25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Perekaman KTP-el Warga Binaan Lapas dan Rutan Tak Tuntas, Ombudsman: Cuma Seremoni Belaka

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
REKAM: Warga binaan Lembaga Pemasyarakatan melakukan perekaman KTP elektronik di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Medan, Kamis (17/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Medan, terhadap warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan (Rutan) dinilai cenderung seremoni belaka dan bahkan tidak serius.

Sebab, proses perekaman ternyata tidak tuntas. Akibatnya, masih banyak warga binaan yang belum terdata masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Abyadi Siregar mengatakan, dari hasil monitoring pihaknya ke Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Medan Tanjung Gusta, sangat terlihat ketidakseriusan Disdukcapil mengelola program tersebut. Contohnya, perekaman di LPKA Kelas I Medan pada Kamis (17/1), terjadi kesemrawutan pelaksanaan acara. Pasalnya, pihak LPKA Kelas I Medan baru beberapa saat mengetahui pelaksanaan acara tersebut dari pesan Whatsapp.

“Saya mendapat kabar dan keluhan, dari pihak yang mewakili LPKA Kelas I Medan bahwasanya baru diberitahu pegawai Disdukcapil Medan beberapa waktu sebelum kegiatan perekaman dilakukan. Padahal, seharusnya sebulan, seminggu atau tiga hari sebelumnya sudah dilakukan koordinasi sehingga persiapannya matang,” ujar Abyadi, Jumat (18/1).

Ia menyebutkan, pelaksanaan perekaman di LPKA Kelas I Medan pada Kamis (17/1) telah disampaikan oleh pihak Disdukcapil bahwa tuntas dalam satu hari. Sebab, alat yang digunakan mampu menampung hingga 400 orang. Akan tetapi, tidak tuntas dalam sehari. “Informasi yang saya terima, hari ini (kemarin) masih dilakukan proses perekaman oleh pihak Disdukcapil. Padahal, semestinya satu hari saja dapat tuntas. Karena, jumlah warga binaan Lapas anak di Tanjung Gusta tak sampai 50 jiwa,” sebutnya.

Dikatakan Abyadi, pelaksanaan perekaman tersebut harus benar-benar dilakukan dengan baik dan serius. “Publik jangan dikelabui. Program ini jangan hanya manis di laporan saja tetapi kenyataannya tidak,” ketusnya.

Lebih lanjut Abyadi mengatakan, proses perekaman yang dinilai hanya seremoni belaka juga telah terjadi sebelumnya di Rutan Labuhan Deli pada 27 Desember 2018 lalu. Ombudsman menemukan bahwa dari program jemput bola tersebut, ternyata baru 40 orang warga binaan yang dilakukan perekaman. Padahal, ketika itu dilaporkan terdapat sekitar 900 warga Medan yang harus dilakukan pengambilan data perekaman.

“Sudah 21 hari sejak perekaman dilakukan pada 27 Desember 2018, ternyata hanya 40 orang yang direkam dari 900 jiwa total warga binaan di Rutan Labuhan Deli. Lalu, yang lain bagaimana? Kenapa tidak direkam terus sampai selesai? Jadi seolah-olah ini dikerjakan hanya sekadar membuat pencitraan saja. Untuk laporan ke pusat selesai, padahal nyatanya masih terbengkalai. Masih banyak yang belum dilakukan perekaman,” bebernya.

Menurut Abyadi, perekaman yang tidak tuntas itu merugikan warga binaan. Dengan belum dilakukan pengambilan data mereka, itu berarti tidak bisa menggunakan hak konstitusionalnya atau memilih pada Pemilu 2019. Sebab, syarat mencoblos adalah memiliki KTP elektronik. Sementara, pelaksanaan Pemilu tinggal beberapa bulan lagi.

“Saya juga sudah tanya kepala Rutan (Kelas II B Labuhan Deli) yang menyampaikan belum ada diberitahu bahwa Tim Disdukcapil Medan akan kembali datang untuk melanjutkan perekaman data. Oleh sebab itu, kami akan meminta kepada Kemendagri agar memonitor kegiatan ini, sehingga tidak asal menerima laporan dari bawah,” cetus Abyadi.

Kepala Seksi Regristasi dan Klasifikasi LPKA Kelas I Medan, D Siregar menuturkan, proses perekaman hari pertama tidak tuntas dan dilanjutkan pada hari kedua atau hari ini. “Ya masih perekaman, berjalan lancar dan baik,” ujarnya via pesan Whatsapp.

Ia menuturkan, warga binaannya berjumlah 292 jiwa. Dari jumlah itu, sebanyak 240 orang yang bisa menggunakan hak pilih dan sebanyak 197 sudah terdata pada Pilgubsu 2018 lalu. “Hanya tinggal sedikit yang belum merekam, karena sebelumnya sudah terdata dan ikut memilih pada Pilgubsu 2018 lalu sebanyak 197 orang,” tuturnya.

Disinggung apakah semua warga binaan LPKA Kelas I Medan yang sudah 17 tahun telah terekam datanya, D Siregar tak memberikan jawaban. Sementara, Kepala Rutan Kelas II B Labuhan Deli, Nimrot Sihotang yang dihubungi mengakui hingga kemarin petugas Disdukcapil Medan dan Deli Serdang belum ada yang datang. Meski begitu, telah dilakukan koordinasi. “Belum ada yang datang sampai hari ini (kemarin), tapi koordinasi ada,” ucapnya yang dihubungi.

Nimrot menyebutkan, terkait hasil perekaman pada 27 Desember lalu di Rutan Labuhan Deli memang hanya merekam sekitar 40 warga binaan. “Perekaman pada 27 Desember lalu waktunya mepet, sampai pukul 17.00 WIB. Dari 900-an warga Medan hanya sekitar 40 orang yang direkam. Anehnya, yang direkam itu sudah memiliki NIK,” jelasnya. (ris)

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
REKAM: Warga binaan Lembaga Pemasyarakatan melakukan perekaman KTP elektronik di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Medan, Kamis (17/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Medan, terhadap warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan (Rutan) dinilai cenderung seremoni belaka dan bahkan tidak serius.

Sebab, proses perekaman ternyata tidak tuntas. Akibatnya, masih banyak warga binaan yang belum terdata masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Abyadi Siregar mengatakan, dari hasil monitoring pihaknya ke Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Medan Tanjung Gusta, sangat terlihat ketidakseriusan Disdukcapil mengelola program tersebut. Contohnya, perekaman di LPKA Kelas I Medan pada Kamis (17/1), terjadi kesemrawutan pelaksanaan acara. Pasalnya, pihak LPKA Kelas I Medan baru beberapa saat mengetahui pelaksanaan acara tersebut dari pesan Whatsapp.

“Saya mendapat kabar dan keluhan, dari pihak yang mewakili LPKA Kelas I Medan bahwasanya baru diberitahu pegawai Disdukcapil Medan beberapa waktu sebelum kegiatan perekaman dilakukan. Padahal, seharusnya sebulan, seminggu atau tiga hari sebelumnya sudah dilakukan koordinasi sehingga persiapannya matang,” ujar Abyadi, Jumat (18/1).

Ia menyebutkan, pelaksanaan perekaman di LPKA Kelas I Medan pada Kamis (17/1) telah disampaikan oleh pihak Disdukcapil bahwa tuntas dalam satu hari. Sebab, alat yang digunakan mampu menampung hingga 400 orang. Akan tetapi, tidak tuntas dalam sehari. “Informasi yang saya terima, hari ini (kemarin) masih dilakukan proses perekaman oleh pihak Disdukcapil. Padahal, semestinya satu hari saja dapat tuntas. Karena, jumlah warga binaan Lapas anak di Tanjung Gusta tak sampai 50 jiwa,” sebutnya.

Dikatakan Abyadi, pelaksanaan perekaman tersebut harus benar-benar dilakukan dengan baik dan serius. “Publik jangan dikelabui. Program ini jangan hanya manis di laporan saja tetapi kenyataannya tidak,” ketusnya.

Lebih lanjut Abyadi mengatakan, proses perekaman yang dinilai hanya seremoni belaka juga telah terjadi sebelumnya di Rutan Labuhan Deli pada 27 Desember 2018 lalu. Ombudsman menemukan bahwa dari program jemput bola tersebut, ternyata baru 40 orang warga binaan yang dilakukan perekaman. Padahal, ketika itu dilaporkan terdapat sekitar 900 warga Medan yang harus dilakukan pengambilan data perekaman.

“Sudah 21 hari sejak perekaman dilakukan pada 27 Desember 2018, ternyata hanya 40 orang yang direkam dari 900 jiwa total warga binaan di Rutan Labuhan Deli. Lalu, yang lain bagaimana? Kenapa tidak direkam terus sampai selesai? Jadi seolah-olah ini dikerjakan hanya sekadar membuat pencitraan saja. Untuk laporan ke pusat selesai, padahal nyatanya masih terbengkalai. Masih banyak yang belum dilakukan perekaman,” bebernya.

Menurut Abyadi, perekaman yang tidak tuntas itu merugikan warga binaan. Dengan belum dilakukan pengambilan data mereka, itu berarti tidak bisa menggunakan hak konstitusionalnya atau memilih pada Pemilu 2019. Sebab, syarat mencoblos adalah memiliki KTP elektronik. Sementara, pelaksanaan Pemilu tinggal beberapa bulan lagi.

“Saya juga sudah tanya kepala Rutan (Kelas II B Labuhan Deli) yang menyampaikan belum ada diberitahu bahwa Tim Disdukcapil Medan akan kembali datang untuk melanjutkan perekaman data. Oleh sebab itu, kami akan meminta kepada Kemendagri agar memonitor kegiatan ini, sehingga tidak asal menerima laporan dari bawah,” cetus Abyadi.

Kepala Seksi Regristasi dan Klasifikasi LPKA Kelas I Medan, D Siregar menuturkan, proses perekaman hari pertama tidak tuntas dan dilanjutkan pada hari kedua atau hari ini. “Ya masih perekaman, berjalan lancar dan baik,” ujarnya via pesan Whatsapp.

Ia menuturkan, warga binaannya berjumlah 292 jiwa. Dari jumlah itu, sebanyak 240 orang yang bisa menggunakan hak pilih dan sebanyak 197 sudah terdata pada Pilgubsu 2018 lalu. “Hanya tinggal sedikit yang belum merekam, karena sebelumnya sudah terdata dan ikut memilih pada Pilgubsu 2018 lalu sebanyak 197 orang,” tuturnya.

Disinggung apakah semua warga binaan LPKA Kelas I Medan yang sudah 17 tahun telah terekam datanya, D Siregar tak memberikan jawaban. Sementara, Kepala Rutan Kelas II B Labuhan Deli, Nimrot Sihotang yang dihubungi mengakui hingga kemarin petugas Disdukcapil Medan dan Deli Serdang belum ada yang datang. Meski begitu, telah dilakukan koordinasi. “Belum ada yang datang sampai hari ini (kemarin), tapi koordinasi ada,” ucapnya yang dihubungi.

Nimrot menyebutkan, terkait hasil perekaman pada 27 Desember lalu di Rutan Labuhan Deli memang hanya merekam sekitar 40 warga binaan. “Perekaman pada 27 Desember lalu waktunya mepet, sampai pukul 17.00 WIB. Dari 900-an warga Medan hanya sekitar 40 orang yang direkam. Anehnya, yang direkam itu sudah memiliki NIK,” jelasnya. (ris)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/