Soal Pengangkatan 67 Ribu Pegawai Honorer Menjadi CPNS
MEDAN-Ketidaktegasan Pemerintah Pusat soal pengangkatan 67 ribu pegawai honorer membuka peluang bagi orang-orang yang mencari keuntungan. Praktik ‘jasa’ dengan senjata ‘katebelece’ dari ‘orang dalam’ pun dijual untuk menjerat honorer tersebut. Di Sumatera Utara, 223 honorer yang diajukan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) bukan berarti terbebas dari ‘calo kepegawaian’ yang dimaksud.
Setidaknya hal ini digarisbawahi oleh Kepala Bidang (Kabid) Pengadaan BKD Sumut Kaiman Turnip. Kepada Sumut Pos, Kamis (13/10), dia mengaku kalau menjadi korban praktik ‘calo kepegawaian’. Meski tidak menyebutkan data dengan jelas, Turnip mengatakan ada pihak-pihak yang ‘menjual’ namanya kepada beberapa honorer yang akan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Mungkin ini perlu ditulis. Sudah ada beberapa pihak yang mengatasnamakan saya, katanya bisa mempercepat pengangkatan dan meluluskan jadi CPNS pada penerimaan nanti. Itu tidak benar. Jangan mau tertipu, karena bakal akan dimanfaatkan oleh orang-orang itu,” tuturnya.
Namun, Turnip tidak mau mempermasalahkan hal itu. Dirinya hanya berharap kepada para honorer atau siapa saja jangan sampai tertipu dengan akal-akalan semacam itu. Dirinya mengaku soal pengangkatan honorer masih menunggu instruksi dari Pusat. Pasalnya, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) atas yang mengatur masalah tersebut, hingga kini belum diterima oleh Pemerintah Daerah. “Waktu itu memang katanya di Oktober ini. Tapi sampai sejauh ini, RPP nya saja belum kita terima. Jadi, kita juga nggak bisa berkomentar banyak soal itu,” katanya.
Intinya, sambung Kaiman, pihaknya telah menyerahkan daftar nama pegawai ke pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk proses verifikasi. “Kami sudah menyerahkan ke pusat dan BKN untuk proses verifikasi,” ungkapnyan
Terkait penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Tahun 2011, Kaiman menegaskan, sudah final bahwa di Sekretaritat Daerah (Setda) Provinsi Sumatera Utara (Provsu) tidak melakukan penerimaan CPNS. “Untuk kita sudah final, dan hampir di semua daerah juga tidak melakukan penerimaan CPNS. Memang ada beberapa daerah yang membutuhkan CPNS. Namun, persentasenya kecil,” jelasnya.
Kesepakatan untuk tidak membuka seleksi penerimaan CPNS, berdasarkan pemahaman bersama tentang pentingnya menghitung kembali jumlah pegawai serta kebutuhannya sebelum pengusulan penambahan jumlah pegawai. Karena tanpa penghitungan kembali berdasarkan rasionalisasi beban kerja dan kebutuhan pegawai tersebut, dikhawatirkan masih ada ketidakmerataan jumlah pegawai yang membebani anggaran daerah.
“Artinya moratorium diberlakukan di Sumut untuk provinsi dan kabupaten/kota,” papar Kaiman.
Dari Jakarta, Pemerintah Pusat ternyata tidak akan memberikan sanksi apa pun bagi pemerintah daerah (Pemda) yang tidak melakukan penataan pegawai termasuk menghitung dan menganalisis kebutuhan riilnya. Hanya saja, bagi daerah yang tidak melakukan penataan dan melaporkannya ke pemerintah pusat, otomatis Pemda tersebut tidak bisa mengajukan usulan formasi kebutuhan CPNS untuk tahun depan.
Mendagri Gamawan Fauzi malah bersyukur jika ada Pemda yang tidak mengusulkan tambahan jumlah CPNS. “Kalau tak sanggup (melakukan penataan kepegawaian, Red) ya nggak boleh mengajukan kuota di 2012. Kalau nggak siap, ya nggak apa-apa,” kata Gamawan Fauzi kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (13/10).
Dikatakan Gamawan, bagi daerah yang tidak melakukan penataan pegawai, berarti pemda tersebut tidak mau mengurus masalah kepegawaiannya dengan baik. “Kalau ngurus saja tak mau, kok mau nambah, bagaimana?” ujarnya.
Sikap tegas pemerintah pusat ini, lanjutnya, agar upaya pembenahan kepagawaian sebagai bagian dari reformasi birokrasi, bisa tercapai.
Diingatkan juga, Pemda yang sudah melakukan penataan dan analisis kepegawaian, bisa melakukan rekrutmen CPNS dengan formasi khusus dan terbatas, pada 2012. Dengan ketentuan lain, alokasi belanja pegawai daerah tersebut harus di bawah 50 persen dari APBD. “Yang di atas 50 persen, tunggu dulu,” kata Gamawan.
Sehari sebelumnya Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) EE Mangindaan, sempat mengeluarkan pernyataan tentang anjuran agar PNS lulusan SMA untuk pensiun dini. Kabar ini langsung direspon BKD Sumut. “Itu kan masih wacana. Mengenai kebijakan, biasanya selalu diikuti instruksi secara tertulis,” ujar Kaiman.
Bila pada akhirnya wacana tersebut benar, sambung Kaiman, tetap saja akan ada pengevaluasian lebih lanjut. Evaluasi yang dilakukan adalah pertimbangan-pertimbang yang mungkin bisa dilakukan. Pertimbangan tersebut antara lain, melakukan penghitungan terhadap jumlah PNS lulusan SMA di Sumatera Utara. Kemudian, akan dilihat kemungkinan pendistribusian ke daerah-daerah yang kurang jumlah pegawainya.
Pertimbangan yang tak kalah pentingnya adalah mengevaluasi usia kerja dari para PNS lulusan SMA tersebut. Apakah dinilai masih layak dipertahankan atau tidak.
Kaiman menuturkan, untuk jumlah PNS lulusan SMA di lingkungan Setda Provsu sebanyak 6.000 orang, lulusan S1 sebanyak 3.600 orang dan lulusan S2 sebanyak 760 orang. Sementara total keseluruhan PNS sebanyak 12.283 orang.
Sementara itu, salah seorang PNS Provsu lulusan SMU yang biasa disapa Rusman kepada Sumut Pos menyatakan, sejauh ini dirinya dan teman-temannya yang lain belum mengetahui adanya informasi mengenai hal itu.
Namun, sambungnya, bila itu benar maka sama artinya pemerintah tidak menghargai hasil kerja para PNS terutama yang lulusan SMA selama ini.
“Kalau tahu gitu, lebih baik waktu itu kami kuliah lagi. kalau gini, sama saja kami tak dihargai. Sudah tahunan dan puluhan tahun kerja di sini,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi A DPRD Sumut Akhmad Ikhyar Hasibuan mengatakan, instruksi dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut adalah kebijakan yang tidak tepat. Menurutnya, bagi PNS yang ingin pensiun harusnya berdasarkan keinginan pribadinya sendiri, bukan karena ‘dipaksa’ untuk pensiun.
Bila itu tetap terjadi, bukan tidak mungkin, akan menimbulkan masalah baru yakni, menambah beban anggaran. “Kita tidak setuju, karena ini nantinya akan menambah beban anggaran. Kalau memang pensiun, itu karena hati nurani nya sendiri,” tegasnya. (ari/sam)