JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Kendati belum mengumumkan secara resmi, presiden Joko Widodo (Jokowi) hampir dipastikan maju kembali di pemilihan presiden (Pilprejs) 2019 mendatang. Hal itu dapat dilihat dari dukungan sejumlah partai politik (parpol) pendukung pemerintah.
Namun, sampai saat ini, mantan Gubernur DKI Jakarta itu masih belum menentukan siapa yang akan menjadi calon pendampingnya. Karena Wapres JK sudah memberi sinyal untuk tak maju lagi. Lantas kriteria seperti apa yang tepat untuk menjadi cawapres Jokowi?
Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengungkapkan, dirinya menyebut setidaknya ada tiga kriteria yang pantas untuk mendampingi Jokowi.
Kriteria pertama, kata Pangi, sosok pendamping Jokowi harus berasal dari partai politik. Sebab, hal itu digunakan untuk mendulang kekuatan elektoral pada barisannya.
“Dia (cawapres Jokowi) punya partai atau tidak. Ini penting untuk mendulang elektoral,” kata Pangi di Restoran Gado-Gado Boplo, Jakarta, Minggu (11/2).
Lebih lanjut, Pangi mengungkapkan, pertimbangan kedua yang harus diperhatikan Jokowi adalah soal amunisi. Artinya, calon pendampingnya harus memiliki uang untuk dapat bersama-sama membiayai kampanye.
Pasalnya, saat ini biaya politik di Indonesia masih cenderung sangat mahal. Bahkan, untuk biaya saksi di tempat pemungutan suara (TPS) saja dapat merogoh kocek hingga ratusan milyaran rupiah.
“Karena pilkada kita high cost, untuk calon bupati aja minimal Rp 15 Miliar. Ongkos pilpres tentunya bisa sampai Rp 15 triliun,” ungkapnya.
Terakhir, kata Pangi, sosok pendamping itu harus dapat memberikan suntikan elektoral yang besar. Diantaranya, harus dapat melengkapi dari sisi elektabilitas, popularitas maupun aksepbilitas.
“Kalau misalnya dia cukup dikenal tapi tidak disukai tidak bisa dipilih, jadi harus punya akar rumput yang kuat,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Pangi mengingatkan, agar Jokowi untuk tidak salah langkah dalam memilih calon pendampingnya. Sebab, kesalahan itu akan menyebabkan runtuhnya harapan anak buah Megawati itu untuk merebut kursi orang nomor satu di Indonesia untuk kali kedua.
“Kalau sampai salah ambil wakil ya bisa blunder, bunuh diri dan bisa di salip oleh lawan lain,” pungkasnya. (aim/JPC/SMG)