MEDAN,SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sepatutnya menganggarkan dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) seiring peralihan pengelolaan sekolah tingkat menengah atas (SMA) sederajat dari kabupaten/kota sejak awal 2017 lalu. Pasalnya, Bosda sangat diperlukan untuk membantu kelancaran pendidikan para siswa SMA/SMK di daerah ini.
“Bosda merupakan pendamping untuk dana BOS dari pemerintah pusat, supaya pihak sekolah tak perlu mengutip iuran atau uang sekolah dari para siswa,” kata Andries Sibarani, salah seorang direktur di Tanri Abeng University Center of Excellence kepada wartawan di Medan, Minggu (7/10).
Saat itu, Andries bersama Effendi MS Simbolon, anggota DPR RI dari PDI Perjuangan yang juga Ketua Umum Punguan Simbolon dohot Boruna Indonesia (PSBI).
Menurut Andries, dana BOS dari pemerintah pusat dialokasikan hanya Rp1,4 juta per tahun untuk setiap siswa, sedangkan kebutuhannya mencapai Rp4 juta per siswa per tahun. Karena itu, katanya, Pemprov Sumut perlu menyediakan anggaran Bosda untuk menutupi kekurangan tersebut. “Kalau pun tidak seluruhnya tertutupi, setidaknya Pemprov Sumut bisa menambahkan anggaran BOS pemerintah pusat lewat Bosda,” kata calon anggota legislatif (Caleg) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk DPR RI dari Daerah Pemilihain (Dapil) Sumut II ini.
Dia mengingatkan, pengalokasian dana Bosda dalam APBD Sumut itu merupakan tanggung jawab moral pemerintah provinsi membangun dunia pendidikan di daerah ini, karena pengelolaan SMA/SMK sudah di tangan gubernur sejak awal 2017 lalu. “Tetapi sampai kini Sumut belum punya Bosda, karena itu banyak sekolah terutama SMA/SMK negeri masih memungut iuran atau uang sekolah dari para siswa padahal tidak wajib, sebagaimana diatur dalam Permendikbud No 75 Tahun 2016,” katanya.
Andries mengemukakan, pungutan uang sekolah tentu memberatkan bagi orangtua siswa di SMA/SMK Negeri karena mereka tahu sekolah negeri sudah dibiayai oleh negara. “Makanya sering ada penolakan dari para orangtua siswa untuk membayar uang sekolah tersebut, akibatnya kerap timbul konflik dengan pihak sekolah atau komite sekolah, sehingga dapat mengganggu proses belajar mengajar,” katanya.
Effendi Simbolon menambahkan, pemerintah provinsi di beberapa daerah sudah menganggarkan dana Bosda dalam APBD masing-masing sebagai pendamping BOS pemerintah pusat. Contohnya, dia menyebutkan, Riau menganggarkan Bosda hingga ratusan miliar rupiah setiap tahun sehingga sekolah tidak lagi mengutip iuran pendidikan atau uang sekolah dari para siswa. Demikian pula Jogjakarta dan daerah lain.
“Jakarta pun sudah menganggarkan Bosda sejak lama, tetapi entah kenapa Sumut masih tak punya Bosda sampai kini. Heran juga provinsi sebesar ini tak menganggarkan Bosda untuk membangun dunia pendidikannya,” kata Effendi yang diketahui maju kembali sebagai Caleg PDIP dari Dapil DKI Jakarta III.(adz)