SURABAYA, SUMUTPOS.CO – Anggapan bahwa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim memaksakan diri untuk segera menyidang Dahlan Iskan guna menggugurkan praperadilan terbukti. Setelah melimpahkan penyidikan ke penuntutan Kamis sore (17/11), jaksa langsung mendaftarkannya ke pengadilan keesokan harinya. Bahkan, Wisnu Wardhana (WW) dijemput paksa pada Kamis malam dari Rutan Medaeng untuk pelimpahan tahap kedua.
Jemput paksa itu dilakukan jaksa pada Kamis malam lalu. Tim penyidik mendatangi Rutan Medaeng untuk membawa WW ke gedung Kejati Jatim. WW sempat menolak paksaan penyidik. Mantan ketua DPRD Surabaya tersebut akhirnya dibawa paksa ke luar penjara pada malam itu juga.
Kedatangan penyidik ke rutan menjemput tersangka pada malam hari untuk pelimpahan ke penuntutan adalah tindakan di luar kewajaran. Sebab, biasanya pelimpahan berkas, tersangka, dan barang bukti ke jaksa penuntut umum (JPU) dilakukan siang.
Berdasar informasi yang dihimpun Jawa Pos (grup Sumut Pos), pelimpahan tahap kedua untuk WW sempat luput dari ingatan penyidik Kejati Jatim. Kamis pagi semua anggota tim penyidik terfokus memaksakan pelimpahan berkas perkara Dahlan ke JPU. Mereka mengebut kelengkapan administrasi agar kasus tersebut segera bisa dilimpahkan ke pengadilan.
Menjelang petang, tim penyidik baru ingat bahwa ada WW yang juga menjadi tersangka dalam kasus yang sama, tapi belum dilimpahkan ke penuntutan. Padahal, WW ditetapkan sebagai tersangka jauh hari sebelumnya. Sedangkan Dahlan ditetapkan sebagai tersangka beberapa minggu kemudian. Untuk menepis kecurigaan adanya pemaksaan dalam perkara Dahlan, tim penyidik akhirnya menjemput WW dari penjara dan melimpahkan perkara pada malam harinya.
Bukan itu saja, JPU langsung mendaftarkan perkara Dahlan dan WW keesokan harinya (kemarin pagi) ke pengadilan. JPU hanya butuh waktu sehari untuk menyiapkan berkas sebelum mendaftarkannya. Padahal, dalam kasus pidana lainnya, pendaftaran ke pengadilan biasanya berselang seminggu kemudian.
Sayang, sejak tim penyidik memaksakan pelimpahan perkara Dahlan ke penuntutan, Kejati Jatim menutup diri. Plt Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jatim Romy Arizyanto tidak merespons konfirmasi Jawa Pos sampai berita ini ditulis.
Sementara itu, Lufsiana, juru bicara Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, saat dimintai konfirmasi membenarkan adanya pendaftaran dua perkara tersebut. Menurut dia, setelah dilimpahkan, berkas itu diajukan ke ketua PN untuk penunjukan majelis hakim. ”Nanti sekalian juga penetapan hari sidang,” katanya.
Lufsiana menambahkan, rencananya ada lima hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Berbeda dengan perkara korupsi lainnya yang hanya disidangkan tiga hakim, jelas hakim bergelar doktor itu, lima hakim ditunjuk karena perkara tersebut sangat menarik perhatian. (eko/c9/nw/jpg)