26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Harga Gas KEK Sei Mangkei, Gus: Bangun Receiving Terminal di Sumut

Gus Irawan
Ketua Komisi VII DPR RI

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan, angkat bicara ihwal mahalnya harga gas di Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei (KEK SM) Sumatera Utara. Rupanya, sudah sejak lama ia dan para koleganya di Komisi VII, mendesak agar harga gas di kawasan itu diturunkan. Namun belum direspon pemerintah.

“Soal Sei Mangkei, saya dulu sudah berjuang. Saya paksa betul agar harga gas di sana bisa murah. Dulu harganya bahkan sampai USD 13 per MMBTu. Lalu turun menjadi USD 12,8. Dan saya paksa supaya bisa satu digit. Kemudian keluarlah peraturan menteri yang akhirnya kembali turun, namun mungkin masih terasa mahal,” ujarnya kepada Sumut Pos, Minggu (27/1)n

Mahalnya harga gas di KEK Sei Mangkei, sebut Gus, lantaran Sumut tidak memiliki receiving atau terminal penyimpanan gas. Sehingga gas yang didistribusi ke Sumut dari Aceh yakni PT Arun Gas, masih dialirkan melalui pipa. Untuk pipanya sendiri ada yang dari Pertagas dan PGN.

“Kita berharap setelah Pertagas diakuisisi oleh PGN, harusnya bisa membuat distribusi fee-nya lebih efisien. Sebenarnya ketika saya masuk di Komisi VII, harga gas KEK Sei Mangkei yang menjadi fokus pertama saya,” katanya.

Bahkan, ketika tahun 2011 ada rencana membangun receiving terminal gas di Sumut, dirinya sangat mendukung. “Tapi anehnya Meneg BUMN saat itu justru memindahkannya ke Lampung. Waktu itu saya masih Dirut Bank Sumut. Saya sampaikan, kenapa itu dipindahkan padahal Sumut jauh lebih butuh. Meneg saat itu, pak Dahlan menjawab, respon kalian dari Sumut tidak ada,” sambung Ketua Partai Gerindra Sumut.

Diakui dia, waktu itu memang ada miskomunikasi antara pemerintah daerah di Sumut dengan pemerintah pusat soal wacana pembangunan receiving terminal gas. Padahal pemerintah pusat sudah mengalokasikan anggaran senilai Rp 3 triliun untuk infrastruktur tersebut.

“Jika itu terbangun, saya jamin pasti harga gas di KEK SM jauh lebih murah. Jadi sumber gas kita itu ke Sumut dari Aceh, yang kemudian disambungkan ke pipa. Atau dari tangki di Papua dikapalkan. Coba bayangi kalau dari Papua sana dikirim ke Sumut, tentu bertambah besar pengeluarannya. Itu pun lewat dulu dari Sumut, karena kita tidak ada terminal penyimpanan,” katanya.

Pun demikian, secara pribadi ia akan kembali mendesak pemerintah supaya membangun terminal penyimpanan gas di Sumut. Terminal itu sebagai solusi terbaik agar harga gas di KEK SM bisa kompetitif. “Contohnya, bisa saja kita bangun di Belawan terminal tersebut. Dan sampai hari ini saya belum ada lagi mendengar kabar soal solusi untuk Sei Mangkei dari pemerintah,” katanya.

Memang, imbuh Gus, sangat disayangkan bahwa pembangunan terminal penyimpanan gas di Sumut itu tak terealisasi. Sebab kalau sekarang ini mau dibangun, tentu investasinya akan jauh lebih besar. “Kami juga menyayangkan pemerintah saat ini hanya fokus pada infrastruktur tol saja. Padahal KEK Sei Mangkei itu pun bagian dari infrastruktur yang perlu dibangun. Akhirnya Sei Mangkei itu stagnan saat ini. Dan secara umum, industri di sana pun tak berkembang. Sumut ini juga bagian dari NKRI. Masa harga gas kita lebih tinggi dari Jawa Timur, Batam, bahkan Singapura?” pungkasnya.

Bappeda: Tupoksi BPH Migas

Kepala Bappeda Sumut H Irman sebelumnya mengatakan, pihaknya dalam setiap kesempatan bertemu Sekretariat Dewan KEK Nasional, selalu membawa aspirasi pelaku usaha di KEK SM terkait harga gas yang belum kompetitif.

“Akhir 2018 kemarin, kami bertemu langsung dengan Sekretariat Dewan KEK Pusat untuk membahas hal itu. Mereka ternyata sedang membahas ini juga, dan sudah beberapa kali mengadakan rapat. Tetapi memang belum mencapai harga kompetitif berdasarkan regulasi yang ada,” katanya.

Dia mengakui perihal harga gas ini merupakan domain dan kewenangan pemerintah pusat. Di mana dari sisi struktural organisasinya, menjadi tupoksi BPH Migas yang berada di bawah Kementerian ESDM yang di atasnya ada Kemenko Perekonomian.

“Jadi sampai sekarang kita masih menunggu realisasi dari mereka. Dan memang ini menjadi perhatian utama agar segera ditindaklanjuti,” katanya.

Diketahui, harga gas bagi tenant KEK SM masih jauh dibanding daerah lain seperti di Pulau Jawa maupun Batam, yakni USS 10,75 per MMBTu. Bahkan di Singapura dan Malaysia harga gas bagi pelaku industri di sana, hanya USS 3 per MMBTu. (prn)

Gus Irawan
Ketua Komisi VII DPR RI

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan, angkat bicara ihwal mahalnya harga gas di Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei (KEK SM) Sumatera Utara. Rupanya, sudah sejak lama ia dan para koleganya di Komisi VII, mendesak agar harga gas di kawasan itu diturunkan. Namun belum direspon pemerintah.

“Soal Sei Mangkei, saya dulu sudah berjuang. Saya paksa betul agar harga gas di sana bisa murah. Dulu harganya bahkan sampai USD 13 per MMBTu. Lalu turun menjadi USD 12,8. Dan saya paksa supaya bisa satu digit. Kemudian keluarlah peraturan menteri yang akhirnya kembali turun, namun mungkin masih terasa mahal,” ujarnya kepada Sumut Pos, Minggu (27/1)n

Mahalnya harga gas di KEK Sei Mangkei, sebut Gus, lantaran Sumut tidak memiliki receiving atau terminal penyimpanan gas. Sehingga gas yang didistribusi ke Sumut dari Aceh yakni PT Arun Gas, masih dialirkan melalui pipa. Untuk pipanya sendiri ada yang dari Pertagas dan PGN.

“Kita berharap setelah Pertagas diakuisisi oleh PGN, harusnya bisa membuat distribusi fee-nya lebih efisien. Sebenarnya ketika saya masuk di Komisi VII, harga gas KEK Sei Mangkei yang menjadi fokus pertama saya,” katanya.

Bahkan, ketika tahun 2011 ada rencana membangun receiving terminal gas di Sumut, dirinya sangat mendukung. “Tapi anehnya Meneg BUMN saat itu justru memindahkannya ke Lampung. Waktu itu saya masih Dirut Bank Sumut. Saya sampaikan, kenapa itu dipindahkan padahal Sumut jauh lebih butuh. Meneg saat itu, pak Dahlan menjawab, respon kalian dari Sumut tidak ada,” sambung Ketua Partai Gerindra Sumut.

Diakui dia, waktu itu memang ada miskomunikasi antara pemerintah daerah di Sumut dengan pemerintah pusat soal wacana pembangunan receiving terminal gas. Padahal pemerintah pusat sudah mengalokasikan anggaran senilai Rp 3 triliun untuk infrastruktur tersebut.

“Jika itu terbangun, saya jamin pasti harga gas di KEK SM jauh lebih murah. Jadi sumber gas kita itu ke Sumut dari Aceh, yang kemudian disambungkan ke pipa. Atau dari tangki di Papua dikapalkan. Coba bayangi kalau dari Papua sana dikirim ke Sumut, tentu bertambah besar pengeluarannya. Itu pun lewat dulu dari Sumut, karena kita tidak ada terminal penyimpanan,” katanya.

Pun demikian, secara pribadi ia akan kembali mendesak pemerintah supaya membangun terminal penyimpanan gas di Sumut. Terminal itu sebagai solusi terbaik agar harga gas di KEK SM bisa kompetitif. “Contohnya, bisa saja kita bangun di Belawan terminal tersebut. Dan sampai hari ini saya belum ada lagi mendengar kabar soal solusi untuk Sei Mangkei dari pemerintah,” katanya.

Memang, imbuh Gus, sangat disayangkan bahwa pembangunan terminal penyimpanan gas di Sumut itu tak terealisasi. Sebab kalau sekarang ini mau dibangun, tentu investasinya akan jauh lebih besar. “Kami juga menyayangkan pemerintah saat ini hanya fokus pada infrastruktur tol saja. Padahal KEK Sei Mangkei itu pun bagian dari infrastruktur yang perlu dibangun. Akhirnya Sei Mangkei itu stagnan saat ini. Dan secara umum, industri di sana pun tak berkembang. Sumut ini juga bagian dari NKRI. Masa harga gas kita lebih tinggi dari Jawa Timur, Batam, bahkan Singapura?” pungkasnya.

Bappeda: Tupoksi BPH Migas

Kepala Bappeda Sumut H Irman sebelumnya mengatakan, pihaknya dalam setiap kesempatan bertemu Sekretariat Dewan KEK Nasional, selalu membawa aspirasi pelaku usaha di KEK SM terkait harga gas yang belum kompetitif.

“Akhir 2018 kemarin, kami bertemu langsung dengan Sekretariat Dewan KEK Pusat untuk membahas hal itu. Mereka ternyata sedang membahas ini juga, dan sudah beberapa kali mengadakan rapat. Tetapi memang belum mencapai harga kompetitif berdasarkan regulasi yang ada,” katanya.

Dia mengakui perihal harga gas ini merupakan domain dan kewenangan pemerintah pusat. Di mana dari sisi struktural organisasinya, menjadi tupoksi BPH Migas yang berada di bawah Kementerian ESDM yang di atasnya ada Kemenko Perekonomian.

“Jadi sampai sekarang kita masih menunggu realisasi dari mereka. Dan memang ini menjadi perhatian utama agar segera ditindaklanjuti,” katanya.

Diketahui, harga gas bagi tenant KEK SM masih jauh dibanding daerah lain seperti di Pulau Jawa maupun Batam, yakni USS 10,75 per MMBTu. Bahkan di Singapura dan Malaysia harga gas bagi pelaku industri di sana, hanya USS 3 per MMBTu. (prn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/