MEDAN, SUMUTPOS.CO -Maraknya juru parkir (jukir) liar mengutip retribusi parkir di jalan nasional yang bersinggungan di Kota Medan, dinilai sangat merugikan Pemko Medan dari sisi pendapatan asli daerah (PAD). Dinas Perhubungan Kota Medan diminta gencar melakukan penertiban terhadap oknum jukir liar tersebut.
Anggota Komisi D DPRD Medan Parlauangan Simangunsong mengimbau kepada Dishub dan aparat kepolisian agar saling sinergi memberantas oknum jukir liar tersebut di jalan nasional. Apalagi, kondisi ini sudah lama membuat masyarakat resah.”Gak baik kalau saling tolak-menolak tugas begitu. Lebih bagus saling berkoordinasi untuk memberantas oknum-oknum jukir itu,” tegasnya.
Politisi Demokrat ini menambahkan, pengawasan terhadap potensi PAD dari sektor parkir perlu ditingkatkan. Sebab selama ini target tersebut tidak berhasil dipenuhi oleh Dishub, dengan banyaknya kebocoran yang terjadi. “Padahal PAD dari sektor itu sangat membantu buat pembangunan Kota Medan. Sayang disayangkan bila target itu tidak tercapai lagi tahun ini,” ujarnya.
Pengamat Pemerintahan Universitas Sumatera Utara Agus Suriadi menilai, keberadaan jukir liar di Medan memang semakin meresahkan, namun tetap berjalan tanpa ada upaya penertiban. Dishub diminta agar Dishub lebih gencar dan agresif lagi melakukan penertiban.”Uang yang beredar dari pengutipan parkir-parkir liar ini tidak sedikit. Apalagi umumnya para jukir liar menetapkan tarif atas. Kita berhenti sebentar saja, sepeda motor sudah dikenakan Rp2.000. Jika ditotal berapa uang yang masuk. Kemana uang-uang tersebut,” katanya.
Selain merugikan Pemko dalam hal retribusi parkir, jukir liar ini juga menimbulkan kemacetan di mana-mana. Pasalnya, mereka juga menggunakan badan jalan atau tempat-tempat yang tidak boleh parkir.”Anehnya, sebagian dari mereka ada yang memakai rompi oranye. Seolah-olah mereka petugas resmi. Sebagian besar lainnya hanya menggunakan pakaian bebas dan tanpa dilengkapi tanda pengenal,” kata dosen Fisipol USU ini.
Dikatakannya, berbicara parkir di Kota Medan memang tak terlepas dari organisasi masyarakat (ormas) atau organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP). Ia menambahkan, menjalin kerjasama dengan ormas, OKP atau pihak manapun tidak menjadi masalah. Namun terpenting, tender lahan parkir harus transparan kemudian ada perjanjian hitam di atas putih.
MEDAN, SUMUTPOS.CO -Maraknya juru parkir (jukir) liar mengutip retribusi parkir di jalan nasional yang bersinggungan di Kota Medan, dinilai sangat merugikan Pemko Medan dari sisi pendapatan asli daerah (PAD). Dinas Perhubungan Kota Medan diminta gencar melakukan penertiban terhadap oknum jukir liar tersebut.
Anggota Komisi D DPRD Medan Parlauangan Simangunsong mengimbau kepada Dishub dan aparat kepolisian agar saling sinergi memberantas oknum jukir liar tersebut di jalan nasional. Apalagi, kondisi ini sudah lama membuat masyarakat resah.”Gak baik kalau saling tolak-menolak tugas begitu. Lebih bagus saling berkoordinasi untuk memberantas oknum-oknum jukir itu,” tegasnya.
Politisi Demokrat ini menambahkan, pengawasan terhadap potensi PAD dari sektor parkir perlu ditingkatkan. Sebab selama ini target tersebut tidak berhasil dipenuhi oleh Dishub, dengan banyaknya kebocoran yang terjadi. “Padahal PAD dari sektor itu sangat membantu buat pembangunan Kota Medan. Sayang disayangkan bila target itu tidak tercapai lagi tahun ini,” ujarnya.
Pengamat Pemerintahan Universitas Sumatera Utara Agus Suriadi menilai, keberadaan jukir liar di Medan memang semakin meresahkan, namun tetap berjalan tanpa ada upaya penertiban. Dishub diminta agar Dishub lebih gencar dan agresif lagi melakukan penertiban.”Uang yang beredar dari pengutipan parkir-parkir liar ini tidak sedikit. Apalagi umumnya para jukir liar menetapkan tarif atas. Kita berhenti sebentar saja, sepeda motor sudah dikenakan Rp2.000. Jika ditotal berapa uang yang masuk. Kemana uang-uang tersebut,” katanya.
Selain merugikan Pemko dalam hal retribusi parkir, jukir liar ini juga menimbulkan kemacetan di mana-mana. Pasalnya, mereka juga menggunakan badan jalan atau tempat-tempat yang tidak boleh parkir.”Anehnya, sebagian dari mereka ada yang memakai rompi oranye. Seolah-olah mereka petugas resmi. Sebagian besar lainnya hanya menggunakan pakaian bebas dan tanpa dilengkapi tanda pengenal,” kata dosen Fisipol USU ini.
Dikatakannya, berbicara parkir di Kota Medan memang tak terlepas dari organisasi masyarakat (ormas) atau organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP). Ia menambahkan, menjalin kerjasama dengan ormas, OKP atau pihak manapun tidak menjadi masalah. Namun terpenting, tender lahan parkir harus transparan kemudian ada perjanjian hitam di atas putih.