30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Nelayan 5 Desa Kompak Perangi Kapal Trawl

Kapal pukat twarl dibakar nelayan di perairan Kualuh Leidong, Labuhanbatu Utara (Labura).
Kapal pukat twarl dibakar nelayan di perairan Kualuh Leidong, Labuhanbatu Utara (Labura).

RANTAUPRAPAT, SUMUTPS.CO – Musyawarah telah dilakukan. Larangan juga telah ditetapkan. Tapi kapal trawl masih bebas beroperasi. Inilah yang memicu kemarahan nelayan tradisional Desa Simandulang Kecamatan Kualuh Lediong, Labura, hingga berbuntut pembakaran kapal.

Di mata hukum, pembakaran kapal adalah tindak kriminal. Karena itu, polisi bertindak dan menangkap orang-orang yang diduga terlibat pada kejadian tersebut. Pertanyaanya, apakah penangkapan membuat persoalan ini beres? Jawabannya, tidak!
Sebagian besar nelayan tradisional menilai penangkapan itu sangat berlebihan. Sebagai bentuk solidaritas sekaligus memperjuangkan nasib mereka, nelayan dari lima desa sepakat musyawarah, Selasa (11/10) malam.

Salah satu tujuan pertemuan adalah menyatukan sikap dalam memerangi beroperasinya kapal trawl, termasuk upaya penciptaan situasi kondusif di tengah laut saat berlayar.

“Kemungkinannya kawan-kawan nelayan dari Desa Sei Sanggul dan Sei Sakat yang bisa hadir, karena lainnya agak jauh,” ungkap sumber berinisial J, S, dan I.

“Sejak kejadian (pembakaran dan penangkapan) itu kami sudah kumpul juga, tapi masih beberapa orang saja. Belakangan semua nelayan sepakat musyawarah,” tambah mereka sembari menyebut, pertemuan digelar di Desa Sei Baru.

Jika dihitung, jumlah nelayan dari lima desa di wilayah Kecamatan Panai Hilir mencapai seribuan. Maka dengan itu perlu dilakukan komunikasi untuk membangun keamanan. Tujuan utamanya yakni meningkatan ekonomi masyarakat nelayan.

Apalagi saat ini mereka masih dalam kategori kehidupan kurang berkecukupan. Ditanya apakah masih terdapat kapal pujat trawl, ketiganya memprediksi ada sekitar 40-an yang tersandar dan tidak dioperasikan.

“Informasi kami dapat ada katanya sekitar 40-an kapal pukat trawl ditambatkan di pinggiran sungai Kelurahan Sei Berombang. Soal masih beroperasi atau tidak, kami kurang dapat memastikannya,” terang beber mereka.

Menyikapi situasi ini, Ketua Polisi Masyarakat (Polmas) Kecamatan Panai Hilir, Khairul Daulay meminta para nelayan disana tidak terpancing isu ataupun ajakan yang sifatnya profokasi demi kepentingan sepihak.

Kepada pemerintah maupun instansi serta aparat terkait, tak lupa Khairul juga mengajak untuk terus melakukan monitoring ke perairan, khususnya memantau jika masih beroperasinya kapal pukat trawl.

“Kawan-kawan nelayan jangan mudah terpancing, pemerintah dan aparat juga harus tegas. Jika tidak boleh, ya tidak boleh, jangan dibiarkan pukat itu. Contoh sudah ada, mari kita sama-sama mengantisipasi hal itu tidak terjadi lagi,” pintanya. (cr-1/ras)

Kapal pukat twarl dibakar nelayan di perairan Kualuh Leidong, Labuhanbatu Utara (Labura).
Kapal pukat twarl dibakar nelayan di perairan Kualuh Leidong, Labuhanbatu Utara (Labura).

RANTAUPRAPAT, SUMUTPS.CO – Musyawarah telah dilakukan. Larangan juga telah ditetapkan. Tapi kapal trawl masih bebas beroperasi. Inilah yang memicu kemarahan nelayan tradisional Desa Simandulang Kecamatan Kualuh Lediong, Labura, hingga berbuntut pembakaran kapal.

Di mata hukum, pembakaran kapal adalah tindak kriminal. Karena itu, polisi bertindak dan menangkap orang-orang yang diduga terlibat pada kejadian tersebut. Pertanyaanya, apakah penangkapan membuat persoalan ini beres? Jawabannya, tidak!
Sebagian besar nelayan tradisional menilai penangkapan itu sangat berlebihan. Sebagai bentuk solidaritas sekaligus memperjuangkan nasib mereka, nelayan dari lima desa sepakat musyawarah, Selasa (11/10) malam.

Salah satu tujuan pertemuan adalah menyatukan sikap dalam memerangi beroperasinya kapal trawl, termasuk upaya penciptaan situasi kondusif di tengah laut saat berlayar.

“Kemungkinannya kawan-kawan nelayan dari Desa Sei Sanggul dan Sei Sakat yang bisa hadir, karena lainnya agak jauh,” ungkap sumber berinisial J, S, dan I.

“Sejak kejadian (pembakaran dan penangkapan) itu kami sudah kumpul juga, tapi masih beberapa orang saja. Belakangan semua nelayan sepakat musyawarah,” tambah mereka sembari menyebut, pertemuan digelar di Desa Sei Baru.

Jika dihitung, jumlah nelayan dari lima desa di wilayah Kecamatan Panai Hilir mencapai seribuan. Maka dengan itu perlu dilakukan komunikasi untuk membangun keamanan. Tujuan utamanya yakni meningkatan ekonomi masyarakat nelayan.

Apalagi saat ini mereka masih dalam kategori kehidupan kurang berkecukupan. Ditanya apakah masih terdapat kapal pujat trawl, ketiganya memprediksi ada sekitar 40-an yang tersandar dan tidak dioperasikan.

“Informasi kami dapat ada katanya sekitar 40-an kapal pukat trawl ditambatkan di pinggiran sungai Kelurahan Sei Berombang. Soal masih beroperasi atau tidak, kami kurang dapat memastikannya,” terang beber mereka.

Menyikapi situasi ini, Ketua Polisi Masyarakat (Polmas) Kecamatan Panai Hilir, Khairul Daulay meminta para nelayan disana tidak terpancing isu ataupun ajakan yang sifatnya profokasi demi kepentingan sepihak.

Kepada pemerintah maupun instansi serta aparat terkait, tak lupa Khairul juga mengajak untuk terus melakukan monitoring ke perairan, khususnya memantau jika masih beroperasinya kapal pukat trawl.

“Kawan-kawan nelayan jangan mudah terpancing, pemerintah dan aparat juga harus tegas. Jika tidak boleh, ya tidak boleh, jangan dibiarkan pukat itu. Contoh sudah ada, mari kita sama-sama mengantisipasi hal itu tidak terjadi lagi,” pintanya. (cr-1/ras)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/