SUMUTPOS.CO – Mesir menghukum mati 75 warganya pada Sabtu, (28/7). Mereka yang dihukum mati sebelumnya ditangkap karena melakukan aksi damai pada Agustus 2013.
Protes dari berbagai lembaga HAM internasional pun mencuat lantaran putusan kontroversial tersebut. Seperti dilansir Ahram Online, beberapa orang di antara 75 terdakwa tersebut merupakan tokoh senior Ikhwanul Muslimin. Organisasi yang kini dilabeli teroris oleh Pemerintah Mesir.
Antara lain Essam El Erian, Mohamed Beltagy, dan Wagdy Ghoneim. Mereka dinilai menjadi otak dalam aksi duduk bersama selama sebulan tersebut.
Dalam putusan itu, 44 terdakwa menghadiri persidangan karena sudah ditangkap oleh aparat. Sedangkan 31 lainnya tak hadir. Meski demikian Pengadilan Kairo tetap menjatuhkan hukuman mati tersebut.
”Keputusan ini sangat tidak adil. Warga dijatuhi hukuman mati. Tapi, tidak satupun aparat yang diproses secara hukum. Saya khawatir pertimbangan mufti besar hanya formalitas,” ujar perwakilan Amnesty International, LSM HAM yang bermarkas di Inggris, kepada Al Jazeera seperti dilansir JPNN (Jawa Pos Grup).
Pakar Politik Maged Mandour mengatakan, kemungkinan perubahan keputusan itu sangat kecil. Sebab tidak ada terdakwa dalam kasus tersebut yang mendapatkan proses hukum yang adil.
”Pengadilan ini jelas sangat kental dengan politik. Tuduhan yang dikeluarkan sangat menggelikan dan sulit dibuktikan,” ujar Mandour.
Pemerintah Mesir tetap pada pendirian bahwa tindakan aparat sudah benar. Mereka mengatakan, aparat sudah mempersilakan pendemo agar pulang dengan teratur. Namun mereka mengklaim oknum dari Ikhwanul Muslimin malah menyerang aparat sehingga harus dihukum.
Beberapa jam setelah putusan tersebut, Twitter pun mulai ramai dengan tagar #LeaveSisi. Tagar itu menyinggung Presiden Abdel Fattah Al Sisi yang baru terpilih kembali Maret tahun ini agar turun dari jabatannya. Ia sangat benci dengan gerakan Ikhwanul Muslimin. (met/JPC)