SUMUTPOS.CO – Asap yang dihasilkan dari aktivitas memasak memiliki risiko terhadap kesehatan. Hal itu belum banyak disadari masyarakat, terutama para ibu yang menghabiskan waktu cukup lama di dapur untuk menyiapkan hidangan.
Risiko paling tinggi berada di dapur tradisional, yaitu memasak dengan kayu bakar. Studi yang dilakukan tim University of California, Berkeley, menjadi warning kuat.
”Menghirup asap dari sisa pembakaran kayu saat memasak sama saja dengan mengisap asap rokok tiga sampai lima batang per hari,” ujar Kirk Smith, profesor dari UC Berkeley’s School of Public Health yang juga ketua riset RESPIRE (Randomized Exposure Study of Pollution Indoors and Respiratory Effects).
Yang memperparah, tidak sedikit para ibu menggendong anaknya ketika memasak. Hal itu membuat si anak ikut terkena risiko infeksi saluran pernapasan. Salah satunya radang paru-paru (pneumonia). Smith menambahkan, risiko tersebut berkurang setengahnya pada dapur yang menggunakan cerobong untuk mengalirkan asapnya ke luar rumah.
Dapur modern pun tidak luput dari risiko tersebut. Belum tentu dapur modern bebas dari asap. Apalagi kondisi permukiman penduduk di perkotaan cenderung rapat-rapat. Sirkulasi udara terkadang tidak diperhatikan dengan baik.
Padahal, asap sisa pembakaran mengandung partikel-partikel kecil dan gas-gas berbahaya. Yang paling tinggi adalah karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), dan sulfur dioksida (SO2).
”Organ yang diserang adalah sistem pernapasan. Hal ini sering dianggap remeh. Padahal, bahaya asap dapur sama dengan asap rokok,” ujar dr M. Fadjar W. SpTHT-KL.
Efek yang paling cepat dikenali adalah bersin dan batuk-batuk. Sakit kepala juga bisa menyertai. Belum lagi ancaman penyakit serius seperti asma, pneumonia, bronkitis, serta kanker paru-paru.
SUMUTPOS.CO – Asap yang dihasilkan dari aktivitas memasak memiliki risiko terhadap kesehatan. Hal itu belum banyak disadari masyarakat, terutama para ibu yang menghabiskan waktu cukup lama di dapur untuk menyiapkan hidangan.
Risiko paling tinggi berada di dapur tradisional, yaitu memasak dengan kayu bakar. Studi yang dilakukan tim University of California, Berkeley, menjadi warning kuat.
”Menghirup asap dari sisa pembakaran kayu saat memasak sama saja dengan mengisap asap rokok tiga sampai lima batang per hari,” ujar Kirk Smith, profesor dari UC Berkeley’s School of Public Health yang juga ketua riset RESPIRE (Randomized Exposure Study of Pollution Indoors and Respiratory Effects).
Yang memperparah, tidak sedikit para ibu menggendong anaknya ketika memasak. Hal itu membuat si anak ikut terkena risiko infeksi saluran pernapasan. Salah satunya radang paru-paru (pneumonia). Smith menambahkan, risiko tersebut berkurang setengahnya pada dapur yang menggunakan cerobong untuk mengalirkan asapnya ke luar rumah.
Dapur modern pun tidak luput dari risiko tersebut. Belum tentu dapur modern bebas dari asap. Apalagi kondisi permukiman penduduk di perkotaan cenderung rapat-rapat. Sirkulasi udara terkadang tidak diperhatikan dengan baik.
Padahal, asap sisa pembakaran mengandung partikel-partikel kecil dan gas-gas berbahaya. Yang paling tinggi adalah karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), dan sulfur dioksida (SO2).
”Organ yang diserang adalah sistem pernapasan. Hal ini sering dianggap remeh. Padahal, bahaya asap dapur sama dengan asap rokok,” ujar dr M. Fadjar W. SpTHT-KL.
Efek yang paling cepat dikenali adalah bersin dan batuk-batuk. Sakit kepala juga bisa menyertai. Belum lagi ancaman penyakit serius seperti asma, pneumonia, bronkitis, serta kanker paru-paru.