Kini, warga Kecamatan Lahusa dan Kecamatan Lolowa’u, Kabupaten Nias Selatan (Nisel) dapat merasakan harga bahan bakar minyak (BBM) normal atau disebut dengan BBM Satu Harga. Setelah PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) I resmi mengoperasikan Sarana Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di dua kecamatan tersebut.
BAGUS SYAHPUTRA, Sumut Pos
Sebelum ada SPBU diberi nama ‘Kompak’ masyarakat sekitar harus membeli BBM jenis Premium dan Biosolar dengan harga Rp 9 ribu hingga Rp 10 ribu per liternya. Namun saat ini, harga BBM tersebut sama dengan wilayah lain yakni Rp. 6.450 untuk Premium dan Rp 5.150 untuk Biosolar.
Kedua SPBU Kompak itu diresmikan dan dihadiri oleh Operation Head TBBM Gunung Sitoli, Abuzar, dan unsur muspida setempat. Pertamina langsung melakukan pendistribusian BBM perdana di lembaga penyaluran tersebut, Sabtu (17/8) lalu.
Warga sekitar, Jefri Zebua mengungkapkan dengan kahadiran BBM Satu Harga memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat. Karena, BBM ini menjadi kebutuhan utama dalam sehari-hari. Ia mengaku biaya untuk membeli BBM lebih hemat dari pada sebelumnya membeli BBM di pengecer.
“Dampak positifnya masyarakat merasa tidak diabaikan, dalam artian Pemerintah Pusat melalui Pertamina peduli terhadap masyarakat yang ada di kepulauan Nias, terutama di Kabupaten Nisel ini. Kami sekarang sudah Move On dari harga BBM mahal, kini ke BBM Satu Harga,” ungkap Jefri saat dikonfirmasi Sumut Pos melalui sambungan telpon selular, Minggu (25/8) siang.
Jefri menjelaskan bahwa Pertamina sebagai perusahaan milik negara telah menjalani tugasnya dengan baik sebagai operator dan penyalur BBM keseluruh wilayah di Indonesia. Jadinya, Pertamina
tentunya melakukan pemerataan harga.
“Kita masyarakat senang karena tidak terjadinya kesenjangan sosial antara Nias dengan daerah-daerah lain. Sehingga terwujudlah amanat butir pancasila yang berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” sebut Jefri.
Ia mengungkapkan masyarakat juga terbantu dengan adanya BBM Satu Harga. Hal itu, karena sebagian besar profesi masyarakat sekitar adalah nelayan sehingga memerlukan BBM yang cukup dengan harga murah atau normal untuk melaut.
“Banyak yang terbantu dengan beroperasinya SPBU ini, seperti nelayan kita memerlukan BBM banyak untuk menghidupkan perahu nelayan. Jadi jika BBM Satu Harga itu, kan jadi sangat membantu masyarakat tidak terbeban dengan BBM yang mahal karena berbeda sebelumnya dengan daerah lain,” kata Jefri.
Kemudian, ia mengatakan dengan kehadiran BBM Satu Harga di Kepulauan Nias mendorong perekonomian masyarakat lebih baik. Karena, BBM ini menjadi bahan dasar dalam pengembangan UMKM hingga dapat memangkas kos biaya kehidupan masyarakat, yang sebelum biaya besar dampak BBM yang mahal tersebut.
“Memang masyarakat Sias sangat memerlukan BBM Satu Harga untuk mendongkrak kehidupan lebih baik lagi. Karena, BBM menjadi kebutuhan utama dalam menjalani aktivitas kehidupan seperti mengembangkan usaha atau dikonsumsi pribadi,” jelas Jefri.
Jefri, putra daerah asal Kecamatan Lahusa meminta kepada Pertamina dan pihak kepolisian untuk melakukan pengawasan agar BBM Satu Harga ini, tidak dikendalikan oleh mafai minyak. Yang bisa mengakibatkan harga BBM kembali mahal dan stok di SPBU tersebut kosong dampak ulah dari oknum-oknum mencari keuntungan besar dalam bisnis BBM ini.
“Pihak terkait juga diharapkan mengawal dengan serius pendistribusian BBM Satu Harga apabila benar terealisasi. Karena tindakan preventif harus dilakukan untuk menghempang oknum-oknum mafia BBM, yang nanti pasti ada saja yang bermain di sektor tersebut,” pungkasnya.
Unit Manager Communication Relations & CSR MOR I, Muhammad Roby Hervindo menjelaskan dengan beroperasinya SPBU tersebut, pihak sudah merealisasikan target yang diberikan dengan jumlah 24 lembaga penyalur BBM Satu Harga.
Hingga 2018, Pertamina Marketing Operation Region (MOR) I telah mengoperasikan sebanyak 22 lokasi BBM Satu Harga di lima provinsi dengan perincian 3 SPBU di Aceh, 6 SPBU di Sumut, 6 SPBU di Sumetera Barat, 1 SPBU di Riau dan 6 di Kepulauan Riau (Kepri).
Tahun ini, ditargetkan penambahan dua lembaga penyalur di Nias. Sehingga kini telah hadir total delapan BBM satu harga di sana. Lembaga penyalur ini terdiri dari tujuh SPBU kompak dan satu SPBU nelayan. Ini kado teristimewa diberikan Pertamina kepada warga Kabupaten Nisel pada Hari Ulang Tahun ke-47 Republik Indonesia.
“Tantangannya ke depan setelah beroperasi SPBU ini. Bagaimana kita memastikan penyalurannya tetap sasarannya. Karena, beberapa kasus kita hadapi dan ditemukan. Itu salurkan ke pengecer,” jelas Roby kepada Sumut Pos.
Roby mengungkapkan sudah menjadi tugas Pertamina memberikan pelayanan dengan pemerataan harga melalui program BBM Satu Harga untuk wilayah-wilayah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T). Jadinya, pengawasan akan dilakukan Pertamina agar BBM Satu Harga tidak disalahgunakan dan tepat sasaran.
“Artinya, secara lokasi ia terpencil. Jadinya, secara pengawasan menjadi tantangan tersendiri. Kalau di kota-kota muda, dekat dari kantor. Kalau terpencil rentang pengawasan menjadi tantangan. Kalau ke pengecer, sudah tidak BBM satu harga lagi lah,” ungkap Roby.
Untuk diketahui, tercapainya target pengoperasian di 2019, total hingga kini terdapat 24 lembaga penyalur di wilayah MOR I. Jumlah tersebut, terbanyak ketiga se-Indonesia, setelah Papua dan Kalimantan. Roby berharap masyarakat dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan BBM dengan harga yang sama seperti di daerah yang lain.
Hingga Juli 2019, realisasi penyaluran BBM di Kabupaten Nias mencapai 18,6 ribu liter Premium dan 14,3 ribu liter Biosolar. Penyaluran dari TBBM Gunung Sitoli menggunakan mobil tangki kapasitas 5.000 liter untuk Kecamatan Lahusa, dan 8.000 liter untuk Kecamatan Lolowa’u.
“BBM untuk SPBU kompak di Kecamatan Lahusa dan Kecamatan Lolowa’u dipasok dari Terminal BBM Gunung Sitoli. Sebelumnya, masyarakat di dua kecamatan itu mesti ke Kabupaten Nias Barat dan Kota Gunung Sitoli untuk dapatkan BBM,” tutur Roby.
Selain itu, Pertamina MOR I tahun 2019 ini. Roby mengungkapkan ada target penambahan, untuk SPBU-SPBU mini semua wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut).”Kita ada program 1 desa, 1 lembaga penyalur BBM. Di MOR I, ada 1500 lebih Kecamatan,” tutur Roby.
Lanjut Roby, Pertamina sudah merealisasikan setengah lembaga penyaluran keselurahan Kecamatan di 5 Provinsi. Tinggal 50 persen lagi, target realisasi tengah dilakukan pembangunan. “Ini bertahap, kita tambah targetnya. Lembaga penyalur itu, bisa dalam bentuk APMS, SPBU dan SPBU mini,” kata Roby.
Roby menjelaskan selain memberikan pelayanan kepada masyarakat, tujuan lembaga penyalur BBM ini untuk memangkas keberadaan pengecer dengan menjualan BBM terlalu mahal kepada masyarakat dan merasakan BBM Satu Harga.
“Tentunya harapan kami, bisa natural menekan pengecer-pengecer itu. Kalau ada Pertamina, mengapai beli sama dengan pengecer, sudah pasti akan mahal. Kita memperluas serah BBM atau memperluas titik penyalur BBM dengan muda diakses masyarakat. Juga lembaga penyalur BBM, termasuk untuk pendistribusian gas elpiji,” tutup Roby.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi asal Universitas Islam Negeri Islam (UIN) Sumatera Utara, Gunawan Benjamin menilai apa dilakukan Pertamina melalui program BBM Satu Harga berdampak dengan daya beli akan pulih. Karena pengeluaran untuk biaya membeli BBM menjadi berkurang.
“Kalau sebelumnya kan, harga BBM yang tidak seragam, dimana di sejumlah wilayah yang harganya cenderung lebih mahal dibandingkan wilayah lainnya. Maka disaat BBM semuanya satu harga, jelas masyarakat yang akan menikmati penurunan harga tersebut,” sebut Gunawan saat dikonfirmasi Sumut Pos.
Gunawan mengungkapkan mobilitas masyarakat mengalami peningkatan, dan pada dasarnya akan memberikan dampak besar bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Terlebih lagi apabila tersedia jalur transportasi yang memadai.
“Semuanya akan berdampak positif pada akselerasi pembangunan di wilayah itu sendiri. Jadi pada dasarnya memang akan ada multiplier efek yang signifikan dari pemberlakukan BBM satu harga tersebut,” tutur dosen UIN Sumatera Utara itu.
Selanjutnya, Gunawan mengatakan Pertamina dan Pemerintah Daerah memiliki tugas untuk menyalurkan BBM Satu Harga tetap sasaran dan tidak ada lagi, masyarakat membeli BBM kepada pengecer. Dengan itu, program tersebut berjalan dengan maksimal dan tepat tujuannya.
“Sementara SPBUnya terletak di ibukota kabupaten tersebut. Nah, mereka ini terpaksa membeli BBM dalam kemasan plastik yang dijual eceran oleh masyarakat. Sehingga teknisnya mereka tidak sepenuhnya menikmati BBM satu harga tersebut. Namun hal ini bukan tanggung jawab pertamina saja, pemerintah daerah juga bertanggung jawab untuk menghadirkan infrastruktur sehingga jelas distribusi BBM pertamina bisa lebih merata,” jelas Gunawan.
Kemudian, Gunawan menyikapi program 1 desa, 1 lembaga penyalur BBM tengah dilakukan Pertamina. Hal ini, akan lebih banyak memberikan manfaat bagi masyarakat.”Nah, kalau berbicara mengenai adanya ide untuk menyalurkan satu jalur distribusi untuk satu desa. Idenya bisa diterima dan sangat bagus,” ungkap Gunawan.
Kebijakan tersebut, Gunawan menjelaskan memang terlihat akan memeratakan distribusi BBM, dan lebih baik dari model penyaluran BBM saat ini. Namun, perlu jadi pertimbangan serius bagi pertamina. Biaya penyaluran akan menjadi lebih mahal jika harus masuk dalam wilayah Kecamatan atau Desa yang letaknya jauh dan infrastrukturnya jelak atau bahkan tidak ada. “Dan yang tak kalah penting adalah adanya proses pengawasan ketat terhadap penyaluran BBM dan gas tersebut. Sehingga kebijakan tersebut, berjalan sesuai dengan diharapkan,” tutup Gunawan. (gus)