MEDAN, SUMUTPOS.CO – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Sumatera Utara, berunjukrasa ke Kantor Gubernur Sumut, Jumat (27/7) siang. Mereka menuntut pemerintah mencabut izin 5 perusahaan yang diduga melakukan pencemaran di Danau Toba.
Kelima perusahaan yang dituduh GMKI merusak lingkungan Danau Toba, yakni PT Aquafarm Nusantara, PT Allegrindo, PT Japfa, PT Toba Pulp Lestari, dan PT Duma Gorga.
“Saat ini kondisi air Danau Toba sudah semakin buruk dengan pencemaran yang disebabkan perusahaan itu. Data dari Dinas Lingkungan Hidup (BLH) Sumut, kadar keasaman (PH) air di Danau Toba mengalami peningkatan. Sejak 2008 PH air Danau Toba berada di level 8,2 dalam skala 6-9. Pada 2011, PH air sudah mencapai level 8,5. Tingkat pencemaran lingkungan di Danau Toba sudah dalam kategori berbahaya bagi kesehatan makhluk hidup,” kata massa dalam orasinya di depan Kantor Gubsu.
Dengan pengawalan aparat keamanan, massa GMKI mengatakan, kerusakan lingkungan di Danau Toba sangat berpengaruh pada perkembangan pariwisata. Meskipun pemerintah getol melakukan pembangunan, pemerintah dituding lupa melakukan proteksi terhadap lingkungan. Buktinya, perusahaan yang diduga merusak masih berdiri kokoh di sana. Dan meskipun wacana kebijakan soal pencabutan izin perusahaan sudah dibahas, namun eksekusinya masih minim.
“Tahun 2014 ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Tahun 2016 dibentuk badan khusus. Tapi tidak ada progres soal keadilan lingkungan, keadilan masyarakat, dan keadilan budaya itu belum tercapai,” kata Ketua GMKI Cabang Medan, Hendra Manurung.
Massa yang berorasi selanjuynya menuntut pihak Pemprovsu mau menemui mereka. Namun karena tidak ada juga pejabat yang hadir, massa emosi dan beraksi menggoyang pagar besi. Alhasil pagar megah itu menjadi rusak. Beberapa besinya patah. Logo Pemprovsu yang tersemat di pagar juga jatuh.
Beruntung aparat dapat meredam kericuhan. Pengunjuk rasa pun melanjutkan mimbar umumnya.
Dalam orasinya, GMKI juga menyoroti aktivitas di seputaran Danau Toba yang berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan. Antara lain PLTA Lae Renun dan Simalem Resort. “Kami mendesak Gubernur Sumut Edy Rahmayadi bisa menyurati pemerintah pusat untuk mencabut izin perusahaan tersebut,” ungkap Hendra.
Kepala Bidang Aksi dan Pelayanan GMKI Cabang Medan, Piki Pardede, mengungkapkan pihaknya memberikan tenggat waktu kepada pemerintah supaya mencabut izin perusahaan. “Kami menuntut supaya tidak ada izin baru yang diterbitkan. Pemerintah juga harus menghormati dan mengakui masyarakat lokal, serta melindungi hak-hak masyarakat adat di kawasan Danau Toba,” tegasnya.
Massa meminta bertemu dengan Gubsu Edy untuk membicarakan hal ini. Juga menuntut Pemkab se-kawasan Danau Toba memprioritaskan program revitalisasi lingkungan.
Setelah menunggu lama, perwakilan Pemprovsu akhirnya menemui pendemo. Kasubbag Hubungan Antar Lembaga Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprovsu, Salman, mengatakan, antara massa dan pemerintah punya niat yang sama. Membangun Danau Toba sebagai destinasi superprioritas yang dicanangkan.
“Diminta atau tidak diminta kami selaku pemerintah daerah akan melakukan pembenahan,” katanya.
Salman juga meminta para mahasiswa menuliskan ide-ide pembangunan Danau Toba dan diserahkan ke Pemprovsu. “Kami menunggu ide-ide dari rekan-rekan sekalian. Tapi saya ingatkan, dalam menyampaikan aspirasi ada banyak caranya. Dan harus dengan cara yang santun. Kami apresiasi unjuk rasa hari ini karena itu adalah hak warga negara,” pungkasnya. (prn)