JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang tindak pidana korporasi tidak lama lagi akan diterbitkan. Dengan aturan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menjerat perusahaan yang melakukan korupsi. Penyidik pun disiapkan untuk mengusut tindak pidana yang dilakukan korporasi.
Pembahasan Perma terus dimatangkan. Draf peraturan itu sudah rampung. KPK beberapakali melakukan pertemuan dengan lembaga terkait, seperti MA, kejaksaan, dan kepolisian. “Akhir bulan ini perma akan dibahas di MA,” terang Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak. Namun, Yuyuk belum mengetahui poin-poin apa saja yang terdapat dalam perma.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, selain menyiapkan draf perma, pihaknya juga melatih para penyidik untuk memahami mekanisme penindakan korupsi yang dilakukan korporasi. Dengan bekal itu, mereka bisa menjerat perusahaan yang melakukan tindak pidana korupsi. “Penyidik harus paham mekanisme penindakan,” jelas dia.
Apakah ada korporasi yang diduga melakukan korupsi? Saut menyatakan, pihaknya tidak mau menduga-duga perusahaan mana yang akan dijerat karena melakukan korupsi. “Kita tunggu saja nanti,” terangnya. KPK akan menindak tegas perusahaan yang melakukan korupsi.
Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) MA Suhadi mengatakan, penyusunan draf perma digagas oleh KPK. Pihak kepolisian dan kejaksaan juga dilibatkan. “KPK yang jadi ketuanya,” paparnya. Setelah draf selesai disusun, selanjutnya akan dibahas di MA.
Selama ini, kata dia, korporasi belum bisa dijerat dalam tindak pidana korupsi. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hanya manusia yang bisa dijerat pidana korupsi. Manusia yang jadi subjek hukum. Dalam KUHAP disebutkan setiap orang atau barang siapa. Jika ada pengusaha atau manajemen perusahaan yang melakukan tindak pidana, maka yang dijerat adalah orangnya.
Begitu juga Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang bisa dijerat pidana hanya orang. Korporasi tidak bisa dijerat pidana korupsi. Karena di dalam KUHAP dan UU Tipikor dianggap belum lengkap, dibutuhkan lah peraturan yang menjelaskan secara rinci bagaimana hukum acara pidana dalam menindak korporasi yang melakukan korupsi.
Jadi, yang dirumuskan dalam draf perma adalah rumusan hukum acara. Suhadi memberikan contoh pada Pasal 43 KUHAP dijelaskan bahwa dakwaan harus memenuhi syarat formil dan materiil. Syarat formil berkaitan dengan identitas terdakwa. Seperti, nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur, kebangsaan, pekerjaan, dan lainnya. “Itu yang selama ini berlaku untuk orang. Kalau korporasi kan belum diatur,” terang dia.
Nah, papar dia, dalam perma akan diatur persyaratan itu. Seperti apa identitas perusahaan yang melanggar tindak pidana. Namanya, tempatnya, sejak kapan berdiri, dan identitas lainnya. Jadi, perma akan sangat detail menjelaskan hukum acaranya.
Selama ini, kata dia, penegak hukum hanya menjerat perusahaan yang melakukan pelanggaran lingkungan. Sementara tindak pidana korupsi belum pernah ditindak. “Kalau pelanggaran lingkungan sudah pernah diproses oleh kepolisian dan kejaksaan. Korupsi masih belum, karena aturannya belum jelas,” jelas Suhadi.