SUMUTPOS.CO, KASUS dugaan penistaan agama yang dilakukan calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok merembet ke mana-mana. Teranyar, Fadel Muhammad dipecat dari jabatan Sekretaris Dewan Pembina Partai Golkar gara-gara meminta Partai Golkar membatalkan dukungan kepada Ahok yang diduga terlibat penistaan agama.
Awalnya tersiar kabar, Fadel dipecat oleh Ketua Umum Golkar, Setya Novanto (Setnov), dari keanggotaan partai. Belakangan kabar itu diluruskan. Fadel hanya dipecat dari jabatan Sekretaris Dewan Pembina Partai Golkar.
“Saya dipecat oleh Pak Novanto dan Roem Kono. Karena dulu saya minta supaya Golkar menarik dukungan dari Ahok karena kasus Al Maidah 51,” kata Fadel ketika dihubungi wartawan, Jumat (11/11).
Menurut pengakuannya, ada sembilan kader Golkar yang dipecat Setnov. Namun, dia tidak menyebut siapa saja kader yang dipecat tersebut.
“Ada sembilan orang yang dipecat dan banyak juga yang berhenti dari Golkar, seperti Gubernur Sulsel dan Gubernur Kaltim,” terangnya.
Menurutnya, surat pemecatan itu belum diterima, namun telah diterbitkan oleh DPP Partai Golkar.
“Saya lagi di Gorontalo, katanya suratnya sudah ada di Jakarta,” ungkapnya.
Koordinator Bidang Polhukam DPP Partai Golkar, Yorrys Raweyai membenarkan pemecatan politikus senior Golkar Fadel Muhammad dari jabatan Sekretaris Dewan Pembina Partai Golkar. Namun, Yorrys menegaskan, Fadel tidak diberhentikan dari keanggotan partai beringin itu.
“Dia hanya diberhentikan dari jabatan Sekretaris Dewan Pembina. Bukan pemecatan. Jadi, diganti saja poisisinya,” tegas Yorrys ketika dikonfirmasi wartawan, Jumat (11/11).
Yorrys menegaskan, Fadel masih anggota partai yang dipimpin Setya Novanto itu. Tepatnya, saat ini Fadel masih menjabat anggota biasa dalam jajaran Dewan Pembina.
“Memecat orang itu tidak semudah itu, dan harus dipertanggungjawabkan dalam musyawarah. Jadi namanya hanya pergeseran sebagai sekretaris dewan pembina. Bukan pemecatan, Jadi pergeseran itu biasa saja,” tegas dia lagi.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, ada beberapa pertimbangan partai sehingga Fadel dipecat dari jabatannya. Pertama, terkait pernyataan Fadel tentang pertimbangan Golkar membatalkan dukungan kepada Calon Gubernur Jakarta petahana, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Fadel menyatakan itu menyusul hebohnya kasus dugaan penistaan agama Islam yang menjerat Ahok.
“Ada soal pilkada, soal Ahok juga,” ungkap Yorrys.
Yang kedua adalah terkait langkah politik istri Fadel, yang juga politikus Golkar, Hana Hasanah. Hana mencalonkan diri sebagai Gubernur Gorontalo dengan dukungan PDI Perjuangan pada Pilkada 2017 mendatang.
Menyikapi pemecatan Fadel Muhammad, politikus muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menyayangkan langkah pimpinan partainya. Di mata Doli, Fadel hanya berusaha untuk memperbaiki citra Golkar.
“Malah seharusnya yang harus dipersoalkan adalah sikap dan perilaku kader yang ikut menambah buruk citra Golkar, seperti Nusron Wahid dengan pernyataan-pernyataan dan sikapnya yang melecehkan ulama dan mengingkari ajaran Islam, yang menambah kemarahan publik,” ujar Doli dalam keterangan pers yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (11/11).
Doli menambahkan, bila Partai Golkar masih terus berada di barisan depan untuk membela Ahok, maka sama saja membenarkan tindakan penistaan terhadap agama Islam yang kasusnya sedang ditangani Bareskrim Polri.
“Dan itu sejatinya telah mengingkari nilai-nilai yang selama ini menjadi doktrin Partai Golkar,” tutupnya.
Bahkan, Doli mengaku cemas karena publik telah menuding partainya ikut mendukung tindak penistaan agama Islam. “Golkar sudah tidak untung sejak awal mengusungnya. Kini kami pun harus rugi besar-besaran karena anggapan masyarakat bahwa semua partai yang mendukung Ahok adalah partai yang mendukung dan mengamini seorang penista agama,” beber Doli.
Mantan Ketua Umum KNPI ini adalah politikus Golkar yang sejak awal menentang keputusan partainya mendukung Ahok di Pilkada 2017. Selain karena sosok Ahok yang tidak disukai sebagian besar rakyat, dukungan terhadap Ahok oleh Golkar juga cacat prosedur internal. Keputusan mendukung Ahok tidak dibahas dalam rapat resmi.
“Dukungan pada Ahok terlalu cepat diputuskan karena itu terjadi 2-3 hari setelah Novanto terpilih jadi ketum, dia ketemu Ahok difasilitasi oleh Fayakun (Ketua DPD Golkar Jakarta) langsung dia nyatakan Ahok berkinerja baik dan pantas didukung,” tambahnya.
“Semua diputuskan buru-buru, ada apa? Ada kompesasi apa sehingga Golkar mau mendukung Ahok, meski Ahok sendiri sejak awal seperti tidak menginginkan didukung Golkar dan malah ingin maju lewat jalur Independen?” lanjutnya.
Sikap Ahok yang tidak peduli pada dukungan Golkar pun semakin menjadi-jadi setelah PDI Perjuangan menyatakan dukungan pada Ahok. “PDIP seolah yang menjadi partai pengusung. Nusron yang kader Golkar, terlepas dari isu rangkap jabatannya, yang tadinya menjabat ketua tim sukses Ahok langsung diganti oleh kader PDIP,” sesalnya.
Sikap Ahok yang arogan dan kasar terhadap rakyat miskin membuat citra Partai Golkar ikut hancur. Doli tak melihat satupun sikap Ahok yang selaras dengan nilai-nilai Partai Golkar. “Puncaknya ketika dia menista Al Quran. Semua yang ada di Ahok itu bertentangan dengan nilai-nilai dan doktrin yang ada di Partai Golkar seperti Ikrar Panca Bakti Partai Golkar. Dukungan kepada Ahok juga melanggar AD/ART Partai Golkar,” ujarnya. (ald/jpg/adz)