25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Bangkai Babi di Sungai Bederah Positif Hog Cholera & Suspect Virus ASF, Tunggu Vaksin dari Jakarta

MENGAPUNG: Bangkai babi mengapung di tepi Sungai Bedera, Kelurahan Terjun, Medan Marelan, Rabu (6/11).

MEDAN, SUMUTPOS,CO – Temuan bangkai babi di Sungai Bederah kawasan Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, terindikasi akibat terserang virus African Swine Fever (ASF) dan hog cholera. Indikasi itu terungkap berdasarkan hasil investigasi dan uji laboratorium yang dilakukan Balai Veteriner Medan terhadap sampel bangkai babi di lapangan.

HASIL investigasi dan uji laboratorium itu disampaikan dalam surat bernomor 4398/PK.310/F4.1/11/2019 tertanggal 6 November 2019 yang ditandatangani Kepala Balai Veteriner Medan drh Agustia MP yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Medan.

Surat tersebut juga ditembuskan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan di Jakarta, Direktur Kesehatan Hewan di Jakarta, dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara di Medan.

Ada beberapa hal penting yang disampaikan dalam surat itu. Di antaranya pertama, hasil pengujian sampel menunjukkan indikasi ke arah adanya penyakit ASF sebagai salah satu penyebab kasus kematian babi.

Kedua, adanya hasil uji yang juga positif terhadap Hog Cholera menunjukkan bahwa sebagian kasus kematian babi di Sumatera Utara juga disebabkan oleh Hog Cholera.

Ketiga, sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, dalam upaya pencegahan penyebaran penyakit ke wilayah yang masih bebas, perlu segera dilakukan tindakan pengamanan di lapangan dengan menerapkan prinsip biosekuriti. Keempat, kepala daerah (wali kota dan bupati) dibantu pejabat otoritas veteriner setempat segera mengajukan penetapan status adanya wabah penyakit pada babi kepada gubernur.

Kepala Balai Veteriner Medan drh Agustia membenarkan surat yang ditandatanganinya itu. Dia mengakui, pihaknya telah melakukan pengecekan dan uji laboratorium berdasarkan laporan dari dinas kabupaten/kota dan provinsi terkait banyak babi yang mati.

“Dari laporan yang diterima, kami melakukan kroscek ke wilayah yang terjadi peningkatan ekskalasi babi mati namun belum tahu apa penyebabnya. Dari pemeriksaan yang dilakukan dan telah diuji di laboratorium, hasilnya ditemukan benar positif hog cholera. Selain itu, kami juga menduga indikasi atau suspect penyakit akibat virus ASF,” ungkap Agustia saat diwawancarai, Kamis (7/11) sore.

Dikatakan Agustia, penyakit hog cholera pernah mewabah di Sumut pada tahun 1993 hingga 1996. Dalam kurun waktu itu, wabahnya sangat dahsyat. Namun demikian, wabah penyakit tersebut dapat berakhir juga.

Akan tetapi, dari segi ilmu kedokteran, virus hoq cholera tetap ada di Sumut. Menurutnya, virus itu tidak menyerang lagi karena ketahanan tubuh babi cukup kuat. Karenanya, Sumut bisa dinyatakan daerah endemis terhadap virus hog cholera. Artinya, kapanpun penyakit itu bisa muncul dan bahkan bisa mewabah. “Bagaimana untuk mencegahnya? Bisa dilakukan dengan vaksinasi terhadap ternak babi atau pembatasan-pembatasan lokasi ternak tertentu. Kemudian, membersihkan kandang babi dan menyemprotkan disinfektan dengan intens,” terang Agustia.

Ia menyebutkan, kenapa pihaknya menyatakan terindikasi virus ASF karena penyakit tersebut belum pernah ada dan terjadi di Indonesia, termasuk Sumut. Dengan kata lain, memang indikasinya ada tetapi belum tentu positif dan belum tentu negatif. “Untuk membuktikan benar virus ASF, maka harus dibuktikan dengan beberapa tahap pengujian baik dari daerah maupun pusat. Namun, nantinya yang menyampaikan jika positif ASF adalah kewenangan menteri (Menteri Pertanian),” sebutnya.

Dijelaskan Agustia, virus ASF dengan hog cholera memiliki perbedaan. Virus ASF lebih sistemik, artinya kalau sudah masuk ke darah maka kemudian menghancurkan seluruh organ tubuh. Hal ini berarti, tingkat kematian tinggi dan jumlah kematian besar. Selain itu, sampai sekarang bahkan di negara manapun belum ada vaksin atau obat penyakit virus ASF.

“Kita tidak bisa menyatakan suatu penyakit hanya berdasarkan gejala saja, tetapi harus dari hasil uji laboratorium. Penyakit ASF ini sifatnya zoonosis atau tidak menular ke manusia, hanya ke hewan sejenisnya saja. Namun, daging dari hewan yang terkena penyakit baik ASF maupun hog cholera boleh dimakan. Asalkan, dimasak secara benar,” tukasnya.

Sementara, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Medan, Ikhsar Risyad Marbun yang dihubungi membenarkan pihaknya telah menerima surat tersebut. Bahkan, kata dia, pihaknya telah mengeluarkan surat edaran agar pemilik ternak babi yang ternaknya mati harus ditanam bukan dibuang ke sungai.

“Suratnya kita terima kemarin (Rabu, 6/11), dan kita sudah meminta kepada pihak kecamatan untuk mengimbau kepada warga. Himbauan tersebut agar memelihara babi atau diternak, baik dikonsumsi pribadi maupun untuk dijual supaya ketika mati untuk dikubur atau ditanam bukan dibuang,” ujar Ikhsar.

Jangan Buang Bangkai Babi ke Sungai

Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi mengingatkan warga agar tak membuang bangkai babi ke sungai dengan alasan apapun. Terlebih, babi yang dibuang tersebut terindikasi virus hog cholera. “Kita imbau warga jangan membuang bangkai babi sembarang tempat, terlebih ke sungai. Maka nanti saya akan keluarkan surat imbauan kepada seluruh masyarakat, supaya bisa memahami aturan ini tidak membuang sampah atau bangkai babi yang bisa menyebarkan virus atau bakteri kolera,” kata Gubsu menjawab wartawan, Kamis (7/11).

Edy mengatakan, terkait virus hog cholera pada babi, saat ini pihaknya sedang menunggu bantuan vaksin dan tenaga ahli untuk menangani penyebaran kolera babi dari pemerintah pusat. Menurutnya, bantuan vaksin itu sedang dalam perjalanan.”Bantuan vaksin masih dalam perjalanan,” ujarnya.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap menyebutkan, kolera babi ini sudah mewabah di 11 kabupaten/Kota di Sumut dan menyebabkan total 4.682 ekor babi mati.

Penyebaran kematian ternak babi ini dikarenakan virus kolera yang sangat cepat. “Penularan itu bisa berkembang melalui udara, sangat gampang. Saat ini, perkembangan virus tersebut sudah sampai ke 11 kabupaten kota,” katanya.

Di tengah masalah kolera babi ini, ditemukan pula ratusan bangkai babi yang mengambang di Sungai Bedera hingga Danau Siombak, Medan Marelan. Bangkai babi itu diduga sengaja dibuang ke sungai. Untuk itu, baik Gubsu Edy Rahmayadi dan Azhar Harahap meminta sekaligus mengimbau agar situasi ini bisa dipahami masyarakat, dengan tidak membuang limbah babi ke sungai.

Anggota Komisi B DPRD Sumut, Gusmiyadi mengingatkan agar pemda di Sumut memperbaiki pola penanganan kejadian darurat seperti ini. Pemprov dia minta kedepan harus serius membuat peta besar ancaman semua virus dalam bidang peternakan.

“Lakukan sosialisasi dan pelatihan untuk mengupgrade kamampuan petugas dilapangan agar mampu mengingidentifikasi ini sedari awal. Kita tidak mungkin selalu berperan sebagai pemadam kebakaran. Melakukan penanganan secara reaksioner. Sehingga, seperti saat ini kita terlanjur mengalami kerugian besar atas persoalan ini,” tegasnya. (ris/prn)

MENGAPUNG: Bangkai babi mengapung di tepi Sungai Bedera, Kelurahan Terjun, Medan Marelan, Rabu (6/11).

MEDAN, SUMUTPOS,CO – Temuan bangkai babi di Sungai Bederah kawasan Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, terindikasi akibat terserang virus African Swine Fever (ASF) dan hog cholera. Indikasi itu terungkap berdasarkan hasil investigasi dan uji laboratorium yang dilakukan Balai Veteriner Medan terhadap sampel bangkai babi di lapangan.

HASIL investigasi dan uji laboratorium itu disampaikan dalam surat bernomor 4398/PK.310/F4.1/11/2019 tertanggal 6 November 2019 yang ditandatangani Kepala Balai Veteriner Medan drh Agustia MP yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Medan.

Surat tersebut juga ditembuskan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan di Jakarta, Direktur Kesehatan Hewan di Jakarta, dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara di Medan.

Ada beberapa hal penting yang disampaikan dalam surat itu. Di antaranya pertama, hasil pengujian sampel menunjukkan indikasi ke arah adanya penyakit ASF sebagai salah satu penyebab kasus kematian babi.

Kedua, adanya hasil uji yang juga positif terhadap Hog Cholera menunjukkan bahwa sebagian kasus kematian babi di Sumatera Utara juga disebabkan oleh Hog Cholera.

Ketiga, sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, dalam upaya pencegahan penyebaran penyakit ke wilayah yang masih bebas, perlu segera dilakukan tindakan pengamanan di lapangan dengan menerapkan prinsip biosekuriti. Keempat, kepala daerah (wali kota dan bupati) dibantu pejabat otoritas veteriner setempat segera mengajukan penetapan status adanya wabah penyakit pada babi kepada gubernur.

Kepala Balai Veteriner Medan drh Agustia membenarkan surat yang ditandatanganinya itu. Dia mengakui, pihaknya telah melakukan pengecekan dan uji laboratorium berdasarkan laporan dari dinas kabupaten/kota dan provinsi terkait banyak babi yang mati.

“Dari laporan yang diterima, kami melakukan kroscek ke wilayah yang terjadi peningkatan ekskalasi babi mati namun belum tahu apa penyebabnya. Dari pemeriksaan yang dilakukan dan telah diuji di laboratorium, hasilnya ditemukan benar positif hog cholera. Selain itu, kami juga menduga indikasi atau suspect penyakit akibat virus ASF,” ungkap Agustia saat diwawancarai, Kamis (7/11) sore.

Dikatakan Agustia, penyakit hog cholera pernah mewabah di Sumut pada tahun 1993 hingga 1996. Dalam kurun waktu itu, wabahnya sangat dahsyat. Namun demikian, wabah penyakit tersebut dapat berakhir juga.

Akan tetapi, dari segi ilmu kedokteran, virus hoq cholera tetap ada di Sumut. Menurutnya, virus itu tidak menyerang lagi karena ketahanan tubuh babi cukup kuat. Karenanya, Sumut bisa dinyatakan daerah endemis terhadap virus hog cholera. Artinya, kapanpun penyakit itu bisa muncul dan bahkan bisa mewabah. “Bagaimana untuk mencegahnya? Bisa dilakukan dengan vaksinasi terhadap ternak babi atau pembatasan-pembatasan lokasi ternak tertentu. Kemudian, membersihkan kandang babi dan menyemprotkan disinfektan dengan intens,” terang Agustia.

Ia menyebutkan, kenapa pihaknya menyatakan terindikasi virus ASF karena penyakit tersebut belum pernah ada dan terjadi di Indonesia, termasuk Sumut. Dengan kata lain, memang indikasinya ada tetapi belum tentu positif dan belum tentu negatif. “Untuk membuktikan benar virus ASF, maka harus dibuktikan dengan beberapa tahap pengujian baik dari daerah maupun pusat. Namun, nantinya yang menyampaikan jika positif ASF adalah kewenangan menteri (Menteri Pertanian),” sebutnya.

Dijelaskan Agustia, virus ASF dengan hog cholera memiliki perbedaan. Virus ASF lebih sistemik, artinya kalau sudah masuk ke darah maka kemudian menghancurkan seluruh organ tubuh. Hal ini berarti, tingkat kematian tinggi dan jumlah kematian besar. Selain itu, sampai sekarang bahkan di negara manapun belum ada vaksin atau obat penyakit virus ASF.

“Kita tidak bisa menyatakan suatu penyakit hanya berdasarkan gejala saja, tetapi harus dari hasil uji laboratorium. Penyakit ASF ini sifatnya zoonosis atau tidak menular ke manusia, hanya ke hewan sejenisnya saja. Namun, daging dari hewan yang terkena penyakit baik ASF maupun hog cholera boleh dimakan. Asalkan, dimasak secara benar,” tukasnya.

Sementara, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Medan, Ikhsar Risyad Marbun yang dihubungi membenarkan pihaknya telah menerima surat tersebut. Bahkan, kata dia, pihaknya telah mengeluarkan surat edaran agar pemilik ternak babi yang ternaknya mati harus ditanam bukan dibuang ke sungai.

“Suratnya kita terima kemarin (Rabu, 6/11), dan kita sudah meminta kepada pihak kecamatan untuk mengimbau kepada warga. Himbauan tersebut agar memelihara babi atau diternak, baik dikonsumsi pribadi maupun untuk dijual supaya ketika mati untuk dikubur atau ditanam bukan dibuang,” ujar Ikhsar.

Jangan Buang Bangkai Babi ke Sungai

Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi mengingatkan warga agar tak membuang bangkai babi ke sungai dengan alasan apapun. Terlebih, babi yang dibuang tersebut terindikasi virus hog cholera. “Kita imbau warga jangan membuang bangkai babi sembarang tempat, terlebih ke sungai. Maka nanti saya akan keluarkan surat imbauan kepada seluruh masyarakat, supaya bisa memahami aturan ini tidak membuang sampah atau bangkai babi yang bisa menyebarkan virus atau bakteri kolera,” kata Gubsu menjawab wartawan, Kamis (7/11).

Edy mengatakan, terkait virus hog cholera pada babi, saat ini pihaknya sedang menunggu bantuan vaksin dan tenaga ahli untuk menangani penyebaran kolera babi dari pemerintah pusat. Menurutnya, bantuan vaksin itu sedang dalam perjalanan.”Bantuan vaksin masih dalam perjalanan,” ujarnya.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap menyebutkan, kolera babi ini sudah mewabah di 11 kabupaten/Kota di Sumut dan menyebabkan total 4.682 ekor babi mati.

Penyebaran kematian ternak babi ini dikarenakan virus kolera yang sangat cepat. “Penularan itu bisa berkembang melalui udara, sangat gampang. Saat ini, perkembangan virus tersebut sudah sampai ke 11 kabupaten kota,” katanya.

Di tengah masalah kolera babi ini, ditemukan pula ratusan bangkai babi yang mengambang di Sungai Bedera hingga Danau Siombak, Medan Marelan. Bangkai babi itu diduga sengaja dibuang ke sungai. Untuk itu, baik Gubsu Edy Rahmayadi dan Azhar Harahap meminta sekaligus mengimbau agar situasi ini bisa dipahami masyarakat, dengan tidak membuang limbah babi ke sungai.

Anggota Komisi B DPRD Sumut, Gusmiyadi mengingatkan agar pemda di Sumut memperbaiki pola penanganan kejadian darurat seperti ini. Pemprov dia minta kedepan harus serius membuat peta besar ancaman semua virus dalam bidang peternakan.

“Lakukan sosialisasi dan pelatihan untuk mengupgrade kamampuan petugas dilapangan agar mampu mengingidentifikasi ini sedari awal. Kita tidak mungkin selalu berperan sebagai pemadam kebakaran. Melakukan penanganan secara reaksioner. Sehingga, seperti saat ini kita terlanjur mengalami kerugian besar atas persoalan ini,” tegasnya. (ris/prn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/