Kota Suzhou, Provinsi Jiangsu, memiliki peran penting bagi ekspedisi Cheng Ho. Dari pelabuhan di kota itulah armada Laksamana Cheng Ho dengan segala kebesarannya memulai ekspedisi ke berbagai belahan dunia.
—–
SUZHOU merupakan salah satu kota paling tua di sepanjang Sungai Yangtze. Peradaban di kota tersebut sudah berlangsung lebih dari 2.500 tahun. Tak heran bila hampir semua penguasa Tiongkok memanfaatkan kota itu untuk memperkuat posisinya. Entah dari sisi ekonomi (perdagangan) maupun pertahanan (militer).
Pada masa Dinasti Ming, Kota Suzhou dengan pelabuhan Taicang-nya juga menjadi penentu kesuksesan mereka. Di situlah home port armada Laksamana Cheng Ho yang hendak berangkat memulai ekspedisi panjang.
”Sejak sebelum zaman Cheng Ho, pusat perdagangan laut itu di Taicang, bukan di Shanghai,” kata Presiden Komunitas Peneliti Cheng Ho Internasional Tan Ta Sen. ”Bahkan, dahulu dermaga ini disebut sebagai dermaga enam negara,” tambahnya.
Enam negara memanfaatkan dermaga Taicang untuk perdagangan lintas negara. Mereka adalah Jepang, Korea, Champa (kini Vietnam), Malaka, Ryukyu Islands (sekarang masuk wilayah Jepang), dan Tiongkok sendiri.
Dermaga itu secara geografis memang sangat strategis. Dari Sungai Yangtze yang lebar, kapal bisa langsung melaju ke perairan lepas di tenggara Tiongkok.
Letaknya yang tak terlalu jauh dari galangan kapal Longjiang di Nanjing juga menjadi salah satu hal yang membuat Cheng Ho memakai Taicang sebagai basis militer. ”Jadi, mata rantai persiapan ekspedisi bisa dilakukan dengan matang,” paparnya.
Menurut Tan Ta Sen, persiapan armada dimulai dari Nanjing. Di sana ada galangan kapal bernama Longjiang. Di tempat itu ratusan kapal ukuran raksasa yang digunakan untuk ekspedisi Cheng Ho dibuat. Logistik juga disiapkan di Nanjing. Termasuk pelatihan penerjemah 17 bahasa.
Kapal-kapal kayu berukuran raksasa itu begitu keluar dari galangan Longjiang langsung dibawa ke Suzhou melewati Sungai Yangtze. ”Yang lalu lalang di Nanjing kebanyakan kapal feeder (kapal dengan kapasitas kecil, Red). Sebab, kapal-kapal besar yang baru selesai dibuat langsung disandarkan di Taicang,” ucap Tan.
Kapal-kapal feeder itulah yang mengangkut manusia dan barang untuk dibawa ke kapal yang sudah bersiap di Taicang. ”Kira-kira seperti itu gambaran singkatnya,” ungkapnya.
Bukan hanya keberadaan Sungai Yangtze yang membuat strategis Suzhou. Tapi juga kanal sepanjang 1.800 km yang menghubungkan ibu kota kekaisaran (Istana Kota Terlarang) di Beijing ke Nanjing, kemudian tersambung ke Suzhou.
Saat ini Taicang masih berfungsi sebagai pelabuhan. Meski sudah tidak sepenting dulu. Sekarang sudah kalah oleh Shanghai. Untuk transportasi, hanya ada kapal feri untuk menyeberangkan orang antarsisi Sungai Yangtze.
Transportasi air memang bukan lagi andalan. Sebab, pemerintah Tiongkok kini memberikan alternatif yang lebih menarik. Yakni, kereta cepat. Dari Nanjing ke Suzhou hanya butuh waktu 1 jam 15 menit. Sedangkan dari Shanghai hanya butuh waktu setengah jam.
Pesawat terbang? Tidak akan laku. Sebab, di Tiongkok tidak berlaku aturan ”datang ke bandara satu jam sebelum keberangkatan”. Sebab, saking ketatnya pemeriksaan, datang ke bandara dua jam lebih awal saja sebenarnya sudah mepet. Habis waktu di pemeriksaan, padahal penerbangan Nanjing–Suzhou paling hanya 20 menit. Maka, satu-satunya alternatif paling baik adalah kereta cepat.
Di bekas pelabuhan tempat bersandar kapal-kapal Cheng Ho itu kini juga dibangun Taman Nasional Cheng Ho. Beragam koleksi terkait sang laksamana disimpan di tempat tersebut.