MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dua mantan pejabat di PT. Pelindo (Pelabuhan Indonesia) I ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan dalam kasus dugaan pekerjaan fiktif investasi Kapal Tunda Bayu III PT Pelindo I (Persero) Cabang Dumai 2011. Keduanya masing-masing mantan General Manager PT. Pelindo I Cabang Dumai, Harianja, MM, dan mantan Kepala Unit Galangan Kapal (UGK) Belawan PT. Pelindo I, Rudi Marla, terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
“Keduanya dianggap terlibat dugaan tindak pidana korupsi terkait pekerjaan investasi Kapal Tunda Bayu III PT Pelindo I Cabang Dumain
yang diduga pekerjaan tersebut tidak dilaksanakan atau fiktif. Kedua tersangka akan ditahan sore ini,” kata Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda Sumut MP Nainggolan, Kamis (11/7).
“Keduanya sudah tidak bekerja di Pelindo I lagi. Tapi Penyidik Ditreskrimsus Poldasu masih menelusuri lebih dalam lagi apakah ada pihak-pihak lain yang terlibat. Tidak tertutup kemungkinan ada tersangka lagi,” kata Direktur Reskrimsus Polda Sumut Kombes Pol Rony Samtana, Minggu (14/7).
Rony menerangkan, kasus ini telah berlangsung lama, persisnya tahun 2011 lalu. Namun pihaknya baru mendapatkan laporan masyarakat, yang tertuang pada laporan nomor LP/413/IV/2018/SPKT-II, tanggal 02 April 2018 lalu.
Setelah mendapatkan laporan, pihak Ditreskrimsus Polda Sumut segera melakukan penyelidikan. Mengumpulkan bukti-bukti, memeriksa saksi-saksi dan audit kerugian negara.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmadja melalui Kasubbid Penmas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan menyebutkan, uang yang seharusnya membayar pekerjaan itu digunakan untuk membayar utang ke PT. Sinbat Precast Teknindo di Batam. “Sehingga pekerjaan fiktif,” ujarnya.
Kasus ini berawal saat dilakukan perikatan Surat Perjanjian (Kontrak) Nomor : UM.58 / 20 / 13 / Dum – 2011 dengan nilai Rp1.555.070.000 pada 12 Desember 2011 terkait pekerjaan investasi Kapal Tunda Bayu III PT. Pelindo I Cabang Dumai, yang ditandatangani oleh Harianja dan Rudi Marla.
“Sesuai dengan kontrak tersebut yang mengerjakan adalah Unit Galangan Kapal Belawan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan waktu pelaksanaan selama 40 hari kalender,” jelas Nainggolan.
Kemudian pada 29 Desember 2011, telah dilakukan pembayaran uang muka atau modal kerja atas pekerjaan tersebut sebesar Rp1.399.563.000. Dengan menggunakan Cek BNI Nomor CV. 373172, pada 29 Desember 2011 sejumlah uang tersebut dicairkan.
“Lalu pada 30 Desember 2011 uang tersebut ditransfer sebesar Rp1.343.480.000, ke PT. Sinbat Precast Teknindo dan sisanya sebesar Rp56.033.000 dipergunakan pengurusan surat izin berlayar,” terangnya.
Namun setelah kontrak ditandatangani, pihak Unit Galangan Kapal Belawan PT. Pelindo I tidak mengerjakan pekerjaan tersebut sesuai dengan kontrak. Uang sebesar Rp1.343.480.000 yang dibayarkan kepada PT. Sinbat Precast Teknindo adalah untuk membayar utang Unit Galangan Kapal PT Pelindo I kepada PT Sinbat Precast Teknindo, atas pekerjaan investasi dan pekerjaan perbaikan Kapal Tunda Bayu III Tahun 2010.
“Sehingga kontrak tersebut hanya direkayasa untuk dapat mengeluarkan uang. Faktanya Unit Galangan Kapal PT. Pelindo I atau PT. Pelindo I Cabang Dumai tidak ada melakukan perikatan perjanjian/kontrak dengan PT. Sinbat Precast Teknindo,” ungkapnya.
Berdasarkan Laporan Hasil Audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP Perwakilan Provinsi Sumatera Utara ditemukan kerugian keuangan negara atas pekerjaan tersebut sebesar Rp1.399.563.000 sesuai Surat Nomor R – 13/PW02/5.2/2019 tanggal 02 April 2019.
Setelah beberapa bulan melakukan penyelidikan dan penyidikan, petugas akhirnya menetapkan dua tersangka Harianja MM dan Rudi Marla ST MM sebagai tersangka. Keduanya ditahan pada Kamis (11/7).
Harianja dan Rudi Marla disangka telah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1e KUHP
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
Pasal 3 menyebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar. (dvs)