29.4 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

AS Roma vs Real Madrid: Memori 2008

AS Roma musim ini baru meraba-raba formasi 4-2-3-1 ala Spalletti. Dari enam laga perdananya di Serie A, hanya dua kali dia menerapkan formasi itu. Dari dua kali percobaan itu Roma hanya bisa sekali menang dan sekali imbang.
AS Roma musim ini baru meraba-raba formasi 4-2-3-1 ala Spalletti. Dari enam laga perdananya di Serie A, hanya dua kali dia menerapkan formasi itu. Dari dua kali percobaan itu Roma hanya bisa sekali menang dan sekali imbang.

ROMA, SUMUTPOS.CO – Kalau di level lokal, AS Roma dan Real Madrid bisa dibilang sama-sama tim elite. Namun, apabila membandingkan kedua tim tersebut di level Eropa, terutama Liga Champions, ibarat apel berbanding kesemek.

Bagaimana tidak. Real adalah tim dengan rekor koleksi trofi Liga Champions terbanyak dengan sepuluh gelar. Lalu Roma hanyalah tim yang baru sekali menggapai final Liga Champions, kala masih bernama European Cup pada 1984.

Jadi, kalau banyak yang meyangsikan Roma bisa menaklukkan Real pada babak 16 besar Liga Champions, memang sulit. Ibarat Serigala menatap rembulan yang tak teraih. Tetapi, tentu tidak haram bagi Roma untuk bermimpi bisa mengalahkan Real pada first leg babak 16 besar dini hari nanti (siaran langsung RCTI pukul 02.45 WIB).

Berulangkali I Lupi, julukan Roma, meretas jalan menggapai final, tetapi apa daya tangan tak sampai. Hanya bisa gigit jari. Berulangkali pula. Sejak kekalahan di final oleh Liverpool melalui adu penalti pada 1984, delapan kali mereka mencapai fase knockout dan selalu gagal mengulang sukses masa silam.

Paling mentok Roma hanya menggapai perempat final pada 2006-2007 dan 2007-2008. Menariknya, sosok di belakang prestasi terbaik Roma itu adalah Luciano Spalletti. Sekarang, bersama pelatih plontos itu harapan kembali diapungkan.

“Itu sulit, tetapi itu bukan hal yang tidak mungkin,’’ ungkap gelandang Roma, Seydou Keita kepada Roma Radio.

Benar kata Keita. Keunggulan sejarah, pencapaian, dan rekor head-to-head bisa dihentikan dengan dua hal. Pertama, dengan kutukan tanah Italia di dalam histori Real. Klub terkaya di dunia itu sudah delapan kali berkunjung ke Italia. Hasilnya, empat kali imbang dan empat kali Real terkapar di Italia.

Roma merupakan salah satu tim penakluk Real di Italia bersama AC Milan, Torino, dan Juventus. Bukan hanya menaklukkan Real di Italia, di Madrid pun Roma pernah melakukannya pada edisi 2007-2008.

Dari situlah muncul faktor kedua, yang bernama Spalletti. Di bawah arahan Spalletti pada 2007-2008, Roma menyingkirkan Real pada babak 16 besar melalui double KO. Menang 2-1 di Olimpico dan 2-1 di Santiago Bernabeu.

“Dari kemampuan kami sendiri saja kami sudah konfiden untuk bisa mengalahkan mereka. Ditambah dengan kehadirannya (Spalletti, Red). Dia akan mempelajari cara terbaik untuk memenangi pertandingan itu,’’ tutur pemain yang sudah akrab dengan Real karena pernah bermain di Barcelona dan Sevilla itu.

Dalam konferensi persnya di Trigoria, tadi malam WIB, Spalletti pun langsung melancarkan ancaman kepada Los Blancos – julukan Real. ’’Real Madrid, saya sudah tahu siapa kalian,’’ ancamnya sebagaimana dikutip dari Football Italia.

Sah-sah saja jika Keita dan Spalletti terjebak dalam romansa histori di dalam laga ini. Yang menjadi pertanyaan, bisakah Spalletti mempertahankan tuahnya jika berhadapan dengan Real? Roma sekarang tidak seperti Roma-nya yang dulu.

Roma yang mengalahkan Real itu Roma dengan formasi 4-2-3-1. Itu sama seperti Roma musim ini. Bedanya, Roma era 2008 itu lebih matang kemampuannya mengaplikasikan formasi 4-2-3-1. Sebab, sudah mencoba formasi itu sejak dua musim sebelumnya.

Bandingkan dengan Roma musim ini yang baru meraba-raba formasi 4-2-3-1 ala Spalletti. Dari enam laga perdananya di Serie A, hanya dua kali dia menerapkan formasi itu. Dari dua kali percobaan itu Roma hanya bisa sekali menang dan sekali imbang.

Sekali tertahan atas Hellas Verona 1-1 (18/1) dan mengalahkan klub penghuni zona degradasi Carpi 3-1 pada giornata ke-25, akhir pekan kemarin (13/2). Dari dua kali memainkan formasi andalannya itu, rata-rata penguasaan bola Roma mencapai 60 persen.

Bedanya dengan saat menerapkan formasi 4-3-3 melawan Frosinone (31/1) dan Sassuolo (3/2) agresivitas Roma lebih bagus. Rasio 2,5 gol per laga dengan 4-3-3, lalu hanya 2 gol per laga apabila menggunakan formasi 4-2-3-1.

AS Roma musim ini baru meraba-raba formasi 4-2-3-1 ala Spalletti. Dari enam laga perdananya di Serie A, hanya dua kali dia menerapkan formasi itu. Dari dua kali percobaan itu Roma hanya bisa sekali menang dan sekali imbang.
AS Roma musim ini baru meraba-raba formasi 4-2-3-1 ala Spalletti. Dari enam laga perdananya di Serie A, hanya dua kali dia menerapkan formasi itu. Dari dua kali percobaan itu Roma hanya bisa sekali menang dan sekali imbang.

ROMA, SUMUTPOS.CO – Kalau di level lokal, AS Roma dan Real Madrid bisa dibilang sama-sama tim elite. Namun, apabila membandingkan kedua tim tersebut di level Eropa, terutama Liga Champions, ibarat apel berbanding kesemek.

Bagaimana tidak. Real adalah tim dengan rekor koleksi trofi Liga Champions terbanyak dengan sepuluh gelar. Lalu Roma hanyalah tim yang baru sekali menggapai final Liga Champions, kala masih bernama European Cup pada 1984.

Jadi, kalau banyak yang meyangsikan Roma bisa menaklukkan Real pada babak 16 besar Liga Champions, memang sulit. Ibarat Serigala menatap rembulan yang tak teraih. Tetapi, tentu tidak haram bagi Roma untuk bermimpi bisa mengalahkan Real pada first leg babak 16 besar dini hari nanti (siaran langsung RCTI pukul 02.45 WIB).

Berulangkali I Lupi, julukan Roma, meretas jalan menggapai final, tetapi apa daya tangan tak sampai. Hanya bisa gigit jari. Berulangkali pula. Sejak kekalahan di final oleh Liverpool melalui adu penalti pada 1984, delapan kali mereka mencapai fase knockout dan selalu gagal mengulang sukses masa silam.

Paling mentok Roma hanya menggapai perempat final pada 2006-2007 dan 2007-2008. Menariknya, sosok di belakang prestasi terbaik Roma itu adalah Luciano Spalletti. Sekarang, bersama pelatih plontos itu harapan kembali diapungkan.

“Itu sulit, tetapi itu bukan hal yang tidak mungkin,’’ ungkap gelandang Roma, Seydou Keita kepada Roma Radio.

Benar kata Keita. Keunggulan sejarah, pencapaian, dan rekor head-to-head bisa dihentikan dengan dua hal. Pertama, dengan kutukan tanah Italia di dalam histori Real. Klub terkaya di dunia itu sudah delapan kali berkunjung ke Italia. Hasilnya, empat kali imbang dan empat kali Real terkapar di Italia.

Roma merupakan salah satu tim penakluk Real di Italia bersama AC Milan, Torino, dan Juventus. Bukan hanya menaklukkan Real di Italia, di Madrid pun Roma pernah melakukannya pada edisi 2007-2008.

Dari situlah muncul faktor kedua, yang bernama Spalletti. Di bawah arahan Spalletti pada 2007-2008, Roma menyingkirkan Real pada babak 16 besar melalui double KO. Menang 2-1 di Olimpico dan 2-1 di Santiago Bernabeu.

“Dari kemampuan kami sendiri saja kami sudah konfiden untuk bisa mengalahkan mereka. Ditambah dengan kehadirannya (Spalletti, Red). Dia akan mempelajari cara terbaik untuk memenangi pertandingan itu,’’ tutur pemain yang sudah akrab dengan Real karena pernah bermain di Barcelona dan Sevilla itu.

Dalam konferensi persnya di Trigoria, tadi malam WIB, Spalletti pun langsung melancarkan ancaman kepada Los Blancos – julukan Real. ’’Real Madrid, saya sudah tahu siapa kalian,’’ ancamnya sebagaimana dikutip dari Football Italia.

Sah-sah saja jika Keita dan Spalletti terjebak dalam romansa histori di dalam laga ini. Yang menjadi pertanyaan, bisakah Spalletti mempertahankan tuahnya jika berhadapan dengan Real? Roma sekarang tidak seperti Roma-nya yang dulu.

Roma yang mengalahkan Real itu Roma dengan formasi 4-2-3-1. Itu sama seperti Roma musim ini. Bedanya, Roma era 2008 itu lebih matang kemampuannya mengaplikasikan formasi 4-2-3-1. Sebab, sudah mencoba formasi itu sejak dua musim sebelumnya.

Bandingkan dengan Roma musim ini yang baru meraba-raba formasi 4-2-3-1 ala Spalletti. Dari enam laga perdananya di Serie A, hanya dua kali dia menerapkan formasi itu. Dari dua kali percobaan itu Roma hanya bisa sekali menang dan sekali imbang.

Sekali tertahan atas Hellas Verona 1-1 (18/1) dan mengalahkan klub penghuni zona degradasi Carpi 3-1 pada giornata ke-25, akhir pekan kemarin (13/2). Dari dua kali memainkan formasi andalannya itu, rata-rata penguasaan bola Roma mencapai 60 persen.

Bedanya dengan saat menerapkan formasi 4-3-3 melawan Frosinone (31/1) dan Sassuolo (3/2) agresivitas Roma lebih bagus. Rasio 2,5 gol per laga dengan 4-3-3, lalu hanya 2 gol per laga apabila menggunakan formasi 4-2-3-1.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/