29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Nelayan: Kami Dipungli Polisi Air Rp400-700 Ribu per Kapal

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Aktifitas nelayan di muara tempat pelelangan ikan (TPI) di Bagan Deli Medan Belawan, (17/4). Nelayan asal Batubara mengaku dipungli oknum Pol Air Polda Sumut.
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Aktifitas nelayan di muara tempat pelelangan ikan (TPI) di Bagan Deli Medan Belawan, (17/4). Nelayan asal Batubara mengaku dipungli oknum Pol Air Polda Sumut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Praktik pungutan liar (Pungli) juga dialami para nelayan. Kali ini oknum Polisi bertugas Pol Air yang diduga melakukan pungli kepada nelayan asal Kabupaten Batubara. Dengan itu, nelayan dan pengusaha kapal motor tradisional mengaduh ke DPRD Sumut dengan tujuan pungli tersebut disikapi dan selanjutnya disampaikan kepada pimpinan mereka di Polda Sumut.

Hal itu, disampaikan seorang pengusaha Kapal, Mariana mengaku dirinya dimintai uang Rp400 ribu -700 ribu setiap bulannya oleh oknum Pol Air. Dia menjelaskan pungli yang dilakukan oleh oknum Pol Air beragam.

“Rp400 ribu untuk setiap kapal dompeng, Rp600 ribu per kapal 4 peston dan Rp700 ribu per kapal 6 peston. Jika dihitung seluruhnya dari 20 unit kapal 6 peston, 17 unit kapal 4 peston dan 10 unit kapal dompeng, maka harus dibayar Rp28,200 juta per bulan,” ungkapnya saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi B DPRD Sumut, Jumat (25/11).

Karena kondisi kapalnya yang rusak, Mariana mengaku menunggak pembayaran kepada oknum pol air.”Petugas yang biasa mengambil uang itu tidak percaya dengan kondisi saya, malah kapal saya diancam bakal ditangkap. Kalau pengusaha ngasi uang banyak, mereka tidak berani menangkap kapalnya. Tapi kami rakyat kecil dijadikan tumbal hukum, kapal kami ditangkap demi menegakkan peraturan. Kalau mau menegakkan hukum, tangkap semua kapal yang menggunakan alat tangkap ikan sama seperti milik kami,” lanjutnya.

Pengakuan dari pengusaha kapal itu, dibantah oleh Direktorat Polisi Air Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Dit Pol Air Polda Sumut), Kombes Pol Syamsul Badhar yang saat itu ikut menghadiri RDP. Dia mengatakan bahwa hal itu tidak benar. “Kami tidak ada menerima 600 ribu rupiah dari pemilik kapal seperti yang diterangkan oleh yang termaksud. Jadi itu tidak benar,” bantahnya.

Sekretaris Komisi B Aripay Tambunan yang memimpin RDP mengatakan bahwa kasus ini di RDP kan karena pelapor merasa keberatan dengan tidak adanya ketidakadilan hukum dan terkait Permen nomor 2 tahun 2015.”Jadi di Rapat terungkap bahwa ada 11 ribu Kapal yang masih menggunakan alat Tangkap Ikan Hela dan Trawl, jadi ini tugas pemerintah juga,” ujar Aripay.

Lebih lanjut politisi PAN ini mengatakan bahwa kasus yang digelar sekarang ini sudah P21 dan sudah ditahapan ke Kejaksaan. “Pihak kepolisian menyebutkan bahwa kasus ini sudah (P-21), jadi kita tidak bisa mengintervensi kepolisian. Kita akan menyurati Kejaksaan untuk segera memberikan Keadilan kepada Ibu Mariani,”pungkasnya.(dik/gus)

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Aktifitas nelayan di muara tempat pelelangan ikan (TPI) di Bagan Deli Medan Belawan, (17/4). Nelayan asal Batubara mengaku dipungli oknum Pol Air Polda Sumut.
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Aktifitas nelayan di muara tempat pelelangan ikan (TPI) di Bagan Deli Medan Belawan, (17/4). Nelayan asal Batubara mengaku dipungli oknum Pol Air Polda Sumut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Praktik pungutan liar (Pungli) juga dialami para nelayan. Kali ini oknum Polisi bertugas Pol Air yang diduga melakukan pungli kepada nelayan asal Kabupaten Batubara. Dengan itu, nelayan dan pengusaha kapal motor tradisional mengaduh ke DPRD Sumut dengan tujuan pungli tersebut disikapi dan selanjutnya disampaikan kepada pimpinan mereka di Polda Sumut.

Hal itu, disampaikan seorang pengusaha Kapal, Mariana mengaku dirinya dimintai uang Rp400 ribu -700 ribu setiap bulannya oleh oknum Pol Air. Dia menjelaskan pungli yang dilakukan oleh oknum Pol Air beragam.

“Rp400 ribu untuk setiap kapal dompeng, Rp600 ribu per kapal 4 peston dan Rp700 ribu per kapal 6 peston. Jika dihitung seluruhnya dari 20 unit kapal 6 peston, 17 unit kapal 4 peston dan 10 unit kapal dompeng, maka harus dibayar Rp28,200 juta per bulan,” ungkapnya saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi B DPRD Sumut, Jumat (25/11).

Karena kondisi kapalnya yang rusak, Mariana mengaku menunggak pembayaran kepada oknum pol air.”Petugas yang biasa mengambil uang itu tidak percaya dengan kondisi saya, malah kapal saya diancam bakal ditangkap. Kalau pengusaha ngasi uang banyak, mereka tidak berani menangkap kapalnya. Tapi kami rakyat kecil dijadikan tumbal hukum, kapal kami ditangkap demi menegakkan peraturan. Kalau mau menegakkan hukum, tangkap semua kapal yang menggunakan alat tangkap ikan sama seperti milik kami,” lanjutnya.

Pengakuan dari pengusaha kapal itu, dibantah oleh Direktorat Polisi Air Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Dit Pol Air Polda Sumut), Kombes Pol Syamsul Badhar yang saat itu ikut menghadiri RDP. Dia mengatakan bahwa hal itu tidak benar. “Kami tidak ada menerima 600 ribu rupiah dari pemilik kapal seperti yang diterangkan oleh yang termaksud. Jadi itu tidak benar,” bantahnya.

Sekretaris Komisi B Aripay Tambunan yang memimpin RDP mengatakan bahwa kasus ini di RDP kan karena pelapor merasa keberatan dengan tidak adanya ketidakadilan hukum dan terkait Permen nomor 2 tahun 2015.”Jadi di Rapat terungkap bahwa ada 11 ribu Kapal yang masih menggunakan alat Tangkap Ikan Hela dan Trawl, jadi ini tugas pemerintah juga,” ujar Aripay.

Lebih lanjut politisi PAN ini mengatakan bahwa kasus yang digelar sekarang ini sudah P21 dan sudah ditahapan ke Kejaksaan. “Pihak kepolisian menyebutkan bahwa kasus ini sudah (P-21), jadi kita tidak bisa mengintervensi kepolisian. Kita akan menyurati Kejaksaan untuk segera memberikan Keadilan kepada Ibu Mariani,”pungkasnya.(dik/gus)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/