JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Direktur Pembinaan Jaringan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi KPK Sujanarko menjadi satu dari lima calon pimpinan KPK yang menjalani uji wawancara di gedung Sekretariat Negara, Rabu (26/8).
Dalam kesempatan itu panitia seleksi menkonfirmasi mengenai pernyataan Sujanarko soal gratifikasi seksual yang pernah disampaikan dalam sebuah forum diskusi tahun 2012 lalu. Dia pun mengakui pernah menyatakan bahwa gratifikasi seksual harus dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Dijelaskannya, pendapat itu terlontar karena pengalaman saat bertugas sebagai koordinator pelacakan aset KPK. Ketika itu dia melihat ada sebagian koruptor yang asetnya sangat kecil.
“Ketika itu saya ditugaskan lacak aset pejabat (Indonesia) timur, harusnya mereka punya, tapi setelah dicari tidak ada,” paparnya.
Setelah menelusuri lebih lanjut, Sujanarko ternyata menemukan banyak koruptor dari wilayah Indonesia timur yang lebih memilih menggunakan hasil korupsi mereka untuk berfoya-foya dibanding belanja aset. “Untuk mabuk dan perempuan. Pejabat timur itu biasanya habis untuk stay di Jakarta, habis untuk itu,” ujarnya.
Pola belanja yang tidak biasa tersebut, tambahnya, membuat KPK kesulitan menjerat koruptor dari wilayah Indonesia timur. Karena alasan itu lah Sujanarko mengusulkan gratifikasi seks dianggap sebagai perbuatan pidana.
Namun ternyata, gagasan itu menciptakan polemik yang cukup hebat dikalangan elite. Karena itu, dia memilih untuk tidak lagi bicara mengenai isu gratifikasi seks.
“Karena jadi polemik luar biasa saya menahan diri. Karena kontraproduktif,” ujar dia. (dil/jpnn)
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Direktur Pembinaan Jaringan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi KPK Sujanarko menjadi satu dari lima calon pimpinan KPK yang menjalani uji wawancara di gedung Sekretariat Negara, Rabu (26/8).
Dalam kesempatan itu panitia seleksi menkonfirmasi mengenai pernyataan Sujanarko soal gratifikasi seksual yang pernah disampaikan dalam sebuah forum diskusi tahun 2012 lalu. Dia pun mengakui pernah menyatakan bahwa gratifikasi seksual harus dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Dijelaskannya, pendapat itu terlontar karena pengalaman saat bertugas sebagai koordinator pelacakan aset KPK. Ketika itu dia melihat ada sebagian koruptor yang asetnya sangat kecil.
“Ketika itu saya ditugaskan lacak aset pejabat (Indonesia) timur, harusnya mereka punya, tapi setelah dicari tidak ada,” paparnya.
Setelah menelusuri lebih lanjut, Sujanarko ternyata menemukan banyak koruptor dari wilayah Indonesia timur yang lebih memilih menggunakan hasil korupsi mereka untuk berfoya-foya dibanding belanja aset. “Untuk mabuk dan perempuan. Pejabat timur itu biasanya habis untuk stay di Jakarta, habis untuk itu,” ujarnya.
Pola belanja yang tidak biasa tersebut, tambahnya, membuat KPK kesulitan menjerat koruptor dari wilayah Indonesia timur. Karena alasan itu lah Sujanarko mengusulkan gratifikasi seks dianggap sebagai perbuatan pidana.
Namun ternyata, gagasan itu menciptakan polemik yang cukup hebat dikalangan elite. Karena itu, dia memilih untuk tidak lagi bicara mengenai isu gratifikasi seks.
“Karena jadi polemik luar biasa saya menahan diri. Karena kontraproduktif,” ujar dia. (dil/jpnn)