NEW DELHI, SUMUTPOS.CO – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bersama Menteri Perdagangan, Perindustrian, dan Penerbangan Sipil India, Suresh Prabhu, melakukan pertemuan bilateral. Membahas kerja sama ekonomi dan merundingkan penurunan bea masuk minyak kelapa sawit olahan (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil/RBDPO).
Pertemuan itu, merupakan rangkaian kegiatan kunjungan kerja Mendag ke India. Berlangsung di kediaman Menteri Suresh, New Delhi, India, pada Jumat (22/2). Saat ini, tarif bea masuk India untuk RBDPO dari Indonesia 5 persen lebih tinggi dari bea masuk produk serupa asal Malaysia.
“Kami meminta agar tarif bea masuk RBDPO Indonesia ke India diturunkan 5 persen melalui skema ASEAN-India Free Trade Agreement agar sama besarannya seperti yang berlaku untuk Malaysia yaitu 45 persen. Sebagai imbalan, Indonesia bersedia membuka akses pasar gula mentah dari India yang dibutuhkan oleh industri nasional”, terang Mendag dalam keterangan resmi dari New Delhi, India, Sabtu (23/2).
India memiliki kualitas gula bagus. Dapat dijadikan sebagai sumber pasokan produk gula mentah. Selama ini produk itu masih diimpor dari Thailand dan Australia. Menteri Suresh Prabhu menyambut positif rencana kerja sama itu.
“Respons sangat positif, dan beliau menginstruksikan pejabat teknis terkait agar segera mengambil langkah memenuhi permintaan tersebut,” jelas Mendag.
Kedua Menteri berkomitmen meningkatkan hubungan ekonomi melalui penyelesaian hambatan tarif dan nontarif. Sejalan dengan prinsip kolaborasi dan kemitraan pertemuan India-ASEAN Expo and Summit ke-4 yaitu, ‘Co-creating the Future’.
India-ASEAN Expo and Summit ke-4
Dalam rangkaian kegiatan India-ASEAN Expo and Summit ke-4, Mendag juga menyampaikan pidato khusus pada sesi panel yang mengangkat tema “Deepening Trade and Investment: Addressing Technical Barriers to Trade”. Mendag menyampaikan keprihatinannya terhadap hambatan perdagangan.
Meskipun hambatan tarif diturunkan, namun jumlah hambatan nontarif semakin meningkat. Berdasarkan data WTO, tarif yang diberlakukan sama bagi semua Negara anggota WTO (most favoured nation/MFN) menurun dari angka 15 persen pada 1995 menjadi 9 persen di tahun 2018.
Pada saat yang bersamaan, terdapat 625 hambatan nontarif yang dinotifikasi ke WTO setiap tahun. Meningkat menjadi 1.400 hambatan nontarif pada 2005 dan 2017.
“Di ASEAN, rata-rata penurunan tarif dari tahun 2000 ke 2018 mencapai hingga 50 persen dari besaran tarif semula, namun jumlah hambatan nontarifnya meningkat tiga kali lipat. Hambatan nontarif memang sah dan diatur oleh WTO, namun penggunaannya yang berlebihan dan diskriminatif akan menambah biaya, yang pada akhirnya merugikan industri dan konsumen kita,” ungkap Mendag.
Pembuat kebijakan harus bisa memastikan aturan teknis yang diterapkan tidak menghambat pasar, meningkatkan standar kualitas produk, memberikan perlindungan bagi konsumen, serta memberikan ruang berinovasi dan berkompetisi secara adil.
Menteri Suresh Prabhu berkomitmen turut serta mendorong penyelesaian perundingan RCEP. Namun karena adanya Pemilu pada Bulan April, India belum dapat berkomitmen penyelesaian beberapa isu sensitif. (jpc/ram)