28 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Komisi Kejaksaan RI Sebut 23 Jaksa Jajaran Kejatisu Diduga Nakal

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Gedung Kejatisu di jalan Ah. Nasution Medan, Selasa (17/12)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 23 jaksa jajaran Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) diduga nakal. Hal itu sebagaimana disebutkan Komisioner Komisi Kejaksaan RI, Barita Simanjuntak di Medan, Rabu (29/5).

Namun demikian, Barita menyebutkan angkanya turun dari periode yang sama di tahun lalu. Mantan aktivis 1998 ini mengaku, jaksa nakal di Sumut bukan yang terparah di Indonesia. Masih ada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

“Dari data kita sepanjang Januari-Maret itu ada 23 jaksa. April dan Mei belum direkap. Pelanggaran yang mereka duga lakukan itu terbagi menjadi dua yakni kinerja dan sikap perilaku menurut pelaporan dan pengaduan yang kami terima,” ungkap Barita.

Dijelaskannya, saat ini ke-23 jaksa tersebut telah diselidiki lebih lanjut oleh Asisten Pengawas di Kejatisu untuk memastikan dugaan pelanggaran yang dilaporkan. Aswas diberi waktu selama 3 bulan untuk akhirnya memberikan keterangan resmi kepada Komisi Kejaksaan RI.

Jika dalam waktu tiga bulan, Aswas tidak memberikan keterangan yang jelas soal investigasi ke-23 jaksa, Komisi Kejaksaan berencana memberikan rekomendasi mengenai nasib nama-nama jaksa tersebut.

“Pengawas internal mereka (Aswas) punya waktu selama tiga bulan, kalau kita melihat setelah tiga bulan keterangan mereka tidak jelas, kita akan surati rekomendasi mengenai nasib mereka,” ujar Barita.

Namun demikian, Barita menerangkan proposisi dugaan pelanggaran di jajaran Kejatisu tidak bisa disamakan dengan Kejati lainnya. Jaksa dan jumlah Kejari di Kejatisu merupakan yang terbanyak dibandingkan daerah lainnya. “Kejati Sumut ada 30 Kejari, sementara daerah lainnya hanya 23. Tidak bisa dibandingkan proporsinya,” imbuhnya.

Barita pun menjelaskan, tindak pelanggaran yang dilaporkan karena ulah ke-23 Jaksa tersebut masih bersifat dugaan. Ia mengklasifikasikan bahwa, dugaan pelanggaran di antaranya, lambat melakukan eksekusi, tidak jelas menyebutkan kerugian negara (pidsus), tidak jelas menentukan barang bukti, berpihak pada terdakwa, memaksakan perdata menjadi pidana, kemudian sikap perilaku meliputi jarang masuk kantor dan tidak disiplin. (man/ila)

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Gedung Kejatisu di jalan Ah. Nasution Medan, Selasa (17/12)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 23 jaksa jajaran Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) diduga nakal. Hal itu sebagaimana disebutkan Komisioner Komisi Kejaksaan RI, Barita Simanjuntak di Medan, Rabu (29/5).

Namun demikian, Barita menyebutkan angkanya turun dari periode yang sama di tahun lalu. Mantan aktivis 1998 ini mengaku, jaksa nakal di Sumut bukan yang terparah di Indonesia. Masih ada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

“Dari data kita sepanjang Januari-Maret itu ada 23 jaksa. April dan Mei belum direkap. Pelanggaran yang mereka duga lakukan itu terbagi menjadi dua yakni kinerja dan sikap perilaku menurut pelaporan dan pengaduan yang kami terima,” ungkap Barita.

Dijelaskannya, saat ini ke-23 jaksa tersebut telah diselidiki lebih lanjut oleh Asisten Pengawas di Kejatisu untuk memastikan dugaan pelanggaran yang dilaporkan. Aswas diberi waktu selama 3 bulan untuk akhirnya memberikan keterangan resmi kepada Komisi Kejaksaan RI.

Jika dalam waktu tiga bulan, Aswas tidak memberikan keterangan yang jelas soal investigasi ke-23 jaksa, Komisi Kejaksaan berencana memberikan rekomendasi mengenai nasib nama-nama jaksa tersebut.

“Pengawas internal mereka (Aswas) punya waktu selama tiga bulan, kalau kita melihat setelah tiga bulan keterangan mereka tidak jelas, kita akan surati rekomendasi mengenai nasib mereka,” ujar Barita.

Namun demikian, Barita menerangkan proposisi dugaan pelanggaran di jajaran Kejatisu tidak bisa disamakan dengan Kejati lainnya. Jaksa dan jumlah Kejari di Kejatisu merupakan yang terbanyak dibandingkan daerah lainnya. “Kejati Sumut ada 30 Kejari, sementara daerah lainnya hanya 23. Tidak bisa dibandingkan proporsinya,” imbuhnya.

Barita pun menjelaskan, tindak pelanggaran yang dilaporkan karena ulah ke-23 Jaksa tersebut masih bersifat dugaan. Ia mengklasifikasikan bahwa, dugaan pelanggaran di antaranya, lambat melakukan eksekusi, tidak jelas menyebutkan kerugian negara (pidsus), tidak jelas menentukan barang bukti, berpihak pada terdakwa, memaksakan perdata menjadi pidana, kemudian sikap perilaku meliputi jarang masuk kantor dan tidak disiplin. (man/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/