26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Laba Bank Sumut Terus Menurun, DPRD: Mengapa?

Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS Kantor PT Bank Sumut di Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (3/2).
Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Kantor PT Bank Sumut di Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (3/2).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan mempertanyakan penurunan hasil laba PT Bank Sumut ke Pemko Medan menurun dalam kurun 3 tahun terakhir.

Hal ini dikemukakan hampir seluruh fraksi DPRD Medan dalam Sidang Paripurna Pemandangan Umum Terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kota Medan tentang Penyertaan Modal Pemko Medan pada PT. Bank Sumut, Senin (23/5).

Fraksi Persatuan Nasional (Pernas) melalui juru bicaranya Deni Maulana Lubis menyampaikan, pihaknya melihat ada penurunan deviden (pembagian laba) kepada pemegang saham Pemko Medan kepada Bank Sumut dalam tiga tahun terakhir. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Daerah (LKPD) Pemko Medan TA.2010 sampai 2014, sebut Deni, realisasi pendapatan hasil kekayaan daerah yang dipisahkan melalui PT. Bank Sumut cenderung menurun. Di mana realisasi TA.2010 sebesar Rp8,98 miliar, realisasi 2011 sebesar Rp11,35 miliar, realisasi 2012 sebesar Rp9,25 miliar, realisasi 2013 sebesar Rp8,39, dan realisasi 2014 sebesar Rp5,12 miliar.

“Kenapa hasil deviden dalam kurun waktu tiga tahun ini mengalami penurunan? Kemudian terdapat selisih Rp783 juta lebih berdasarkan uraian pembagian laba menurut catatan kami. Yakni kalau ditotal sesuai audit BPK laba tersebut berjumlah Rp43,11 miliar, sedangkan menurut penjelasan Wali Kota Medan menyebutkan nilai deviden tunai selama 5 tahun adalah sebesar Rp42,33 miliar. Mohon penjelasan berapa sebenarnya deviden yang diterima Pemko Medan dari Bank Sumut,” kata Deni.

Fraksi Golkar DPRD Medan juga mempertanyakan hal senada. “Dalam hal ini kami juga ingin mengetahui apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya penurunan penerimaan deviden ini. Dan mengapa data yang disajikan hanya selama kurun waktu 5 tahun terakhir saja,” kata juru bicara Fraksi Golkar Sabar Syamsurya Sitepu dalam pandangan fraksinya.

Disamping itu Fraksi Golkar juga ingin mengetahui apakah deviden yang diterima selama ini dari PT. Bank Sumut sudah berbanding lurus dengan penyertaan modal yang dilakukan Pemko Medan. Pasalnya, berdasarkan laporan keuangan Bank Sumut per 31 Desember 2014 yang sudah diaudit, terungkap investasi Pemko Medan pada Bank Sumut senilai Rp18 miliar lebih. Sedangkan laporan keuangan Pemko Medan per 31 Desember 2014, investasi tersebut bernilai Rp26 miliar lebih. “Untuk hal ini terdapat selisih yang cukup tajam sekitar Rp8 miliar lebih,” sebutnya.

Menurut Fraksi Golkar, dari data dijelaskan bahwa dalam rangka transparansi dan akuntanbilitas pada pelaksanaan penyertaan modal pemda, Bank Sumut mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sedangkan Pemko Medan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). “Pemakaian standar akuntansi yang berbeda ini akan menimbulkan penafsiran berbeda ditengah masyarakat. Untuk itu kami ingin mengetahi mengapa kedua model akuntansi ini dipakai, apakah menyalahi prosedur andaikata dilakukan kesepakatan memakai satu standar akuntansi saja,” katanya.

Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS Kantor PT Bank Sumut di Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (3/2).
Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Kantor PT Bank Sumut di Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (3/2).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan mempertanyakan penurunan hasil laba PT Bank Sumut ke Pemko Medan menurun dalam kurun 3 tahun terakhir.

Hal ini dikemukakan hampir seluruh fraksi DPRD Medan dalam Sidang Paripurna Pemandangan Umum Terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kota Medan tentang Penyertaan Modal Pemko Medan pada PT. Bank Sumut, Senin (23/5).

Fraksi Persatuan Nasional (Pernas) melalui juru bicaranya Deni Maulana Lubis menyampaikan, pihaknya melihat ada penurunan deviden (pembagian laba) kepada pemegang saham Pemko Medan kepada Bank Sumut dalam tiga tahun terakhir. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Daerah (LKPD) Pemko Medan TA.2010 sampai 2014, sebut Deni, realisasi pendapatan hasil kekayaan daerah yang dipisahkan melalui PT. Bank Sumut cenderung menurun. Di mana realisasi TA.2010 sebesar Rp8,98 miliar, realisasi 2011 sebesar Rp11,35 miliar, realisasi 2012 sebesar Rp9,25 miliar, realisasi 2013 sebesar Rp8,39, dan realisasi 2014 sebesar Rp5,12 miliar.

“Kenapa hasil deviden dalam kurun waktu tiga tahun ini mengalami penurunan? Kemudian terdapat selisih Rp783 juta lebih berdasarkan uraian pembagian laba menurut catatan kami. Yakni kalau ditotal sesuai audit BPK laba tersebut berjumlah Rp43,11 miliar, sedangkan menurut penjelasan Wali Kota Medan menyebutkan nilai deviden tunai selama 5 tahun adalah sebesar Rp42,33 miliar. Mohon penjelasan berapa sebenarnya deviden yang diterima Pemko Medan dari Bank Sumut,” kata Deni.

Fraksi Golkar DPRD Medan juga mempertanyakan hal senada. “Dalam hal ini kami juga ingin mengetahui apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya penurunan penerimaan deviden ini. Dan mengapa data yang disajikan hanya selama kurun waktu 5 tahun terakhir saja,” kata juru bicara Fraksi Golkar Sabar Syamsurya Sitepu dalam pandangan fraksinya.

Disamping itu Fraksi Golkar juga ingin mengetahui apakah deviden yang diterima selama ini dari PT. Bank Sumut sudah berbanding lurus dengan penyertaan modal yang dilakukan Pemko Medan. Pasalnya, berdasarkan laporan keuangan Bank Sumut per 31 Desember 2014 yang sudah diaudit, terungkap investasi Pemko Medan pada Bank Sumut senilai Rp18 miliar lebih. Sedangkan laporan keuangan Pemko Medan per 31 Desember 2014, investasi tersebut bernilai Rp26 miliar lebih. “Untuk hal ini terdapat selisih yang cukup tajam sekitar Rp8 miliar lebih,” sebutnya.

Menurut Fraksi Golkar, dari data dijelaskan bahwa dalam rangka transparansi dan akuntanbilitas pada pelaksanaan penyertaan modal pemda, Bank Sumut mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sedangkan Pemko Medan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). “Pemakaian standar akuntansi yang berbeda ini akan menimbulkan penafsiran berbeda ditengah masyarakat. Untuk itu kami ingin mengetahi mengapa kedua model akuntansi ini dipakai, apakah menyalahi prosedur andaikata dilakukan kesepakatan memakai satu standar akuntansi saja,” katanya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/