29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Taksi Online Legal, Omzet Pengemudi Betor Tergerus

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO PENGENDARA BETOR_Puluhan pengemudi betor dari Solidaritas Angkutan Transportasi Umum dan Becak Bermotor (SATU) mengikuti aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Perhubungan Sumut Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (23/5). Para pengemudi betor memprotes keberadaan transportasi berbasis “online” karena mempengaruhi penghasilan mereka.

MEDAN, SUMUTPOSCO – Dilegalkannya taksi online oleh pemerintah, membuat nasib pengemudi becak bermotor (betor) semakin terancam. Pasalnya, dengan beroperasinya taksi online, penghasilan mereka bakal semakin tergerus.

Selama ini, para pengemudi betor yang paling menolak keberadaan taksi online beroperasi di Kota Medan. Mereka merasa, keberadaan taksi online telah menggerus penghasilan mereka sehingga kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Ali, seorang pengemudi betor yang kerap mangkal di Stasiun Kereta Api Medan menyebutkan, ribut-ribut mereka beberapa bulan lalu dengan driver Gojek dan Grab Car terjadi karena omset mereka berkurang. Kini dengan semakin dilegalkannya keberadaan taksi online di jalanan, dia sebagai penarik betor mengaku, penghasilannya semakin berkurang.

“Ya mau bagaimana lagi? Kalau katanya mau dilegalkan, kami ya pasrah saja. Kalau bisa pemerintah membuat regulasi yang menyelamatkan kami juga,” ungkap Ali kepada Sumut Pos, Kamis (3/8).

Menurut Ali, sejak keberadaan taksi online makin digandrungi karena harganya yang murah, pengguna jasa betor beralih. Hasilnya, kata pria yang berusia 40 tahunan ini, untuk mencari seorang penumpang untuk menggunakan jasa mereka dalam sehari sangat sulit.

“Itulah yang kami kesalkan. Jangankan untuk dibawa pulang, untuk setoran ke pemilik becak saja payah. Masih syukur yang punya becak sendiri, bisalah Rp20-30 ribu dibawa pulang,” ungkap Ali.

Hal ini pula yang dikatakan koordinator Solidaritas Anggkutan Transportasi Umum (SATU), Johan Merdeka. Menurutnya, masalah utama soal keberadaan taksi online bukan sebatas masalah perizinan mereka. Masalah yang paling mendasar adalah keberadaan mereka yang menyingkirkan angkutan umum konvensional, khususnya betor.

“Pada dasarnya kita bukan anti-teknologi, tapi keberadaan taksi-taksi online bukan cuma masalah pelegalan saja. Maunya pemerintah membuat regulasi yang mendukung semua pihak. Lihat saja banyak tukang becak yang menurun pemasukannya semenjak ada taksi online,” ungkapnya.

Menurutnya, bila memang demikian, pemerintah melegalkan keberadaan taksi online perlu dibuat trayek atau pembagian wilayahnya. “Jadi ke depan keberadaan taksi online akan bisa berdampingan dengan keberadaan angkutan massal konvensional lainnya,” pungkas Johan.(dvs/adz)

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO PENGENDARA BETOR_Puluhan pengemudi betor dari Solidaritas Angkutan Transportasi Umum dan Becak Bermotor (SATU) mengikuti aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Perhubungan Sumut Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (23/5). Para pengemudi betor memprotes keberadaan transportasi berbasis “online” karena mempengaruhi penghasilan mereka.

MEDAN, SUMUTPOSCO – Dilegalkannya taksi online oleh pemerintah, membuat nasib pengemudi becak bermotor (betor) semakin terancam. Pasalnya, dengan beroperasinya taksi online, penghasilan mereka bakal semakin tergerus.

Selama ini, para pengemudi betor yang paling menolak keberadaan taksi online beroperasi di Kota Medan. Mereka merasa, keberadaan taksi online telah menggerus penghasilan mereka sehingga kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Ali, seorang pengemudi betor yang kerap mangkal di Stasiun Kereta Api Medan menyebutkan, ribut-ribut mereka beberapa bulan lalu dengan driver Gojek dan Grab Car terjadi karena omset mereka berkurang. Kini dengan semakin dilegalkannya keberadaan taksi online di jalanan, dia sebagai penarik betor mengaku, penghasilannya semakin berkurang.

“Ya mau bagaimana lagi? Kalau katanya mau dilegalkan, kami ya pasrah saja. Kalau bisa pemerintah membuat regulasi yang menyelamatkan kami juga,” ungkap Ali kepada Sumut Pos, Kamis (3/8).

Menurut Ali, sejak keberadaan taksi online makin digandrungi karena harganya yang murah, pengguna jasa betor beralih. Hasilnya, kata pria yang berusia 40 tahunan ini, untuk mencari seorang penumpang untuk menggunakan jasa mereka dalam sehari sangat sulit.

“Itulah yang kami kesalkan. Jangankan untuk dibawa pulang, untuk setoran ke pemilik becak saja payah. Masih syukur yang punya becak sendiri, bisalah Rp20-30 ribu dibawa pulang,” ungkap Ali.

Hal ini pula yang dikatakan koordinator Solidaritas Anggkutan Transportasi Umum (SATU), Johan Merdeka. Menurutnya, masalah utama soal keberadaan taksi online bukan sebatas masalah perizinan mereka. Masalah yang paling mendasar adalah keberadaan mereka yang menyingkirkan angkutan umum konvensional, khususnya betor.

“Pada dasarnya kita bukan anti-teknologi, tapi keberadaan taksi-taksi online bukan cuma masalah pelegalan saja. Maunya pemerintah membuat regulasi yang mendukung semua pihak. Lihat saja banyak tukang becak yang menurun pemasukannya semenjak ada taksi online,” ungkapnya.

Menurutnya, bila memang demikian, pemerintah melegalkan keberadaan taksi online perlu dibuat trayek atau pembagian wilayahnya. “Jadi ke depan keberadaan taksi online akan bisa berdampingan dengan keberadaan angkutan massal konvensional lainnya,” pungkas Johan.(dvs/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/