JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Aparat kepolisian disalahkan atas lambannya pencegahan kericuhan di Tolikara. Menurut Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) Ronny Mandang, surat edaran yang dianggap lazim oleh warga GIDI setempat sudah diedarkan sejak 11 Juli lalu. Seharusnya, polisi sudah dapat mengantisipasi aksi-aksi yang duga terjadi.
“Surat itu sudah dianggap lumrah dalam konteks mereka, seharusnya bisa dicegah sejak awal. Sehingga tidak perlu harus terjadi seperti yang kita ketahui,” ujar Ronny dalam jumpa pers di kantor PGI, Jakarta, Sabtu (18/7).
Ronny juga menyatakan, kronologi yang beredar di publik saat ini sedikit berbeda dengan informasi yang diperoleh pihaknya.
Untuk diketahui, GIDI saat ini berada di bawah naungan PGLII. Menurutnya, kelompok oknum GIDI tidak datang dan langsung menyerang warga yang akan Salat Id. Mereka hanya datang dan berdialog meminta warga muslim mematuhi surat edaran yang tersebar.
Namun, belum selesai berdialog, aparat sudah melayangkan tembakan. “Pada waktu mereka datang berdialog pada waktu yang bersamaan itu terdengar suara tembakan. Itu lalu mengacaukan dialog itu,” imbuh Ronny.
Akibat tembakan itu, ujarnya, 12 orang roboh. Satu di antaranya tewas. Belum diketahui identitas warga yang terkena tembakan tersebut.
“Perlu kami luruskan juga bahwa penembakan itu tidak terjadi pada saat mereka melakukan pembakaran tetapi justru terjadi sebelum itu,” tegas Ronny.
Meski meluruskan hal itu, Ronny menegaskan, PGLII tidak membenarkan adanya kekerasan pada umat muslim yang akan beribadah.Ia juga menganggap masalah itu sebagai masalah lokal sehingga harus diselesaikan secara lokal pula.
“Kami tentu sangat sesalkan peristiwa ini terjadi dan tidak pernah benarkan kekerasan atas nama apapun,” tandas Ronny. (flo/jpnn)