26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kasus Dahlan Jadi Bahasan di Istana

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka yang berujung pada penahanan menjadi salah satu topik yang dibicarakan di Istana Merdeka. Hal itu terjadi pada momen pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan para pemimpin redaksi media massa nasional, Senin (31/10) sore.

Dalam pertemuan selama sekitar dua jam itu, beberapa pimpinan media secara tegas menyampaikan tidak jelasnya penegakan hukum di Indonesia. Contohnya, penetapan tersangka dan penahanan terhadap Dahlan Iskan. Kerugian negara belum dihitung, tetapi Dahlan sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Sorotan utama ditujukan kepada jaksa agung. “Jaksa agung itu gak ada kerjanya. Cuma kalau mau reshuffle aja ramai-ramai soal hukuman mati. Tapi, setelah selesai reshuffle, tidak ada lagi,” ujar Lestyanta R. Bhaskoro dari Koran Tempo.

Presiden Jokowi menyimak dengan saksama apa yang diungkapkan Bhaskoro. Sambil menyimak, sesekali Jokowi mencatatnya di secarik kertas.

 Menurut Bhaskoro, Dahlan adalah mantan menteri BUMN, tapi diperlakukan seperti itu oleh kejaksaan yang terkesan mencari-cari kesalahan. Dia menegaskan, Kejaksaan Agung perlu direformasi. “Lembaga lain sudah melakukan reformasi, tapi Kejaksaan Agung belum,” katanya.

 Ungkapan Bhaskoro tersebut ditimpali Totok Suryanto dari TVOne yang menyampaikan kegelisahan yang hampir serupa. Apa tanggapan Jokowi?  “Saya setuju bahwa kita harus membenahi aparat hukum. Baik di kejaksaan maupun kepolisian,” ungkapnya.

 Jokowi juga menyoroti buruknya kultur hukum di Indonesia. Menurut dia, jika kultur itu belum dibenahi, tidak akan ada perbaikan di lembaga penegak hukum. “Apakah proses rekrutmennya sudah betul? Apakah proses mutasinya sudah benar?” ucapnya.

 Di tempat lain, Wakil Ketua DPR Fadli Zon kembali menyampaikan simpati atas kasus yang membelit Dahlan Iskan. Dia menilai, kasus yang menimpa Dahlan membuktikan bahwa hukum belum bisa menjadi panglima karena bisa menjadi alat bagi penguasa untuk menjatuhkan siapa pun.  “Kasus yang sudah lebih dari 10 tahun dicari-cari, yang di depan mata tidak diusut,” ungkap Fadli saat berkunjung ke kantor Jawa Pos Jakarta kemarin (1/11).

 Menurut dia, penahanan Dahlan juga layak dikritik. Sebab, belum ada audit resmi terkait dengan kerugian negara yang dikeluarkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena itu, ketika Dahlan kemudian langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Kejaksaan Tinggi Jatim, Fadli menilai kejaksaan sangat tergesa-gesa. ’’Itu bentuk kesewenang-wenangan,’’ tegasnya.

 Wakil ketua umum Partai Gerindra itu juga menyebut sosok Kepala Kejati Jatim Maruli Hutagalung yang tidak bebas dari masalah. Hal tersebut terkait dengan dugaan keterlibatan Maruli dalam kasus korupsi dana bansos yang menjerat mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.

 “Saya pikir, itu juga harus diungkap dan dituntaskan secara hukum,” tandasnya. (mag-0/jpnn)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka yang berujung pada penahanan menjadi salah satu topik yang dibicarakan di Istana Merdeka. Hal itu terjadi pada momen pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan para pemimpin redaksi media massa nasional, Senin (31/10) sore.

Dalam pertemuan selama sekitar dua jam itu, beberapa pimpinan media secara tegas menyampaikan tidak jelasnya penegakan hukum di Indonesia. Contohnya, penetapan tersangka dan penahanan terhadap Dahlan Iskan. Kerugian negara belum dihitung, tetapi Dahlan sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Sorotan utama ditujukan kepada jaksa agung. “Jaksa agung itu gak ada kerjanya. Cuma kalau mau reshuffle aja ramai-ramai soal hukuman mati. Tapi, setelah selesai reshuffle, tidak ada lagi,” ujar Lestyanta R. Bhaskoro dari Koran Tempo.

Presiden Jokowi menyimak dengan saksama apa yang diungkapkan Bhaskoro. Sambil menyimak, sesekali Jokowi mencatatnya di secarik kertas.

 Menurut Bhaskoro, Dahlan adalah mantan menteri BUMN, tapi diperlakukan seperti itu oleh kejaksaan yang terkesan mencari-cari kesalahan. Dia menegaskan, Kejaksaan Agung perlu direformasi. “Lembaga lain sudah melakukan reformasi, tapi Kejaksaan Agung belum,” katanya.

 Ungkapan Bhaskoro tersebut ditimpali Totok Suryanto dari TVOne yang menyampaikan kegelisahan yang hampir serupa. Apa tanggapan Jokowi?  “Saya setuju bahwa kita harus membenahi aparat hukum. Baik di kejaksaan maupun kepolisian,” ungkapnya.

 Jokowi juga menyoroti buruknya kultur hukum di Indonesia. Menurut dia, jika kultur itu belum dibenahi, tidak akan ada perbaikan di lembaga penegak hukum. “Apakah proses rekrutmennya sudah betul? Apakah proses mutasinya sudah benar?” ucapnya.

 Di tempat lain, Wakil Ketua DPR Fadli Zon kembali menyampaikan simpati atas kasus yang membelit Dahlan Iskan. Dia menilai, kasus yang menimpa Dahlan membuktikan bahwa hukum belum bisa menjadi panglima karena bisa menjadi alat bagi penguasa untuk menjatuhkan siapa pun.  “Kasus yang sudah lebih dari 10 tahun dicari-cari, yang di depan mata tidak diusut,” ungkap Fadli saat berkunjung ke kantor Jawa Pos Jakarta kemarin (1/11).

 Menurut dia, penahanan Dahlan juga layak dikritik. Sebab, belum ada audit resmi terkait dengan kerugian negara yang dikeluarkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena itu, ketika Dahlan kemudian langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Kejaksaan Tinggi Jatim, Fadli menilai kejaksaan sangat tergesa-gesa. ’’Itu bentuk kesewenang-wenangan,’’ tegasnya.

 Wakil ketua umum Partai Gerindra itu juga menyebut sosok Kepala Kejati Jatim Maruli Hutagalung yang tidak bebas dari masalah. Hal tersebut terkait dengan dugaan keterlibatan Maruli dalam kasus korupsi dana bansos yang menjerat mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.

 “Saya pikir, itu juga harus diungkap dan dituntaskan secara hukum,” tandasnya. (mag-0/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/