27.8 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Pemerintah Untung, Pedagang Kecil Buntung

Jumlah Indomaret Melebihi Jumlah Kelurahan di Medan

MEDAN-Keberadaan toko modern alias minimarket bermerek Indomaret di Sumatera Utara, khususnya Medan, bukan lagi cerita baru. Warga pun sudah terbiasa berbelanja di jaringan waralaba tersebut.

Sayangnya, seiring itu, pedagang kecil mulai terpinggirkan. Bahkan, ada yang gulung tikar.

Menurut Pengamat Ekonomi dari Unimed, M Ishak, toko modern bisa mencuri minat pembeli disebabkan beberapa sebab. Pertama, pola konsumsi masyarakat dan ini merupakan peluang yang dilihat oleh pengusaha. “Masalah pola konsumsi masyarakat di Sumut, khususnya Medan, secara konsisten naik terus. Indikasi yang kedua, adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah,” ujarnya.

Bagi masyarakat, keuntungan dari toko modern ini memberikannya alternartif harga dan barang yang akan dikonsumsi. Sedangkan bagi pemerintah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) bertambah karena pajak untuk toko modern lebih mahal dan tentu saja lebih mudah untuk ditarik. “Ini dia yang seharusnya di-matching antara pemerintah dan pengusaha, jangan saling menjatuhkan, tetapi ini pasti menjadi hal yang sulit,” ujar Ishak.

Kenyataannya memang sulit bagi pemerintah untuk memilih untung dari toko modern sementara pedagang kecil malah buntung. Terbukti, sekian keluhan muncul dari pedagan kecil. Misalnya, kedai “Mak Linda’ di Perumnas Simalingkar. Menurut pemiliknya H Siregar, sejak ada Indomaret di lingkungan mereka, pendapatan kedainya turun drastis. “Belum lagi kita bersaing dengan kedai-kedai lain yang berada satu lingkungan. Tentu ini jadi masalah tambahan tersendiri bagi kita kedai kecil-kecilan seperti ini,” ujarnya.

Begitu juga pengakuan Kak Mia (55), pedagang yang berada di Pasar Merah yang kedai grosisnya hanya berjarak 20 meter dari Indomaret. “Entahlah, orang lebih memilih belanja di Indomaret. Padahal barang-barang yang kita jual tidak jauh beda dengan yang ada di Indomaret dan harganya juga lebih murah yang di tempat kita,” katanya.

Budi pemilik grosir di Jalan Karya Wisata Medan Johor pun memberi pernyataan nyaris sama.  “Jarak antara Indomaret yang satu dengan lainnya juga berdekatan. Seperti nggak ada batasan. Kalau begini, namanya bisa mematikan usaha kami. Maunya pedagang kecil lebih diperhatikanlah, kalau begini, pendapatan kita jelas terancam,” bebernya.

Lebih miris yang dirasakan Lina. Ibu ini adalah pedagang yang lokasi usahanya berhadapan dengan Indomaret di kawasan Jalan Gajah Mada hingga Sei Batanghari. Meski Lina mengaku hadirnya Indomaret tidak begitu mempengaruhi omzet penjualannya, mengingat kedainya juga menjual produk sayur dan ikan, namun lamban laun Indomaret pasti akan menyalip. “Sekarang Indomaret juga sudah menjual telur, tepung terigu dan lainnya. Mungkin saja dalam waktu dekat mereka menjual sayur dan ikan kemasan. Jika ini terjadi mungkin saja kedai saya yang sudah berdiri lebih dari 15 tahun ini akan tutup karena tumpur,” ucapnya.

Keluhan-keluhan tadi mungkin hanya sebagian kecil dari pedagang yang merasa teraniaya. Masih banyak pedagang lain bernasib sama karena Indomaret di Medan saja sudah memiliki 200 ritel. Setidaknya data ini diungkapkan Marketing Franchise Indomaret, Bintang. Dengan kata lain, kehadiran Indomaret sudah menyebar ke seluruh kelurahan mengingat jumlah kelurahan di Ibu Kota Sumatera Utara ini hanya 151. “Untuk menjalin franchise, si pengusaha cukup menyediakan dana sekitar Rp350 juta dan tempat dengan luas 8×20 atau 200 m. Untuk produk yang akan dijual semuanya dari kita,” papar Bintang soal kemudahan bergabung dan mendirikan Indomaret.

Manariknya, apa yang diungkapkan Bintang seakan didukung pihak pemerintah. Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Medan Wiriya Alrahman mengatakan kalau kehadiran Indomaret patut diapresiasi. “Masyarakat lebih memilih minimarket. Jadi kedai sampah yang merasa tersaingi harus melakukan pembenahan diri dari kebersihan dan pelayanan serta keamanan. Kalau masalah harga masih relatiflah,” cetusnya.

Jika berbicara mengenai perbandingan harga, lanjut Wiriya, harga di minimarket pun lebih murah. Meski begitu, bukan berarti Indomaret bisa sesuka hati. “Makanya dengan Perwal (Peraturan Wali Kota) dilakukan pembatasan agar tidak terlalu ketinggalan pelaku usaha lainnya untuk melakukan pembenahan. Seperti pembatasan lokasi antara minimarket modern dengan kedai sampah,” ungkapnya.

Peraturan wali kota yang dimaksud adalah Perwal No.20/2011 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. “Kalau konsumen pasti meminta minimarket berdiri sebanyak-banyaknya. Selain nyaman dan tidak jauh dari tempat tinggal. Untuk itu, pelaku dunia usaha lainnya harus kita pikirkan agar tidak ada kesalahpahaman. Dengan begitu, Pemko sudah ada membentuk tim untuk melakukan pemikiran seperti itu dari asisten Ekbang Pemko Medan,” jelasnya.

Menurut Wiriya, sepanjang 2010-2012 tercatat hanya 9 izin Indomaret diterbitkan oleh Pemko Medan melalui BPPT Kota Medan. “Setelah itu, BPPT tidak pernah menerbitkan izin karena tidak pernah ada yang memenuhi persayaratan sesuai dengan Perwal. Padahal mereka juga memegang Perwal,” katanya.
Dijelaskannya, izin yang dikeluarkan terhadap 9 Indomaret tersebut hanya surat izin usaha perdagangan (SIUP) cabang saja. “Jadi, kalau ada Indomaret yang berdiri tanpa izin yang kami terbitkan, itu bisa dikatakan tidak memiliki izin. Namun, BPPT tidak punya fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap izin dari market yang berdiri. Semuanya ada pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Medan,” jelas Wiriya.

Terkait dengan itu, Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) kantor perwakilan Medan-Sumut, Goppera Panggabean, menyatakan bahwa saat ini peraturan yang ada tidak memiliki sanksi, sehingga tidak dapat ditindak bagi pelanggarnya.

Selain itu, toko modern juga tidak merugikan konsumen, sehingga tidak dapat berbuat banyak. “Tidak ada komplain dari masyarakat, malah masyarakat merasa senang dengan kehadiran mereka,” ujar Goppera.  “Tetapi, bila mereka menjual produk yang sama di bawah harga pasaran yang telah ditetapkan, baru itu melanggar persaingan usaha,” kata Goppera. (adl/jul/mag-11/saz/jon/uma)

Jumlah Indomaret Melebihi Jumlah Kelurahan di Medan

MEDAN-Keberadaan toko modern alias minimarket bermerek Indomaret di Sumatera Utara, khususnya Medan, bukan lagi cerita baru. Warga pun sudah terbiasa berbelanja di jaringan waralaba tersebut.

Sayangnya, seiring itu, pedagang kecil mulai terpinggirkan. Bahkan, ada yang gulung tikar.

Menurut Pengamat Ekonomi dari Unimed, M Ishak, toko modern bisa mencuri minat pembeli disebabkan beberapa sebab. Pertama, pola konsumsi masyarakat dan ini merupakan peluang yang dilihat oleh pengusaha. “Masalah pola konsumsi masyarakat di Sumut, khususnya Medan, secara konsisten naik terus. Indikasi yang kedua, adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah,” ujarnya.

Bagi masyarakat, keuntungan dari toko modern ini memberikannya alternartif harga dan barang yang akan dikonsumsi. Sedangkan bagi pemerintah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) bertambah karena pajak untuk toko modern lebih mahal dan tentu saja lebih mudah untuk ditarik. “Ini dia yang seharusnya di-matching antara pemerintah dan pengusaha, jangan saling menjatuhkan, tetapi ini pasti menjadi hal yang sulit,” ujar Ishak.

Kenyataannya memang sulit bagi pemerintah untuk memilih untung dari toko modern sementara pedagang kecil malah buntung. Terbukti, sekian keluhan muncul dari pedagan kecil. Misalnya, kedai “Mak Linda’ di Perumnas Simalingkar. Menurut pemiliknya H Siregar, sejak ada Indomaret di lingkungan mereka, pendapatan kedainya turun drastis. “Belum lagi kita bersaing dengan kedai-kedai lain yang berada satu lingkungan. Tentu ini jadi masalah tambahan tersendiri bagi kita kedai kecil-kecilan seperti ini,” ujarnya.

Begitu juga pengakuan Kak Mia (55), pedagang yang berada di Pasar Merah yang kedai grosisnya hanya berjarak 20 meter dari Indomaret. “Entahlah, orang lebih memilih belanja di Indomaret. Padahal barang-barang yang kita jual tidak jauh beda dengan yang ada di Indomaret dan harganya juga lebih murah yang di tempat kita,” katanya.

Budi pemilik grosir di Jalan Karya Wisata Medan Johor pun memberi pernyataan nyaris sama.  “Jarak antara Indomaret yang satu dengan lainnya juga berdekatan. Seperti nggak ada batasan. Kalau begini, namanya bisa mematikan usaha kami. Maunya pedagang kecil lebih diperhatikanlah, kalau begini, pendapatan kita jelas terancam,” bebernya.

Lebih miris yang dirasakan Lina. Ibu ini adalah pedagang yang lokasi usahanya berhadapan dengan Indomaret di kawasan Jalan Gajah Mada hingga Sei Batanghari. Meski Lina mengaku hadirnya Indomaret tidak begitu mempengaruhi omzet penjualannya, mengingat kedainya juga menjual produk sayur dan ikan, namun lamban laun Indomaret pasti akan menyalip. “Sekarang Indomaret juga sudah menjual telur, tepung terigu dan lainnya. Mungkin saja dalam waktu dekat mereka menjual sayur dan ikan kemasan. Jika ini terjadi mungkin saja kedai saya yang sudah berdiri lebih dari 15 tahun ini akan tutup karena tumpur,” ucapnya.

Keluhan-keluhan tadi mungkin hanya sebagian kecil dari pedagang yang merasa teraniaya. Masih banyak pedagang lain bernasib sama karena Indomaret di Medan saja sudah memiliki 200 ritel. Setidaknya data ini diungkapkan Marketing Franchise Indomaret, Bintang. Dengan kata lain, kehadiran Indomaret sudah menyebar ke seluruh kelurahan mengingat jumlah kelurahan di Ibu Kota Sumatera Utara ini hanya 151. “Untuk menjalin franchise, si pengusaha cukup menyediakan dana sekitar Rp350 juta dan tempat dengan luas 8×20 atau 200 m. Untuk produk yang akan dijual semuanya dari kita,” papar Bintang soal kemudahan bergabung dan mendirikan Indomaret.

Manariknya, apa yang diungkapkan Bintang seakan didukung pihak pemerintah. Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Medan Wiriya Alrahman mengatakan kalau kehadiran Indomaret patut diapresiasi. “Masyarakat lebih memilih minimarket. Jadi kedai sampah yang merasa tersaingi harus melakukan pembenahan diri dari kebersihan dan pelayanan serta keamanan. Kalau masalah harga masih relatiflah,” cetusnya.

Jika berbicara mengenai perbandingan harga, lanjut Wiriya, harga di minimarket pun lebih murah. Meski begitu, bukan berarti Indomaret bisa sesuka hati. “Makanya dengan Perwal (Peraturan Wali Kota) dilakukan pembatasan agar tidak terlalu ketinggalan pelaku usaha lainnya untuk melakukan pembenahan. Seperti pembatasan lokasi antara minimarket modern dengan kedai sampah,” ungkapnya.

Peraturan wali kota yang dimaksud adalah Perwal No.20/2011 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. “Kalau konsumen pasti meminta minimarket berdiri sebanyak-banyaknya. Selain nyaman dan tidak jauh dari tempat tinggal. Untuk itu, pelaku dunia usaha lainnya harus kita pikirkan agar tidak ada kesalahpahaman. Dengan begitu, Pemko sudah ada membentuk tim untuk melakukan pemikiran seperti itu dari asisten Ekbang Pemko Medan,” jelasnya.

Menurut Wiriya, sepanjang 2010-2012 tercatat hanya 9 izin Indomaret diterbitkan oleh Pemko Medan melalui BPPT Kota Medan. “Setelah itu, BPPT tidak pernah menerbitkan izin karena tidak pernah ada yang memenuhi persayaratan sesuai dengan Perwal. Padahal mereka juga memegang Perwal,” katanya.
Dijelaskannya, izin yang dikeluarkan terhadap 9 Indomaret tersebut hanya surat izin usaha perdagangan (SIUP) cabang saja. “Jadi, kalau ada Indomaret yang berdiri tanpa izin yang kami terbitkan, itu bisa dikatakan tidak memiliki izin. Namun, BPPT tidak punya fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap izin dari market yang berdiri. Semuanya ada pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Medan,” jelas Wiriya.

Terkait dengan itu, Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) kantor perwakilan Medan-Sumut, Goppera Panggabean, menyatakan bahwa saat ini peraturan yang ada tidak memiliki sanksi, sehingga tidak dapat ditindak bagi pelanggarnya.

Selain itu, toko modern juga tidak merugikan konsumen, sehingga tidak dapat berbuat banyak. “Tidak ada komplain dari masyarakat, malah masyarakat merasa senang dengan kehadiran mereka,” ujar Goppera.  “Tetapi, bila mereka menjual produk yang sama di bawah harga pasaran yang telah ditetapkan, baru itu melanggar persaingan usaha,” kata Goppera. (adl/jul/mag-11/saz/jon/uma)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/