MEDAN, SUMUTPOS.CO – Perlambatan ekonomi dunia tahun ini sebesar 3,6 persen dibanding tahun lalu sebesar 3,8 persen, diprediksi tidak terlalu memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Momentum pertumbuhan ekonomi nasional 2019 diproyeksikan tetap stabil, didukung oleh pengeluaran belanja infrastruktur pemerintah, peningkatan daya beli rumah tangga, dan pemulihan sektor investasi swasta yang mampu mengimbangi permintaan eksternal yang moderat.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap stabil sekitar 5,1 hingga 5,2 persen, seperti tahun lalu. Pertumbuhan itu didukung oleh berbagai faktor. Yakni belanja infrastruktur pemerintah, peningkatan daya beli rumah tangga, dan pemulihan sektor investasi swasta. Dalam hal ini, konsumsi swasta menyumbang 70 persen terhadap stabilnya ekonomi Indonesia,” kata Rino Donosepoetro, Chief Executive Officer Standard Chartered Bank Indonesia, diamini oleh Aldian Taloputra, Chief Economist Standard Chartered Bank Indonesia , saat temu pers mengenai Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2019, di Hotel JW Marriot, Senin (25/2/2019).
Temu pers digelar di sela-sela seminar keuangan tahunan Wealth on Wealth (WoW) yang digelar Standard Chartered Bank, dihadiri ratusan nasabah Priority Banking Standard Chartered Bank di hotel yang sama. Seminar tersebut mendiskusikan berbagai peluang dan tantangan berinvestasi di tengah momentum pertumbuhan ekonomi nasional, regional, global di sepanjang tahun ini.
Selain belanja domestik pemerintah dan swasta, menurut Rino, prediksi stabilnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019, juga didukung oleh Bank Indonesia yang akan menerapkan kebijakan moneter yang ketat. Kebijakan moneter itu untuk mengantisipasi naiknya suku bunga The Fed Amerika Serikat, serta defisit rekening berjalan yang sedang berlangsung.
“Kami memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga satu kali di kuartal ketiga tahun ini, sebelum BI menghentikan siklus pengetatannya,” katanya.
Proyeksi lainnya yang dikeluarkan Standard Chartered Bank terkait kondisi ekonomi nasional tahun ini, yakni pemerintah akan melanjutkan pemberian stimulus fiskal jika dilihat pertumbuhan ekonomi belum terlalu meyakinkan.
“Membaiknya sentimen terhadap negara-negara berkembang (emerging markets) seperti Indonesia, dan The Fed yang tidak terburu-buru dalam menaikkan suku bunga – merupakan dua faktor yang diharapkan mampu mendorong stabilitas Rupiah. Kami memproyeksikan Rupiah akan menguat ke posisi Rp13.800 tahun ini, dan perlahan-lahan melemah ke angka Rp14.800 di akhir tahun, dipicu pembayaran bunga dan deviden akhir tahun,” katanya.
Potensi hambatan terhadap pertumbuhan ekonomi global tahun ini, diperkirakan dipicu oleh efek berantai pelemahan ekonomi Cina terhadap negara-negara berkembang. Juga masalah geopolitik di Timur Tengah, turunnya harga minyak, situasi Eropa dengan Brexit dan berkembangnya kebijakan proteksionisme.
“Namun ekonomi Indonesia diperkirakan justru stabil dengan, karena kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang memang solid,” katanya.
Adapun Pemilu 2019 deperkirakan akan berjalan dengan baik, karena kematangan demokrasi yang semakin membaik. “Sentimen pelaku usaha tahun ini lebih optimis dibanding tahun sebelumnya yang cenderung wait and see,” ungkapnya.
Senada, Aldian Taloputra, Chief Economist Standard Chartered Bank Indonesia, pada kesempatan itu menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung terisolasi dari perlambatan ekonomi global. Konsumsi swasta yang besar, menurutnya tetap terjaga dengan baik karena harga barang strategis yang dijaga pemerintah agar tetap stabil. Seperti makanan, pakaian, dan energi.
“Selain itu, investasi tetap berlangsung baik, yang didukung oleh pengerjaan sejumlah infrastruktur yang sudah selesai, seperti jalan tol dan MRT di berbagai kota. Ini membuat pertumbuhan Indonesia mampu mengatasi pelemahan ekonomi global,” katanya.
Inflasi 2019 diperkirakan tetap terkendali, karena pemerintah belum akan menaikkan harga BBM sebelum Pemilu. “Proyeksinya malah cenderung deflasi,” ucap Aldian.
Investasi dalam negeri diperkirakan semakin luas, dipicu pembangunan yang dilakukan pemerintah dan perusahaan yang berhubungan dengan tambang. “Selain itu, pemerintah telah membuat paket-paket insentif untuk reinvestement yang lebih besar. Juga paket-paket investasi seperti tax holiday yang lebih menarik, dll. Ini akan menarik investasi,” katanya.
Karena itu, ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik Indonesia tahun ini diproyeksikan antara 5,1 hingga 5,3 persen. (mea)