JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Anggota Komisi VIII DPR RI, Lalu Gede Syamsul Mujahidin menduga ada praktik bisnis jasa memajukan daftar tunggu keberangkatan calon haji dengan biaya hingga Rp 20 juta per calon jamaah di Kementerian Agama RI.
“Komisi VIII menduga ada jual beli dalam daftar tunggu keberangkatan calon haji dengan biaya terendah Rp 5 juta hingga 20 juta, seorang calon haji bisa memajukan daftar keberangkatannya,” ujar Gede di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/7).
Anggota DPR dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat ini tidak yakin sistem yang dibuat mampu mengatasi permainan.
“Sistem ini kan yang buat juga manusia, jadi yah masih bisa diubah. Di Kementerian Agama ini, orang tidak berani mengubah hanya isi Al Quran saja,” tegasnya.
Dia jelaskan, uang jasa memajukan daftar tunggu bervariasi. “Jadi kalau memajukan daftar tunggu haji reguler tarif Rp 5 hingga Rp 10 juta, haji plus bisa Rp 20 juta,” ungkap politikus partai Hanura ini.
Gede mengaku pernah memberikan bukti-bukti ke KPK. “Tapi tidak pernah ditindaklanjuti,” pungkas. (fas/jpnn)
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Anggota Komisi VIII DPR RI, Lalu Gede Syamsul Mujahidin menduga ada praktik bisnis jasa memajukan daftar tunggu keberangkatan calon haji dengan biaya hingga Rp 20 juta per calon jamaah di Kementerian Agama RI.
“Komisi VIII menduga ada jual beli dalam daftar tunggu keberangkatan calon haji dengan biaya terendah Rp 5 juta hingga 20 juta, seorang calon haji bisa memajukan daftar keberangkatannya,” ujar Gede di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/7).
Anggota DPR dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat ini tidak yakin sistem yang dibuat mampu mengatasi permainan.
“Sistem ini kan yang buat juga manusia, jadi yah masih bisa diubah. Di Kementerian Agama ini, orang tidak berani mengubah hanya isi Al Quran saja,” tegasnya.
Dia jelaskan, uang jasa memajukan daftar tunggu bervariasi. “Jadi kalau memajukan daftar tunggu haji reguler tarif Rp 5 hingga Rp 10 juta, haji plus bisa Rp 20 juta,” ungkap politikus partai Hanura ini.
Gede mengaku pernah memberikan bukti-bukti ke KPK. “Tapi tidak pernah ditindaklanjuti,” pungkas. (fas/jpnn)