mudah diselewengkan. Dana itu oleh pelaku dikatakan telah disalurkan ke masyarakat, lantas dibuatkan tanda tangan-tanda tangan dan bukti penerimaan yang dimanipulasi alias fiktif.

Sementara, penggunaan dana Bansos itu juga tidak bisa dipantau. “Jadi dana Bansos itu memang rawan sekali. Bilang sudah diserahkan, tapi dengan manipulasi tanda tangan,” ujar Haryono.

Karenanya, KPK mendorong agar pemerintah menghapus alokasi dana Bansos. Ini lebih baik daripada uang terus dikorupsi dan semakin banyak daftar kepala daerah atau mantan kepala daerah yang masuk penjara.(sam)

Hingga Jumat (4/3) kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum mau membeberkan kasus apa yang mulai ditelisik di Pemprov Sumut. Cara ’tutup mulut’ ini memang sudah biasa dilakukan pimpinan KPK tatkala penelusuran sebuah kasus masih pada tahap sangat awal.

Namun, kepada Sumut Pos beberapa waktu lalu, Direktur Penyidikan KPK, Ferry Wibisono sempat mengatakan, dugaan kasus korupsi yang melibatkan nama Syamsul Arifin sebenarnya cukup banyak, tidak hanya satu atau dua. Ini berdasarkan pengaduan yang masuk ke KPK.
Hanya saja, kata Ferry saat itu, tidak mungkin semuanya diusut. “Kalau dituruti, ya nggak habis-habis,” ujar Ferry. Alasannya, laporan kasus korupsi yang ke KPK juga berasal dari daerah-daerah lain. Jika KPK hanya fokus ke salah satu aktor korupsi, maka kasus di daerah lain tak bisa tertangani. Alasan lain, jumlah penyidik di KPK terbatas, dibandingkan dengan jumlah kasus yang terus membludak.

Lantas mengapa akhirnya KPK masuk juga ke kasus dugaan penyelewengan dana bantuan sosial (Bansos) tahun 2009 senilai Rp215,17 miliar di Pemprov Sumut? Belum juga ada penjelasan terkait hal ini. Hanya saja, dalam catatan koran ini, saat menjalani pemeriksaan di awal-awal berstatus tersangka, Syamsul dicecar penyidik KPK mengenai sumber atau asal uang yang dikembalikan ke Pemkab Langkat, yang mencapai Rp64 miliar. Yang dalam dokumen yang didapat koran ini, dilakukan dalam 10 kali pembayaran.

Belum ada keterangan, apakah memang ada keterkaitan pengembalian uang itu dengan dugaan bobolnya dana Bansos di Pemprov Sumut. Juga belum ada keterangan, apakah karena ada keterkaitan dengan kasus Langkat sehingga KPK ‘terpaksa’ kembali intensif menyasar satu tokoh yang sudah berurusan hukum. Yang pasti, kalau ada keterkaitan, tetap saja kasus Bansos ini merupakan kasus baru, yang pemberkasannya terpisah dengan kasus Langkat.
KPK, memang masih getol membidik kasus-kasus korupsi Bansos, teranyar adalah kasus mantan walikota Pematangsiantar, RE Siantar, yang sudah menjadi tersangka.

Wakil Ketua KPK Haryono Umar Sumut Pos beberapa waktu lalu menjelaskan, penyelewengan dana Bansos sebenarnya sudah menjadi modus lama tindak pidana korupsi di banyak daerah. Disebutkan, dari sekian banyak item penganggaran, anggaran Bansos memang paling mudah diselewengkan. Dana itu oleh pelaku dikatakan telah disalurkan ke masyarakat, lantas dibuatkan tanda tangan-tanda tangan dan bukti penerimaan yang dimanipulasi alias fiktif.

Sementara, penggunaan dana Bansos itu juga tidak bisa dipantau. “Jadi dana Bansos itu memang rawan sekali. Bilang sudah diserahkan, tapi dengan manipulasi tanda tangan,” ujar Haryono.

Karenanya, KPK mendorong agar pemerintah menghapus alokasi dana Bansos. Ini lebih baik daripada uang terus dikorupsi dan semakin banyak daftar kepala daerah atau mantan kepala daerah yang masuk penjara.(sam)

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/