JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 88,1 juta orang atau 34,9 persen dari penduduk Indonesia pada akhir tahun 2014, meningkat dari 71,2 juta pengguna pada akhir tahun 2013.
Data yang diperoleh dari survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Puskakom Universitas Indonesia tahun 2015 itu menunjukkan kebutuhan orang Indonesia akan internet terus meningkat. Bahkan sekarang, masyarakat bukan hanya membutuhkan ketersediaan koneksi internet melainkan internet dengan kecepatan yang mumpuni.
Saat ini, jaringan seluler 4G merupakan penyedia koneksi internet tercepat yang diadopsi di Indonesia, namun sayangnya sementara ini 4G masih menjadi milik masyarakat perkotaan. Sementara itu, seiring perhatian pemerintah terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi desa di berbagai sektor, kebutuhan masyarakat perdesaan untuk menikmati akses mobile broadband tak terelakkan lagi.
Akses tersebut dapat segera terlaksana begitu aturan tentang teknologi netral ditandatangani Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara paling cepat akhir Juni 2016 nanti. Saat ini, aturan mengenai teknologi netral masih berupa Rancangan Peraturan Menteri (RPM) yang masih digodok oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Anggota Komisioner BRTI I Ketut Prihadi Kresna mengatakan, “Ketika regulasi tersebut diberlakukan, seluruh operator yang beroperasi di pita frekuensi 2,1 GHz, 2,3 GHz, dan 450 MHz, sudah bisa menggunakan spektrumnya untuk penyelenggaraan mobile broadband layaknya spektrum di 900 MHz dan 1.800 MHz yang telah lebih dulu netral dan sudah bisa 4G”.
Seperti diketahui, di spektrum 2,1 GHz saat ini ditempati oleh empat operator seluler seperti Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, dan Hutchison 3 Indonesia.
Sementara di 2,3 GHz, ada Smartfren Telecom dan sejumlah penyedia layanan broadband wireless access (BWA) lainnya. Sedangkan di 450 MHz, saat ini ditempati oleh Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI).
Dengan segera keluarnya aturan teknologi netral, dapat dikatakan bahwa rencana STI untuk segera mengadopsi teknologi pita lebar seluler berbasis 4G LTE telah mendapat restu dari pemerintah.
Bahkan, seperti ditegaskan Ketut, BRTI malah balik mendorong penyedia layanan seluler dengan merek dagang Ceria tersebut agar segera mengganti teknologi CDMA CDMA 200 1x yang diusungnya dengan 4G LTE demi mendorong penetrasi broadband ke area rural.
Dengan spektrum frekuensi yang lebih rendah, STI bisa memberikan jangkauan yang lebih luas, khususnya di daerah rural area yang banyak ditempati oleh perkebunan milik Sampoerna Strategic Group.
Ketut pun meyakini, dengan teknologi netral, teknologi 4G yang ditawarkan STI bisa naik kelas jadi 4G LTE meskipun hanya bisa menggunakan 5 MHz dari total pita 7,5 MHz yang dimiliki.
“5 MHz buat 4G di rural itu sudah cukup karena frekuensi di 450 MHz itu semakin rendah semakin jauh jangkauannya. Per satu base station saja bisa menjangkau 30 km hingga 40 km. Beda dengan di 2,1 GHz yang jaraknya cuma bisa beberapa kilometer saja,” ujarnya.
Selain melalui aturan teknologi netral, aturan modern licensing untuk 450 MHz pun akan diubah konsepnya. Menurut Ketut hal itu sudah dievaluasi sejak awal 2015 lalu. (rel/mea)