25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Peluang JK Tertutup

Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Peluang Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali menjadi calon wakil presiden pendamping Joko Widodo pada Pemilu 2019 mulai tertutup. Pasalnya, partai pendukung Jokowi sudah menyepakati satu nama bakal cawapres, di saat uji materi UU Pemilu tentang masa jabatan presiden-wakil presiden belum diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menyampaikan, sangat wajar jika Presiden Jokowi dan partai pendukungnya sudah menetapkan satu nama cawapres dalam pertemuan di Istana Bogor, Senin (23/7). Menurutnya, waktu sangat berharga dalam politik sehingga sulit jika harus menunggu MK memutuskan uji materi UU Pemilu tentang masa jabatan presiden-wakil presiden yang diajukan Partai Perindo.

“Yang namanya politik enggak bisa menunggu. Karena ada batas waktu pendaftaran pada 4-10 Agustus 2018,” ungkap Ujang, Selasa (24/7).

“Kalau misalnya sekarang Pak JK sedang uji materi dan ketinggalan gerbong, ya tidak masalah, karena kepemimpinan tidak terpatok pada satu orang JK,” sambungnya.

Ujang menyampaikan, agar terjadi regenerasi politik yang baik, maka sebaiknya semua pihak menghormati keinginan

JK pensiun dari panggung politik. Sesuai Pasal 7 UUD 1945, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. “Kepemimpinan nasional harus dibuka secara umum, jangan berkutat pada orang-orang itu saja,” kata Ujang.

Atas alasan itu, Ujang mendukung masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi. Hal ini juga terjadi di banyak negara lain. “Kalau nanti MK mengabulkan wapres bisa 3 kali, maka sistem ketatanegaraan kita bisa berubah,” ujarnya.

“Kan ada jabatan lain yang lebih terhormat. JK kan orang hebat, artinya di manapun ia bisa berada, tidak harus jadi wapres lagi,” imbuh Ujang.

Secara terpisah, peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Bivitri Susanti menilai, argumentasi kuasa hukum JK mengenai masa jabatan wakil presiden bisa lebih dari 2 periode sangat keliru. Karena dalam undang-undang sudah jelas tertulis jabatan presiden-wakil presiden dibatasi 2 periode. “Sudah luar biasa jelas, jabatan presiden-wakil presiden harus dibatasi. Kalau dipisahkan seperti argumen JK dan kuasa hukum, tidak tepat secara konstitusional,” katanya.

Kuasa hukum JK, Irmanputra Sidin menyatakan, frasa dalam Pasal 7 UUD 1945 harus diperjelas, hingga JK bersedia menjadi pihak terkait. Ia menilai, frasa satu kali masa jabatan itu hanya untuk jabatan presiden. “Frasa hanya satu kali masa jabatan itu hanya frasa untuk pemegang kekuasaan jabatan presiden, bukan untuk wakil presiden,” jelasnya, Jumat (20/7) lalu.

Menanggapi itu, Bivitri menyatakan, presiden dan wakil presiden adalah satu kelembagaan, lembaga kepresidenan. Ia tidak sepakat dengan pendapat JK dan kuasa hukumnya, karena presiden dan wakil presiden adalah satu kesatuan yang sama-sama punya pengaruh, pemilihannya pun satu paket, dan posisi wapres bukan seperti menteri. “Kalau terpisah, sistem ketatanegaraan kita jadi kacau. Di mana pun di negara seluruh dunia itu, memang dalam satu paket presiden-wakil presiden, enggak dipisah,” pungkasnya. (rel/saz)

Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Peluang Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali menjadi calon wakil presiden pendamping Joko Widodo pada Pemilu 2019 mulai tertutup. Pasalnya, partai pendukung Jokowi sudah menyepakati satu nama bakal cawapres, di saat uji materi UU Pemilu tentang masa jabatan presiden-wakil presiden belum diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menyampaikan, sangat wajar jika Presiden Jokowi dan partai pendukungnya sudah menetapkan satu nama cawapres dalam pertemuan di Istana Bogor, Senin (23/7). Menurutnya, waktu sangat berharga dalam politik sehingga sulit jika harus menunggu MK memutuskan uji materi UU Pemilu tentang masa jabatan presiden-wakil presiden yang diajukan Partai Perindo.

“Yang namanya politik enggak bisa menunggu. Karena ada batas waktu pendaftaran pada 4-10 Agustus 2018,” ungkap Ujang, Selasa (24/7).

“Kalau misalnya sekarang Pak JK sedang uji materi dan ketinggalan gerbong, ya tidak masalah, karena kepemimpinan tidak terpatok pada satu orang JK,” sambungnya.

Ujang menyampaikan, agar terjadi regenerasi politik yang baik, maka sebaiknya semua pihak menghormati keinginan

JK pensiun dari panggung politik. Sesuai Pasal 7 UUD 1945, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. “Kepemimpinan nasional harus dibuka secara umum, jangan berkutat pada orang-orang itu saja,” kata Ujang.

Atas alasan itu, Ujang mendukung masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi. Hal ini juga terjadi di banyak negara lain. “Kalau nanti MK mengabulkan wapres bisa 3 kali, maka sistem ketatanegaraan kita bisa berubah,” ujarnya.

“Kan ada jabatan lain yang lebih terhormat. JK kan orang hebat, artinya di manapun ia bisa berada, tidak harus jadi wapres lagi,” imbuh Ujang.

Secara terpisah, peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Bivitri Susanti menilai, argumentasi kuasa hukum JK mengenai masa jabatan wakil presiden bisa lebih dari 2 periode sangat keliru. Karena dalam undang-undang sudah jelas tertulis jabatan presiden-wakil presiden dibatasi 2 periode. “Sudah luar biasa jelas, jabatan presiden-wakil presiden harus dibatasi. Kalau dipisahkan seperti argumen JK dan kuasa hukum, tidak tepat secara konstitusional,” katanya.

Kuasa hukum JK, Irmanputra Sidin menyatakan, frasa dalam Pasal 7 UUD 1945 harus diperjelas, hingga JK bersedia menjadi pihak terkait. Ia menilai, frasa satu kali masa jabatan itu hanya untuk jabatan presiden. “Frasa hanya satu kali masa jabatan itu hanya frasa untuk pemegang kekuasaan jabatan presiden, bukan untuk wakil presiden,” jelasnya, Jumat (20/7) lalu.

Menanggapi itu, Bivitri menyatakan, presiden dan wakil presiden adalah satu kelembagaan, lembaga kepresidenan. Ia tidak sepakat dengan pendapat JK dan kuasa hukumnya, karena presiden dan wakil presiden adalah satu kesatuan yang sama-sama punya pengaruh, pemilihannya pun satu paket, dan posisi wapres bukan seperti menteri. “Kalau terpisah, sistem ketatanegaraan kita jadi kacau. Di mana pun di negara seluruh dunia itu, memang dalam satu paket presiden-wakil presiden, enggak dipisah,” pungkasnya. (rel/saz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/