JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Masa pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2019 berakhir tadi malam. Hasilnya, ada 24 partai yang mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Terdiri dari 12 partai lama atau peserta pemilu 2014, dan 12 partai penantang baru.
Angka tersebut jauh lebih rendah dibanding jumlah partai politik pemilik badan hukum di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang mencapai 73 partai. Tak hanya itu, dibandingkan pendaftar 2014 lalu yang berjumlah 46 partai, capaian periode ini hanya setengahnya.
Saat dikonfirmasi, Ketua KPU RI Arief Budiman enggan berspekulasi terkait penyebab minimnya jumlah partai yang mendaftar. Menurutnya, itu menjadi fakta dari proses yang dijalani saat ini. “Itu jangan tanyakan ke saya,” ujarnya di Kantor KPU RI, Jakarta tadi malam.
Namun Arief menegaskan, sebagai penyelenggara, pihaknya sudah membuka akses pendaftaran seluas-luasnya. Mulai dari sosialisasi melalui berbagai media, hingga bimbingan teknis pendaftaran kepada partai-partai yang dilakukan lebih dari tiga kali.
Arief juga membantah jika penggunaan Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) sebagai penyebab menurunnya jumlah partai. Sebab, lanjutnya, penginputan data secara digital justru memudahkan, dibanding dengan melakukan secara print manual.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan menambahkan, pasca penutupan pendaftaran, pihaknya akan melakukan evaluasi. Pasalnya, dari 24 yang mendaftar, baru 10 partai saja yang berkasnya dinyatakan lengkap hingga tadi malam. Sementara sisanya masih harus dilakukan proses penelitian lebih lanjut.
Terkait nasib partai yang belum lengkap, pihaknya akan mengambil kebijakan setelah proses pengecekan selesai dilakukan. “Pengalaman kemarin itu paling cepat 6 jam sampai 10 jam (meneliti berkas satu partai), jadi kira-kira besok sudah bisa diketahui,” ujarnya.
Jika berkas dokumen lengkap, maka KPU akan melanjutkan ke tahap penelitian administrasi. Sementara jika tidak, maka KPU akan menyatakan tidak memenuhi syarat.
Untuk diketahui 10 partai sudah dinyatakan lengkap dokumennya adalah Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Nasional Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera. Selain itu, ada dua partai baru yakni Partai Solidaritas Indonesia dan Partai Perindo.
Sementara itu, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, penurunan jumlah partai pendaftar bukanlah sebuah persoalan. Pasalnya, kualitas demokrasi tidak ditentukan oleh jumlah, melainkan kualitas partai.
Sebaliknya, lanjut Fadli, hal itu menunjukkan jika sistem yang ada menjadi seleksi alam yang baik. Sebab, partai yang terlibat dalam pemilu nantinya benar-benar kuat dan memiliki kepengurusan yang jelas. “Karena partai yang seharusnya mengikuti pemilu itu adalah partai yang mapan dan kuat secara organisatoris baik kepengurusan dan juga aspek-aspek lainnya,” ujarnya.
Oleh karena itu, Fadli menilai penggunaan SIPOL sebagai sesuatu yang positif. Karena teknologi itu pula, partai tidak memiliki kesempatan untuk memanipulasi berkas persyaratan. “Kalau mereka tidak punya basis keanggotaan, tidak punya kepengurusan yang aktif, otomatis mereka tidak bisa berbuat apa-apa,” imbuhnya.
Terpisah, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja memiliki pendapat berbeda. Dia menilai, menurunnya jumlah partai menunjukkan jika Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) menjadi pembatas. “Berarti SIPOL membuat adanya barier untuk masuk (daftar),” ujarnya.
Namun, pihaknya enggan berkomentar lebih jauh apakah ada proses yang salah yang ditetapkan KPU atau tidak. Jajarannya akan melakukan evaluasi pasca proses pendaftaran benar-benar selesai. “Kita akan lihat kelanjutannya seperti apa,” ujarnya.