25.6 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Rencana Rasionalisasi: Tak Gampang PHK PNS

PNS-Ilustrasi
PNS-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Semakin banyak pihak yang menentang rencana rasionalisasi alias pemangkasan jumlah PNS yang digagas MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi. Dengan argumen berbeda-beda, banyak kalangan menilai rencana merumahkan satu juta PNS hanya akan menimbulkan persoalan baru.

Terbaru, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman yang menyatakan tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Alasannya, rasionalisasi PNS tidak punya dasar hukum. Disebutkan, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) juga tidak mengenal PHK (pemutusan hubungan kerja) bagi PNS.

Memang ada aturan pencopotan PNS, itu pun prosesnya tidak gampang. Harus melalui tahapan peringatan, sebelum dijatuhkan sanksi pencopotan terhadap pelanggar aturan displin kepegawaian. Bahkan, kalaupun SK pencopotan sudah keluar, yang bersangkutan bisa melakukan gugatan hingga ke Mahkamah Agung.

“Jadi bukan hal gampang, di Undang-undang ASN juga tidak ada aturan PHK,” ujar Rambe Kamarulzaman di gedung DPR, kemarin (6/6).

Dikatakan, pengurangan jumlah PNS hanya bisa dilakukan secara alamiah. Yakni menunggu yang pensiun, dan perekutan CPNS baru dikurangi, yang jumlahnya lebih sedikit dibanding yang pensiun.

Politikus Partai Golkar asal Sumut itu tidak menampik anggaran belanja pegawai di APBN dan APBD cukup besar. Hanya sedikit saja yang dialokasikan untuk dana pembangunan. Namun, tetap saja pengurangan jumlah PNS tidak bisa dilakukan seenaknya saja.

Kebijakan ini, lanjutnya, harus didasarkan pada basis data yang jelas. Misal, berapa jumlah PNS yang riil saat ini, dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Bagaimana juga menyebaran mereka. Begitu pun, satu juta PNS yang mau dipangkas itu di mana saja.

Rambe menilai, sampai saat ini manajemen kepegawaian masih buruk. Dia memberi contoh penanganan honorer kategori 1 (K1) dan K2, yang hingga saat ini masih terkatung-katung penyelesaiannya.

Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrulloh juga angkat suara terkait rencana pemerintah merasionalisasi PNS ini. Menurut Zudan, sebagai organisasi resmi yang membawahi PNS se-Indonesia, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) perlu mengajak Korpri berbicara terlebih dahulu.

Paling tidak agar Korpri dapat memberi masukan dan saran. Sehingga kebijakan yang akan diambil tepat dan tidak menimbulkan pertanyaan dari anggota Korpri. “Korpri dapat membantu merumuskan kebijakan ini secara tepat dan sekaligus dapat membantu pemerintah sosialisasi ke 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Karena kepengurusan Korpri tersebar di seluruh Indonesia,” ujar Zudan, Senin (6/6).

Selain itu, Zudan juga menilai, KemenPAN-RB perlu mematangkan konsep rasionalisasi secara jelas, terukur dan transparan. Serta melaporkannya kepada presiden terlebih dahulu. Sehingga kebijakan yang diambil tidak kontraproduktif dengan manajemen nasional aparatur sipil negara (ASN).

“Pemerintah pusat dan daerah juga perlu segera melakukan pemetaan terlebih dahulu, untuk mengukur benarkah terdapat kelebihan pegawai. Atau jangan-jangan yang diperlukan redistribusi pegawai, karena menumpuk di kota-kota besar,” ujarnya.

PNS-Ilustrasi
PNS-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Semakin banyak pihak yang menentang rencana rasionalisasi alias pemangkasan jumlah PNS yang digagas MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi. Dengan argumen berbeda-beda, banyak kalangan menilai rencana merumahkan satu juta PNS hanya akan menimbulkan persoalan baru.

Terbaru, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman yang menyatakan tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Alasannya, rasionalisasi PNS tidak punya dasar hukum. Disebutkan, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) juga tidak mengenal PHK (pemutusan hubungan kerja) bagi PNS.

Memang ada aturan pencopotan PNS, itu pun prosesnya tidak gampang. Harus melalui tahapan peringatan, sebelum dijatuhkan sanksi pencopotan terhadap pelanggar aturan displin kepegawaian. Bahkan, kalaupun SK pencopotan sudah keluar, yang bersangkutan bisa melakukan gugatan hingga ke Mahkamah Agung.

“Jadi bukan hal gampang, di Undang-undang ASN juga tidak ada aturan PHK,” ujar Rambe Kamarulzaman di gedung DPR, kemarin (6/6).

Dikatakan, pengurangan jumlah PNS hanya bisa dilakukan secara alamiah. Yakni menunggu yang pensiun, dan perekutan CPNS baru dikurangi, yang jumlahnya lebih sedikit dibanding yang pensiun.

Politikus Partai Golkar asal Sumut itu tidak menampik anggaran belanja pegawai di APBN dan APBD cukup besar. Hanya sedikit saja yang dialokasikan untuk dana pembangunan. Namun, tetap saja pengurangan jumlah PNS tidak bisa dilakukan seenaknya saja.

Kebijakan ini, lanjutnya, harus didasarkan pada basis data yang jelas. Misal, berapa jumlah PNS yang riil saat ini, dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Bagaimana juga menyebaran mereka. Begitu pun, satu juta PNS yang mau dipangkas itu di mana saja.

Rambe menilai, sampai saat ini manajemen kepegawaian masih buruk. Dia memberi contoh penanganan honorer kategori 1 (K1) dan K2, yang hingga saat ini masih terkatung-katung penyelesaiannya.

Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrulloh juga angkat suara terkait rencana pemerintah merasionalisasi PNS ini. Menurut Zudan, sebagai organisasi resmi yang membawahi PNS se-Indonesia, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) perlu mengajak Korpri berbicara terlebih dahulu.

Paling tidak agar Korpri dapat memberi masukan dan saran. Sehingga kebijakan yang akan diambil tepat dan tidak menimbulkan pertanyaan dari anggota Korpri. “Korpri dapat membantu merumuskan kebijakan ini secara tepat dan sekaligus dapat membantu pemerintah sosialisasi ke 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Karena kepengurusan Korpri tersebar di seluruh Indonesia,” ujar Zudan, Senin (6/6).

Selain itu, Zudan juga menilai, KemenPAN-RB perlu mematangkan konsep rasionalisasi secara jelas, terukur dan transparan. Serta melaporkannya kepada presiden terlebih dahulu. Sehingga kebijakan yang diambil tidak kontraproduktif dengan manajemen nasional aparatur sipil negara (ASN).

“Pemerintah pusat dan daerah juga perlu segera melakukan pemetaan terlebih dahulu, untuk mengukur benarkah terdapat kelebihan pegawai. Atau jangan-jangan yang diperlukan redistribusi pegawai, karena menumpuk di kota-kota besar,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/