JAKARTA-Gubernur Sumut nonaktif Syamsul Arifin dituntut 5 tahun penjara. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga meminta majelis hakim dalam putusannya nanti mewajibkan mantan bupati Langkat itu membayar denda Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Dalam tuntutannya, JPU meminta agar terdakwa kasus dugaan korupsi APBD Langkat itu membayar kekurangan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp8,218 miliar. Jumlah ini lantaran uang kerugian negara yang langsung berkaitan dengan Syamsul totalnya Rp88,218 miliar. Sementara, sejak sebelum proses penyidikan dilakukan hingga proses penuntutan, jumlah uang yang sudah dikembalikan Syamsul dan pihak-pihak lain yang pernah menerima kucuran dana APBD Langkat atas perintah Syamsul, sudah mencapai Rp80 miliar.
”Agar majelis hakim menjatuhkan pidana dengan hukuman pidana lima tahun penjara, denda Rp500 juta subsider enam bulan,” ujar anggota JPU.
Risma Ansyari, saat sidang pembacaan tuntutan di pengadilan tipikor, Jakarta, Selasa (26/7).
Jaksa merinci, sebelum proses penyidikan dilakukan KPK, Syamsul mengembalikan uang ke kas Pemkab Langkat sebesar Rp68,8 miliar.
Saat proses penyidikan berlangsung, Syamsul setor lagi Rp7,4 miliar. Di masa penuntutan, ayah Beby Ardiana itu setor lagi Rp1 miliar. Total, Syamsul sudah mengembalikan Rp77,202 miliar.
Sementara, dari pihak-pihak lain yang ikut menikmati uang APBD Langkat, sudah mengembalikan Rp2,9 miliar. Total jumlah kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp98,7 miliar. Hanya saja, sebagian harus dikembalikan oleh pihak ketiga, termasuk 37 mantan anggota DPRD Langkat yang belum mengembalikan mobil Panther. Pasalnya, baru enam mantan anggota dewan Langkat yang sudah mengembalikan. JPU meminta majelis hakim memerintahkan agar 37 anggota dewan itu mengembalikan Panther. “Atau menyerahkan uang masing-masing Rp153,400 juta,” ujar Muhibuddin, anggota JPU yang lain saat membacakan berkas tuntutan.
Surya Djahisa juga diminta mengembalikan Rp 22 miliar, PT Lembu Andalas Rp2 miliar, dan sejumlah pihak yang lain. JPU menilai, Syamsul telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau korporasi, juga merugikan keuangan negara.
Dalam persidangan ini, tidak semua materi tuntutan dibacakan, lantaran tebal berkasnya mencapai 1726 halaman, belum termasuk lampiran. Syamsul sendiri saat hadir di persidangan masih menggunakan kursi roda. Tim medis dari RS Abdi Waluyo Jakarta, yakni dr.Sutrisno, yang merupakan dokter specialis jantung dan penyakit dalam, ikut mendampingi. Syamsul tampak menyimak secara serius saat JPU membacakan tuntutan.
JPU menyebutkan, uang-uang yang sudah dikembalikan Syamsul dan pihak lain, disita dan dihitung sebagai bagian dari uang pengganti kerugian negara, termasuk satu unit rumah di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan. Hanya saja, rumah yang pernah disita yang berada di Rafles Hills, Cibubur, dikembalikan ke pemiliknya yakni IGK Kartikajaya. Satu senjata laras panjang dan satu pistol, dikembalikan ke polisi. Perhiasan yang pernah disita KPK, termasuk sejumlah uang rupiah dan asing, dikembalikan ke Syamsul.
Sidang pembacaan tuntutan kemarin molor satu jam, dari yang dijadwalkan pukul 14.00 Wib. Sidang akan dilanjutkan Senin (1/8), dengan agenda penyampaian pembelaan pledoi dari Syamsul dan kuasa hukumnya. (sam)