26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Lempar 1.359 Sege, Festival Budaya Lembah Baliem Pecahkan Dua Rekor

Festival Budaya Lembah Baliem memecahkan dua rekor, yakni Indonesia dan rekor dunia. Dua-duanya untuk pelemparan lebih dari 1.359 sege.

WAMENA, SUMUTPOS.CO – Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) langsung on fire. Sejak pembukaan, Selasa (8/8), sudah ada dua rekor yang dipecahkan di Festival Budaya Lembah Baliem. Satunya Rekor Indonesia. Satunya lagi rekor dunia. Dua-duanya untuk pelemparan lebih dari 1.359 sege.

Sepanjang 28 kali perhelatan FBLB, baru kali ini acara itu digelar. Dan tak hanya peserta laki-laki dari warga setempat yang dilibatkan. Wisatawan pun ikut berpartisipasi dalam pemecahan dua rekor itu. Sebanyak 1.359 lelaki membawa batang kayu panjang yang ujungnya runcing. Dan semuanya ikut lempar. Semua bersorak gembira.

Bukit-bukit di sekitar Walesi, Kabupaten Jayawijaya, Papua, tempat Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) dihelat, langsung bergema oleh sorakan ribuan orang yang ikut disambut sekitar 50 ribu wisatawan yang ikut menyaksikan. Apalagi, lemparan sege –sebutan kayu panjang nan runcing tadi–memecahkan dua rekor sekaligus. Rekor Indonesia dan dunia.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Jayawijaya Alpius Wetipo pun berharap, dengan adanya pencatatan rekor tersebut, sege makin dikenal masyarakat Indonesia dan wisatawan asing. Mengenalkan kebudayaan memang salah satu misi FBLB. ”FBLB tahun depan pasti ada yang baru lagi,” janjinya.

Sege sendiri merupakan salah satu senjata perang yang terbuat dari kayu hutan. Kayunya bisa apa saja. Yang penting, syaratnya harus memiliki panjang sekitar 2,5 meter. Dan Harus lurus. Diameternya pun tak bisa lebih dari 5 hingga 7 sentimeter.

Biasanya diberi cat warna hitam. Di beberapa suku, ada yang dihias dengan warna putih atau merah. Kadang juga diberi racun untuk membunuh buruan. Namun, di FBLB semua tombak dicat hitam. Selain itu, ujungnya tidak begitu runcing. Tidak ada racunnya.

Nah, yang bikin aksi pemecahan rekor ini menjadi menarik, lempar tombak tersebut harus dilakukan laki-laki. Pihak perempuan hanya menunggu dari luar area. ”Biasanya memang sege ini digunakan untuk laki-laki. Perempuan biasanya mengurusi dapur,” ucap Alpius.

Tantangannya datang dari jumlah pelempar sege. Dari 14 distrik yang tampil, lelakinya tidak mencapai seribu. Akhirnya, pada detik-detik akhir, panitia memutuskan untuk melibatkan wisatawan.

Suasana pembukaan Festival Budaya Lembah Baliem.

Pejabat tinggi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Drajat, Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI George Elnadus Supit, Perwakilan Pemprov  Papua, Bupati Jayawijaya John Wempi Wetipo, Wakil Bupati Jayawijaya John Banua dan wakil bupati Raja Ampat, seta Duta Besar Swiss, juga ikut ambil bagian dalam pelemparan sege ini.

”Ternyata, hasilnya bisa lebih dari seribu. Pelemparan Sege ini masuk Rekor Indonesia dengan nomor 3344/ORI/Agustus/2017 yang ditandatangani Agung Elvianto dan World Record Holders Republic (RHR) yang bermarkas di London. Catatan rekor itu dianugerahkan kepada Pemerintah Jayawijaya atas prestasi kreator prosesi lempar 1.000 tombak tradisional (sege) secara serentak,” ungkapnya.

Kegiatan FBLB yang berlangsung di Distrik Welesi itu akan berlangsung selama empat hari, terhitung sejak 8  hingga 11 Agustus 2017. Pejabat tinggi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Drajat mewakili kementerian pariwisata RI langsung menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bupati Jayawijaya yang telah menyelenggarakan acara ini.

“Ada nilai–nilai budaya masyarakat yang masih dipertahankan hingga saat ini, dalam 28 tahun pelaksanaan FBLB ini sudah merupakan even besar dan juga sebagai even nasional, sedangkan dari sisi ekonomi juga bisa mengangkat ekonomi masyarakat, sehingga even ini bisa mewujudkan apa yang diharapkan pemerintah pusat,” bebernya.

Bupati  Jayawijaya Jhon Wempi Wetipo  mengharapkan agar festival budaya Lembah Baliem yang mengangkat tema “The Art of war and Dance atau Seni Perang dan Tari” ini bisa menjadi momen untuk mempertahankan nilai nilai budaya luhur yang telah di turunkan oleh leluhur. “Ini festival tahunan, tentunya bisa di lestarikan oleh generasi muda yang ada di tanah ini,” kata Jhon Wempi Wetipo, Bupati Jayawijaya. (rel)

Festival Budaya Lembah Baliem memecahkan dua rekor, yakni Indonesia dan rekor dunia. Dua-duanya untuk pelemparan lebih dari 1.359 sege.

WAMENA, SUMUTPOS.CO – Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) langsung on fire. Sejak pembukaan, Selasa (8/8), sudah ada dua rekor yang dipecahkan di Festival Budaya Lembah Baliem. Satunya Rekor Indonesia. Satunya lagi rekor dunia. Dua-duanya untuk pelemparan lebih dari 1.359 sege.

Sepanjang 28 kali perhelatan FBLB, baru kali ini acara itu digelar. Dan tak hanya peserta laki-laki dari warga setempat yang dilibatkan. Wisatawan pun ikut berpartisipasi dalam pemecahan dua rekor itu. Sebanyak 1.359 lelaki membawa batang kayu panjang yang ujungnya runcing. Dan semuanya ikut lempar. Semua bersorak gembira.

Bukit-bukit di sekitar Walesi, Kabupaten Jayawijaya, Papua, tempat Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) dihelat, langsung bergema oleh sorakan ribuan orang yang ikut disambut sekitar 50 ribu wisatawan yang ikut menyaksikan. Apalagi, lemparan sege –sebutan kayu panjang nan runcing tadi–memecahkan dua rekor sekaligus. Rekor Indonesia dan dunia.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Jayawijaya Alpius Wetipo pun berharap, dengan adanya pencatatan rekor tersebut, sege makin dikenal masyarakat Indonesia dan wisatawan asing. Mengenalkan kebudayaan memang salah satu misi FBLB. ”FBLB tahun depan pasti ada yang baru lagi,” janjinya.

Sege sendiri merupakan salah satu senjata perang yang terbuat dari kayu hutan. Kayunya bisa apa saja. Yang penting, syaratnya harus memiliki panjang sekitar 2,5 meter. Dan Harus lurus. Diameternya pun tak bisa lebih dari 5 hingga 7 sentimeter.

Biasanya diberi cat warna hitam. Di beberapa suku, ada yang dihias dengan warna putih atau merah. Kadang juga diberi racun untuk membunuh buruan. Namun, di FBLB semua tombak dicat hitam. Selain itu, ujungnya tidak begitu runcing. Tidak ada racunnya.

Nah, yang bikin aksi pemecahan rekor ini menjadi menarik, lempar tombak tersebut harus dilakukan laki-laki. Pihak perempuan hanya menunggu dari luar area. ”Biasanya memang sege ini digunakan untuk laki-laki. Perempuan biasanya mengurusi dapur,” ucap Alpius.

Tantangannya datang dari jumlah pelempar sege. Dari 14 distrik yang tampil, lelakinya tidak mencapai seribu. Akhirnya, pada detik-detik akhir, panitia memutuskan untuk melibatkan wisatawan.

Suasana pembukaan Festival Budaya Lembah Baliem.

Pejabat tinggi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Drajat, Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI George Elnadus Supit, Perwakilan Pemprov  Papua, Bupati Jayawijaya John Wempi Wetipo, Wakil Bupati Jayawijaya John Banua dan wakil bupati Raja Ampat, seta Duta Besar Swiss, juga ikut ambil bagian dalam pelemparan sege ini.

”Ternyata, hasilnya bisa lebih dari seribu. Pelemparan Sege ini masuk Rekor Indonesia dengan nomor 3344/ORI/Agustus/2017 yang ditandatangani Agung Elvianto dan World Record Holders Republic (RHR) yang bermarkas di London. Catatan rekor itu dianugerahkan kepada Pemerintah Jayawijaya atas prestasi kreator prosesi lempar 1.000 tombak tradisional (sege) secara serentak,” ungkapnya.

Kegiatan FBLB yang berlangsung di Distrik Welesi itu akan berlangsung selama empat hari, terhitung sejak 8  hingga 11 Agustus 2017. Pejabat tinggi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Drajat mewakili kementerian pariwisata RI langsung menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bupati Jayawijaya yang telah menyelenggarakan acara ini.

“Ada nilai–nilai budaya masyarakat yang masih dipertahankan hingga saat ini, dalam 28 tahun pelaksanaan FBLB ini sudah merupakan even besar dan juga sebagai even nasional, sedangkan dari sisi ekonomi juga bisa mengangkat ekonomi masyarakat, sehingga even ini bisa mewujudkan apa yang diharapkan pemerintah pusat,” bebernya.

Bupati  Jayawijaya Jhon Wempi Wetipo  mengharapkan agar festival budaya Lembah Baliem yang mengangkat tema “The Art of war and Dance atau Seni Perang dan Tari” ini bisa menjadi momen untuk mempertahankan nilai nilai budaya luhur yang telah di turunkan oleh leluhur. “Ini festival tahunan, tentunya bisa di lestarikan oleh generasi muda yang ada di tanah ini,” kata Jhon Wempi Wetipo, Bupati Jayawijaya. (rel)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/