KANGERLUSSUAQ, GREENLAND, SUMUTOS.CO _ Permukaan laut naik semakin cepat dan mengancam kota-kota pesisir di seluruh dunia. Tingkat kenaikan yang semakin cepat itu antara lain disebabkan oleh perubahan yang terjadi di Arktik atau Kutub Utara yang baru mulai dipahami oleh para ilmuwan. Dari Greenland, wartawan VOA Steve Baragona melaporkan tentang bagaimana suhu yang semakin panas semakin mendorong pemanasan global.
Kutub Utara yang membeku mulai mencair, dan selagi mencair, mulailah tampak hidup.
Lapisan bawah tanah yang membeku, yang disebut permafrost di Kutub Utara mulai mencair, kata ahli ekologi dari Dartmouth Institute of Artic Studies, Ross Virginia.
“Lebih dari apa yang sebelumnya merupakan tanah beku, yang terkucil dari kehidupan, yang pada hakekatnya tidak aktif, pada dasarnya kini mulai hidup secara biologis,” kata Ross Virginia.
Seperti layaknya makhluk hidup, tanah juga bernafas. Para ilmuwan mengukur gas yang dihembuskan oleh bakteri dan jamur yang hidup dalam lapisan tanah yang hidup. Mereka mendapati bahwa mikroba menghasilkan karbon dioksida dan metana dalam jumlah yang mengkhawatirkan.
“Dan itu adalah gas rumah kaca yang mengkhawatirkan. Atmosfir semakin menghangat, dan akibatnya lebih banyak lapisan tanah beku yang mencair, yang memancarkan lebih banyak gas, yang semakin menyebabkan pemanasan,” jelasnya.
Itu hanyalah salah satu lingkaran setan yang berputar lebih cepat seiring dengan memanasnya Kutub Utara.
Masalah lain terjadi pada es, kata ilmuwan atmosfer Jim McQuaid dari University of Leeds.
“Salju yang cerah memantulkan sinar matahari sehingga tidak meleleh sebegitu saja, tetapi begitu mulai menghitam, sedikit saja lebih hitam, maka kecepatan melelehnya akan meningkat,” jelas Jim McQuaid.
Dan lapisan es Greenland semakin menghitam.
Meskipun tampaknya terisolasi jauh dari bagian dunia lainnya, McQuaid mengatakan bahwa debu gurun, jelaga industri dan asap dari kebakaran hutan berhembus dari tempat-tempat yang jauh sampai ke Greenland.
Jim McQuaid adalah anggota tim yang mempelajari bagaimana partikel-partikel hitam itu berinteraksi dengan mikroba yang tumbuh dalam es.
Mikroba menghasilkan pigmen gelap untuk melindungi diri dari sengatan sinar matahari. McQuaid mengatakan mikroba, debu dan jelaga berubah menjadi gumpalan yang memberikan tanda bahaya dalam es.
“Gumpalan-gumpalan itu semakin hitam dan mulai menghangat, dan akan menjadi salju atau es. Begitu satu bagian meleleh, maka bagian lain akan meleleh, dan kemudian semuanya akan meleleh, dan akhirnya terbentuklah air,” jelas Jim McQuaid.
Semakin banyak es yang meleleh menjadi air, semakin banyak pula mikroba yang bisa tumbuh di dalamnya, dan keadaan demikian akan menyebabkan lebih banyak lapisan tanah beku yang meleleh.
Para ilmuwan belum mengetahui seberapa besar dampak dari siklus demikian. Namun, Ross Virginia mengatakan bahwa para periset selama ini terlena karena perubahan itu terjadi semakin cepat. (Voa)