SUMUTPOS.CO- Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) mendorong pemindahan Pangkalan Udara (Lanud) Soewondo dari kawasan Polonia. Wakil Gubernur Sumatera Utara (Wagubsu) HT Erry Nuradi menyebut tepi laut adalah kawasan yang paling ideal. Dan, kawasan itu kemungkinan ada di Langkat.
Menurut wagubsu, posisi Soewondo di tengah Kota Medan, membuat pengembangan kota tidak berjalan maksimal. “Lanud Soewondo kemungkinan akan dipindahkan ke Langkat,” katanya, kemarin siang.
Niat pemindahan ini tampaknya mendapat perhatian lebih dari wagubsu. Pasalnya, Erry merupakan adik kandung mantan Gubsu T Rizal Nurdin yang tewas dalam tragedi Mandala Airlines. Burung besi nahas itu jatuh menimpa sekitar 20 bangunan dan iring-iringan mobil di Jalan Jamin Ginting, Padang Bulan.
Kecelakaan terjadi pada sekitar pukul 09.40 WIB saat pesawat sedang lepas landas. Pesawat tersebut lepas landas dalam posisi yang tidak sempurna dan lalu menabrak tiang listrik sebelum jatuh ke jalan dan menimpa rumah warga yang terletak hanya sekitar 100 meter dari bandara.
Setelah jatuh, pesawat meledak beberapa kali dan terbakar sehingga hancur hampir sepenuhnya, menyisakan ekor pesawat bertuliskan PK-RIM. Kobaran api selain menghanguskan pesawat juga menghanguskan puluhan rumah dan kendaran bermotorKecelakaan tersebut merenggut total 149 nyawa, termasuk 44 warga yang berada di sekitar lokasi kecelakaan: penghuni rumah yang sedang beraktivitas pagi itu, pemilik warung, pejalan kaki, juga pengayuh becak yang sedang mencari nafkah.
Peristiwa itu terjadi pada 2005 saat bandar udara di kawasan Polonia itu belum berganti menjadi Lanud Soewondo. Akibat peristiwa tersebut, bandar udara komesial Polonia di kemudian hari dipindahkan ke Kualanamu, Deliserdang.
Itulah sebab, ketika terjadi tragedi Hercules yang mirip dengan Mandala Airlines, permintaan pemindahan Lanud Soewondo pun kembali marak. Dan, Kabupaten Langkat bisa menjadi pilihan, mengingat posisinya tidak begitu jauh dari Medan. Meski begitu, Erry menyadari kalau memindahkan sebuah lanud bukanlah pekerjaan gampang. “Begitupun hal tersebut masih butuh pembahasan lebih lanjut lagi,” tambahnya.
Soalpembahasan mendalam juga disuarakan Gubsu Gatot Pujo Nugroho. Setidaknya hal ini diungkapkan Asisten IV Setdaprovsu HM Fitriyus, Kamis (2/7). “Prinsipnya, Pak Gubsu menyadari pemindahan ini bukan urusan mudah. Maka itu dimintakan persetujuannya ke presiden dan harus dibuat kajian yang baik. Persetujuan ini yang masih ditunggu. Sebab Lanud Soewondo ini memiliki fungsi strategis untuk pertahanan dan keamanan (hankam) nasional,” ujarnya, kemarin.
Kata dia, Lanud merupakan kewenangan TNI AU yang dinilai memiliki fungsi maksimal dari segi hankam. Di sisi lain, selain fungsi hankam itu, keselamatan warga di sekitarnya juga menjadi perhatian. “Penataan ruang, pertumbuhan kota, keselamatan warga, perlu dipikirkan. Ini yang menjadi pertimbangan Pak Gubsu untuk memohonkan pemindahan ke pusat,” sebutnya.
Langgar Perda Kota Medan
Pun, dalam peta Kota Medan ternyata sudah tak ada lagi bandar udara. Pemerintah Kota (Pemko) Medan sudah menetapkan kawasan Lanud Soewondo sebagai Central Business Distric (CBD), setelah Bandara Polonia dipindahkan ke Kabupaten Deliserdang. Keberadaan lanud yang kemudian menimbulkan tragedi Hercules jelas melanggar Perda Kota Medan.
Perda yang dimaksud adalah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) 2014-2034 yang disahkan periode Maret 2014 silam. Kepala Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Medan, Sampurno Pohan menyebutkan di dalam RDTR Kota Medan sudah tidak ada lagi Bandara Polonia. “Sebenarnya di dalam RDTR Kota Medan, kawasan polonia sudah tidak ada lagi. Diwilayah itu juga sudah kita tetapkan menjadi CBD atau pusat bisnis,” katanya, Kamis (2/7).
Sayangnya, kata Sampurno, setelah Bandara Polonia pindah, kawasan tersebut masih dipergunakan oleh Lanud Soewondo meski hanya untuk penerbangan militer. Keengganan Lanud Soewondo melepaskan kawasan tersebut, diakui Sampurno membuat RDTR yang sudah ditetapkan Pemko Medan bersama DPRD Medan tidak dapat berjalan dengan baik.
“Wacana perpindahan (Lanud Soewondo) sudah ada beberapa tahun lalu, karena aktivitas penerbangan di pusat kota akan membahayakan nyawa banyak orang. Terbukti, adanya pesawat Hercules milik TNI yang jatuh didekat pemukiman warga,”ungkapnya.
Di hadapan menteri agraria dan tata ruang, Sampurno mengaku juga sudah menyampaikan hal tersebut. Akan tetapi, sejauh ini belum ada tindaklanjutnya. Dengan kejadian ini, dia berharap Lanud Soewondo bersedia direlokasi ke daerah pinggiran kota yang lebih memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat.
“Jatuhnya pesawat Hercules itu merupakan cerita duka, tapi ada suka di balik itu semua karena wacana perpindahan Lanud Soewondo kembali muncul. Saya juga berharap perpindahan itu segera direalisasikan,” bebernya.
Menurutnya, luas Lanud Soewondo yang hanya bersisa 200 hektar itu juga sudah dapat dijadikan alasan mengapa bandara udara milik TNI itu segera dipindahkan. “Di Polonia itu hanya tinggal landasannya saja kurang lebih 200 hektar, idealnya bandara udara itukan luasnya 400 hektar,” tuturnya.
Kata dia, tanah yang saat ini masih dikuasai Lanud Soewondo itu masih tercatat milik TNI angkatan udara. “Di daerah pinggiran Medan atau bahkan Deliserdang, banyak tanah milik pemerintah. Tinggal dikomunikasikan saja bagaimana status peralihan tanah tersebut,”ungkapnya.
Ketika Lanud Soewondo berhasil dipindahkan, Sampurno mengaku pertumbuhan pembangunan di Kota Medan akan semakin mengalami peningkatan.Mengingat selama ini, investor yang ingin membangun gedung pencakar langit di Kota Medan terganjal adanya Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Lanud Soewondo.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Medan, Zulkarnain juga menilai sudah selayaknya tidak ada aktivitas penerbangan di pusat kota. Selain mengganggu keselamatan dan kenyamanan masyarakat, juga menghambat pertumbuhan perekonomian Kota Medan.
Beberapa waktu yang lalu, Zulkarnai mengaku sudah pernah memaparkan program pembangunan Kota Medan ketika menghadiri undangan seminar kementerian pekerjaan umum, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta.
“Sudah tidak layak ada bandara di pusat kota. Medan itu Kota Metropolitan dan sudah mulai dilirik banyak investor. Dengan adanya aktivitas penerbangan di pusat kota membuat para investor takut berinvestasi di Kota Medan,” urainya.
Ditambahkannya, status tanah eks Bandara Polonia bukanlah milik Pemko Medan. Sehingga perlu ada kerja sama atau ganti rugi lahan tersebut. “Ini waktu yang tepat untuk memindahkan Lanud Soewondo ke tempat yang lebih baik lagi,” tukasnya.