SURABAYA – Nasib Persebaya kian di ujung tanduk. Jika tak juga berhasil merampungkan konflik internal, bisa jadi klub berjuluk Green Force itu benar-benar tak bisa mengikuti kompetisi PSSI lagi. Ini karena PSSI memberikan batas waktu kepada klub-klub yang berkonflik untuk menyelesaikannya hingga besok (5/9).
Maklum, persoalan itu tak lagi menjadi masalah bagi Persebaya. Sebab, PSSI akan membawa kasus itu ke AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia) besok. “Kami akan berkonsultasi kepada AFC tentang klub-klub yang mengalami dualisme, termasuk Persebaya,” kata Sihar Sitorus, ketua komite kompetisi PSSI, yang dihubungi Jawa Pos (Grup Sumut Pos). Selain Persebaya, klub yang masih menyisakan problem serupa adalah Arema dan Persija.
Ancaman absen dari kompetisi itu tak ditutupi Sihar. “Nama besar klub bukan jaminan. Kalau klub tersebut memang bermasalah, tugas mereka untuk menuntaskan lebih dahulu,” kata dia.
Sejak awal PSSI sudah berpesan kepada dua kubu itu untuk duduk satu meja merampungkan konflik yang berkembang. Nyatanya mediasi tak juga dilakukan sampai saat ini. Usaha Ketua Pengprov PSSI La Nyalla Mahmud Mattalitti untuk mempertemukan dua pihak yang berseteru di Hotel Singgasana pada 28 Agustus lalu juga gagal. Maklum undangan tak sampai kepada kedua pihak. Waktu itu pertemuan hanya diikuti oleh beberapa klub dan bukannya dua pucuk pimpinan Persebaya. Wishnu Wardhana, ketua umum Persebaya divisi utama datang sebagai wakil sakti, sedangkan Cholid Goromah yang memimpin Pengkot PSSI Surabaya di pihak lain mengaku tak menerima undangan.
Usai musyawarah anggota luar biasa (musanglub) Persebaya pada 10 Agustus lalu, konflik Persebaya mulai merebak. Musanglub tersebut melengserkan Wishnu sebagai ketua umum dan mendudukkan Cholid sebagai pengganti. Sebanyak 29 klub dari 30 anggotanya menyatakan kesepakatan. Musanglub itu sekaligus mengakui PT persebaya sebagai badan legal Persebaya pada kompetisi PSSI. (vem/ko/jpnn)