MEDAN, SUMUTPOS.CO -Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Medan menyesalkan penanganan pencegahan penyakit Demam Berdarah Dangue (DBD) di Kota Medan yang tidak berjalan secara efektif. Terlebih, kondisi itu mengakibatkan jumlah penyakit mematikan itu, ini cenderung meningkat setiap tahun, bahkan sampai ada penderita DBD yang meninggal dunia.
“Kalau pencegahan bisa berjalan efektif, tentu tidak akan terjadi hal seperti ini. Itulah yang kita sesalkan, karena DBD ini merupakan suatu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama, sehingga upaya pencegahannya, seharusnya dapat dilakukan secara maksimal, ” ungkap Ketua IDI Cabang Medan, dr Ramlan Sitompul SpTHT kepada Wartawan, Senin (23/1) di Medan.
Menurut Ramlan, DBD adalah suatu jenis penyakit yang sebetulnya dapat dikendalikan. Asalkan, fungsi Puskesmas dan Dinas Kesehatan, bisa berjalan baik dalam hal melakukan upaya pencegahannya.”Jika terus meningkat, tentu bisa menghabiskan uang negara. Karena pasien yang diobati, umumnya sudah memakai jasa layanan BPJS, Kesehatan,” tegasnya.
Seperti yang diketahui, salah seorang warga Perumahan Griya Martubung I Kelurahan Besar Kecamatan Medan Labuhan, Nazwa Binti Pulungan meninggal dunia di RS Colombia, Sabtu (21/1) lalu. Balita berusia 4 tahun 6 bulan ini dikabarkan meninggal dunia karena menderita DBD. Selain itu, saudaranya Alwi Ahmad Zayyan Pulungan (9) juga turut terkena DBD. Namun, siswa yang duduk di kelas III SD IT Nurul Azmi Medan ini, kini masih dirawat di RS Columbia.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, drg Usma Polita mengaku, akan segera melakukan fogging di kawasan rumah pasien tersebut. Sebab, sesuai SOP, foging baru dapat dilakukan apabila kasus DBD ada ditemukan dilingkungan masyarakat.”Besok akan kita lakukan foging disana. Tapi itu tergantung cuaca, jika tidak mendung, ” ujar Usma.
Namun Usma menegaskan, langkah yang paling tepat untuk mencegah wabah penyakit DBD ialah melakukan Pengendalian Sarang Nyamuk (PSN). Karenanya, Usma meminta agar masyarakat dapat melakukannya.”Selain itu, kalau ada yang sakit segera ke Puskesmas untuk mendapatkan pertolongan. Karena, perilaku sangat berpengaruh atas DBD ini,” tandas Usma.
Sebelumnya, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Sumatera Utara, jumlah penderita DBD di Sumut naik sebanyak 2.089 karena tahun 2015 jumlahnya 5.688 dengan 44 penderita meninggal dunia, sementara pada Januari hingga November 2016 jumlah kasus DBD 7.777 penderita dan 48 orang meninggal dunia. Berdasar hal itu, Ketua Jaringan Kesehatan Masyarakat (JKM) Sumut dr Delyuzar menilai Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), belum efektif, sehingga populasi nyamuk aedes aegypti dapat dengan mudah berkembang biak.
Dijelaskan Delyuzar, pemberantasan sarang nyamuk dapat memusnahkan larva perpindahan (jentik), hanya dapat dilakukan dengan PSN. Oleh karena itu, disebut Delyuzar kalau PSN seharusnya dapat diefektifkan. Namun, hal itu menurutnya bukan hanya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehata, melainkan juga semua pihak, khusus yang berhubungan langsung ke masyarakat.”Bukan hanya Dinas Kesehatan saja. Lurah dan Kepling juga harus ikut menggerakkan masyarakat untuk melakukan PSN, ” ujar Delyuzar lebih lanjut.
Sedangkan untuk di Kota Medan, sambung Delyuzar, PSN ini lebih memiliki tantangan yang jauh lebih besar ketimbang di daerah. Sebab, masyarakat kota yang cenderung lebih eksklusif bermasyarakat, sulit untuk diajak terlibat dalam pelaksanaan PSN. Karenanya, menurut Delyuzar jika masyarakat kota harus memiliki komunitas kelompok masyarakatnya, agar pemberantasan penyakit DBD ini dapat dilakukan secara efektif.
Disinggung soal foging, Delyuzar juga belum efektif. Disebutnya, hal itu karena foging baru dilakukan jika ditemukan kasus DBD. Selain itu, disebut Delyuzar jika foging hanya untuk membunuh nyamuk dewasa. Oleh karena itu, disebut Delyuzar jika PSN jika dilakukan efektif, akan sangat ampuh mengantisipasi DBD. (ain)