SUMUTPOS.CO – Selama 10 tahun Butet, 37, mengadu nasib ke Hongkong. Wanita asal Jawa itu pulang pada awal 2016.
Begitu sang istri pulang, Tongat, 40, senang karena kebutuhan biologisnya rutin terpenuhi, tanpa harus ‘jajan’ di jalanan.
Tongat menyadari kembalinya istri ke tanah air cukup membuat dia dan anaknya bahagia. Tongat ingin kehidupannya normal seperti awal-awal menikah.
“Pagi ada yang masakin, kalau pulang kerja ada yang mijitin. Tidur ada yang ngelonin. Yang normal-normal sajalah hidupnya seperti rumah tangga pada umumnya,” jelas Tongat di selasela sidang talak cerainya di Pengadilan Agama (PA) klas 1A Surabaya, Selasa (7/3).
Kehidupan normal rumah tangga itu sempat dirasakan Tongat hampir 8 tahunan. Pada tahun 2005 lalu, ada tetangga yang menawari Butet menjadi TKW ke Hongkong. Itu dilakukan karena Butet dan Tongat seringkali terjerat utang kepada tetangganya.
Tongat yang hanya bekerja sebagai tukang bangunan seringkali kekurangan uang.
Butet yang waktu itu masih muda berkalikali bekerja sebagai SPG. Namun, karena kebutuhan banyak dan Butet seringkali dipecat karena selalu banyak pelanggan toko yang ingin membookingnya maka tak ada pilihannya untuk berhenti bekerja. “Istri saya cukup seksi kok. Badannya bohai,” kata bapak satu anak itu.
Tahun 2016, Tongat akhirnya merelakan sang istri untuk berangkat ke Hongkong. Terlebih, Tongat dan Butet mulai tertekan karena rumahnya sedang digadaikan ke bank. Sedangkan ia tak ada uang untuk mencicil rumah.
“Selama 10 tahun istri kerja di Hongkong. Pulangnya kalau lebaran aja,” jelasnya.
Selama 10 tahun itu, Butet mengirim uang Rp 20 juta per bulan. Uang itu dibuat untuk memperbaiki rumah sampai membeli tanah di Bangkalan.
“Enaknya sih uang jalan. Enggak enaknya saya jarang ada yang ngelayani. Ya jajan tipistipis biar biologis terpenuhi,” jelasnya.
Dengan kembalinya sang istri, Tongat berharap bisa menikmati hari tua dengan cukup baik. Akan tetapi yang diharapkan jauh dari harapan.