LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Tidak tahan terus-terusan mendapatkan pelecehan seksual (diduga sodomi), puluhan santri Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Ikhwan melarikan diri dari asramanya. Peristiwa terjadi di Selasa (12/3) sekira pukul 19.30 WIB.
PELAKUNYA diduga Didi Suwandi (40). Didi merupakan Pimpinan Ponpes Al-Ikhwan di Dusun ll, Desa Serapuh ABC, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat.
Puluhan santri tersebut ada yang melarikan diri ke rumah keluarga terdekat, ke rumah orang tuanya dan ke Kantor Desa Serapuh ABC.
Dari sana, para korban menghubungi orang tuanya melalui seluler dan meminta pertolongan serta melaporkan kelakuan bejat gurunya. Kepada orang tua, para korban mengaku sudah lama dilecehkan oleh sang guru.
Peristiwa itu kontan memancing kemarahan warga. Tak lama, kantor desa dipenuhi warga.
Kemudian, para korban didampingi orang tua walinya mendatangi ponpes untuk mencari sang guru. Kedatangan mereka didampingi personel Polsek Padangtualang.
Suasana ponpes mencekam malam itu. Pasalnya, ribuan orang memadati ponpes hingga tengah malam. Massa membeludak hingga ke jalan-jalan desa.
Massa yang marah sempat akan membakar ponpes yang memiliki tingkat Pendidikan SMP dan SMA itu. Massa kecewa dengan perlakuan Didi terhadap anak didiknya.
Beruntung aparat desa dan kepolisian bisa mengendalikan massa. Sehingga aksi pembakaran itu tidak terjadi.
“Sempat ada teriakan dari massa untuk membakar pondok (pesantren) ini bang. Tapi karena masih banyak santri yang berada didalam, tidak jadi bang. Kalau tidak salah pihak polisi juga meminta bantuan untuk ditambah jumlah personelnya, agar dapat mengantisipasi gejolak amuk warga,” sebut seorang warga yang berada di lokasi.
Kepada Sumut Pos, salah seorang santri yang jadi korban mengaku ada sekitar 23 santri laki-laki yang telah mengalami pelecehan seksual.
“Sudah banyak santri yang mendapat pelecehan seksual pak. Ada yang kemaluanya dipegang–pegang (dionani), mulutnya dikulum, bahkan ada juga teman saya yang duburnya telah dimasuki kemaluannya pak,” beber korban sembari meminta identitasnya tidak dicantum.
Menurut beberapa korban lainnya, pelaku melancarkan aksi dengan cara membawa santri korban ke kamarnya dan ke ruang kosong.
Ketika di kamar, santri yang hanya berdua dengannya lalu diajak berbincang–bincang soal seks. Bahkan sambil diperlihatkan video porno.
“Kemudian ditepuk-tepuk dan dielus-elus tubuh santrinya, sehingga menjadi terpancing dan terangsang,” ungkap santri lain.
Anehnya menurut santri itu, saat tubuhnya ditepuk-tepuk, mereka kehilangan ingatan sampai tidak sadar seperti dihipnotis.
“Saat itulah, pelaku membuka pakaian kami dan membuka pakaiannya sendiri sampai bugil. Lalu pelaku mematikan lapu kamar, selanjutnya melakukan aksi bejatnya (menyodomi) tanpa rasa bersalah,” beber korban.
Diakui korban, kelakuan bejat Didi sudah berlangsung kurang lebih selama tiga tahun.
“Ada juga (korban) yang pernah diajak ke rumah pribadinya di Stabat dan dilecehkan di sana,” tutur korban.
Santri berinisial FM yang tidak ikut jadi korban mengaku, pelarian itu sudah lama direncanakan.
“Kami sudah nggak tahan pak liat teman kami (para korban) diperlakukan seperti itu, makanya kami melakukan aksi ini. Karena sebelumnya kami sudah lebih dulu melapor ke guru lain, tapi tidak ada respon,” cetus FM terlihat geram.
Namun, rencana itu sempat diketahui oleh pelaku. Sehingga pelaku sempat mengupulkan semua santri Aliyah yang jumlah keseluruhanya lebih dari 50 santri.
“Dia (pelaku) mengetahui soal rencana itu, karena curiga dengan gerak gerik kami yang sebelumnya rapat sana rapat sini. Kecurigaan dia juga karena selama ini merasa, kami memandangnya dengan kehinaan,” tuturnya.
Saat mengumpulkan santri Aliyah, pelaku bertanya kenapa menuduhnya homo dan memandangnya hina.
Saat itu kata FM, seorang santri yang menjadi korban menimpal perkataan pelaku.
“Waktu saya kelas 1 Aliyah, ustad mengonani kemaluan saya dengan tangan ustad. Apakah itu bukan homo namanya? Perbuatan ustad ini akan kami bawa ke jalur hukum, kami tidak terima,” ujar FM menirukan keberatan korban saat itu.
Kemudian, pelaku mengakui kalau dirinya seorang homo seksual dan meminta maaf. Permohonan maaf pelaku diduga FM untuk meredam tensi santri, apalagi sampai membawanya ke pihak berwajib. “Benar (melakukan pelecehan seksual). Tapi apa tidak ada lagi rasa kasihan kalian kepada saya? Tidak ada lagi kalian pandang sifat baik saya?,” sebut FM menirukan perkataan pelaku.
Diketahui, 23 korban yang diduga mengalami pelecehan seksual itu berasal dari luar dan dalam daerah. Di antaranya, Deliserdang, Binjai dan beberapa Kecamatan lainnya yang berada di Langkat.
Kasat Reskrim Polres Langkat, AKP Juriadi melalui pesan WhatsApp, membenarkan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Didi terhadap santrinya.
Setelah perbuatannya diketahui malam itu, pelaku langsung menyerahkan diri ke Mapolres Langkat sekira pukul 00.20 WIB. (bam/ala)