32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Dzulmi Eldin Divonis 6 Tahun Penjara

SIDANG VIRTUAL: Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin (kiri di layar monitor), menjalani sidang putusan secara virtual, Kamis (11/6).
SIDANG VIRTUAL: Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin (kiri di layar monitor), menjalani sidang putusan secara virtual, Kamis (11/6).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wali Kota Medan nonaktif, Dzulmi Eldin divonis selama 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan, oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Medan, Kamis (11/6). Tak cuma itu, Majelis Hakim juga mencabut hak politik Eldin selama 4 tahun.

Majelis hakim yang diketuai Abdul Azis, menyatakan Dzulmi Eldin terbukti bersalah menerima hadiah atau atau janji berupa uang sebesar Rp2,1 miliar dari sejumlah kepala dinas di lingkungan Pemko Medan. Perbuatan tersebut, melanggar Pasal 12 huruf a UU ndang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Dzulmi Eldin S terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 tahun,” ucap Abdul Azis dalam sidang yang digelar secara virtual, di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (11/6).

Tak hanya kurungan badan, Eldin juga dibebankan membayar denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. “Selain itu, terdakwa juga diberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 4 tahun seusai menjalani hukuman pokok,” tegas hakim.

Mejelis hakim berpendapat, hal yang memberatkan perbuatan terdakwa selaku kepala daerah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. “Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan,” katanya.

Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang pada sidang sebelumnya, menuntut Eldin selama 7 tahun penjara, denda Rp500 juta dan subsider 6 bulan, serta penambahan pencabutan hak politik selama 5 tahun. Atas vonis yang dijatuhkan, jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.

Sementara kuasa hukum Eldin, Junaidi Matondang mengaku masih akan mempelajari isi putusan hakim. Menurutnya, ada hal yang fiktif disampaikan majelis hakim tersebut. “Ada yang fiktif di fakta persidangan ini. Pertama, kita tak tahu dari mana hakim mengatakan Samsul Fitri memberikan uang kepada terdakwa di ruang kerja. Samsul dalam persidangan mengatakan, memberikannya di Jepang, pagi sebelum kembali ke Indonesia dan jumlahnya sudah sisa dari Rp200 juta,” ujarnya.

Junadi mengatakan, di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), keterangan Samsul berbeda. Sebab itu, ia mensinyalir fakta-fakta yang disampaikan hakim hanya copy paste. “Dalam BAP lain lagi keterangannya, tapi itu diterima. Karena fakta itu hanya copy paste yang diarahkan, beda dengan fakta sebenarnya di sidang, maka pertimbangan hukumnya jadi gelap, mengada-ada jadinya,” sebutnya.

“Contohnya, hanya satu saksi, Samsul yang nuduh terdakwa yang merintah, sementara yang lain, Aidil dan Andika itu dengar dari Samsul. Kepala dinas dengar dari Samsul, tapi di sini dikatakan Aidil dan Andika mengatakan ada perintah dari Pak Wali,” sambungnya.

Dalam posisi ini, Matondang menegaskan, pihaknya tetap pada pendirian awal yakni tidak ada bukti dalam perkara tersebut. “Kami tetap, tak ada bukti dalam perkara ini. Belum lagi saksi Samsul itu keterangannya berbeda. Dikatakannya, dia melapor kepada terdakwa tentang tagihan dari travel di Toko Karpet Samad, itu dipersidangan. Dalam tuntutan penuntut umum juga tercatat di situ. Tapi di BAP, dia katakan di ruang kerja, keterangan seperti ini, tak bisa, berbeda, kok bisa diterima,” ungkapnya.

Diakhir, Matondang mengatakan, jika ia menyerahkan semua keputusan kepada Dzulmi Eldin, apakah menerima atau mengajukan banding terhadap vonis hakim itu.

Gubsu Edy Ingatkan Kepala Daerah Lain

Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, kembali ingatkan kepala daerah di Sumut untuk tidak melakukan pelanggaran hukum selama diberi amanah menjabat. Hal ini disampaikannya ketika diminta tanggapan atas vonis enam tahun pengadilan terhadap Wali Kota Medan nonaktif, Dzulmi Eldin, kemarin.

Baginya, kesejahteraan rakyat adalah yang utama harus dilakukan oleh kepala daerah. Sebab, rakyat telah memberi mandat atas jabatan yang diemban. “Bupati lain sudah saya sampaikan jangan terulang terus ini. Kita harus mensejahterakan rakyat,” katanya menjawab wartawan di Jalan Sei Bahbolon, Medan, Kamis (11/6).

Edy juga prihatin mendengar vonis 6 tahun penjara dan pencabutan hak politik terhadap suami Rita Maharani tersebut. Menurutnya, lebih baik Eldin dihukum di dunia daripada di akhirat. Jika di akhirat yang menghukum, kata dia, pasti akan lebih parah untuk dijalani. “Lebih baik dihukum di dunia dari pada akhirat yang menghukumnya,” kata mantan Pangkostrad dan Pangdam I/BB tersebut.

Meski demikian, ia tidak mau ikut campur terkait penetapan Dzulmi Eldin sebagai terdakwa dalam kasus penerima suap oleh KPK. Ia berdoa agar mantan wakil wali kota dan sekda Kota Medan itu, tegar dan kuat. “Soal vonis Eldin, saya tidak ikut campur itu. Semoga dia kuat,” ujarnya. (man/prn)

SIDANG VIRTUAL: Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin (kiri di layar monitor), menjalani sidang putusan secara virtual, Kamis (11/6).
SIDANG VIRTUAL: Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin (kiri di layar monitor), menjalani sidang putusan secara virtual, Kamis (11/6).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wali Kota Medan nonaktif, Dzulmi Eldin divonis selama 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan, oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Medan, Kamis (11/6). Tak cuma itu, Majelis Hakim juga mencabut hak politik Eldin selama 4 tahun.

Majelis hakim yang diketuai Abdul Azis, menyatakan Dzulmi Eldin terbukti bersalah menerima hadiah atau atau janji berupa uang sebesar Rp2,1 miliar dari sejumlah kepala dinas di lingkungan Pemko Medan. Perbuatan tersebut, melanggar Pasal 12 huruf a UU ndang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Dzulmi Eldin S terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 tahun,” ucap Abdul Azis dalam sidang yang digelar secara virtual, di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (11/6).

Tak hanya kurungan badan, Eldin juga dibebankan membayar denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. “Selain itu, terdakwa juga diberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 4 tahun seusai menjalani hukuman pokok,” tegas hakim.

Mejelis hakim berpendapat, hal yang memberatkan perbuatan terdakwa selaku kepala daerah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. “Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan,” katanya.

Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang pada sidang sebelumnya, menuntut Eldin selama 7 tahun penjara, denda Rp500 juta dan subsider 6 bulan, serta penambahan pencabutan hak politik selama 5 tahun. Atas vonis yang dijatuhkan, jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.

Sementara kuasa hukum Eldin, Junaidi Matondang mengaku masih akan mempelajari isi putusan hakim. Menurutnya, ada hal yang fiktif disampaikan majelis hakim tersebut. “Ada yang fiktif di fakta persidangan ini. Pertama, kita tak tahu dari mana hakim mengatakan Samsul Fitri memberikan uang kepada terdakwa di ruang kerja. Samsul dalam persidangan mengatakan, memberikannya di Jepang, pagi sebelum kembali ke Indonesia dan jumlahnya sudah sisa dari Rp200 juta,” ujarnya.

Junadi mengatakan, di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), keterangan Samsul berbeda. Sebab itu, ia mensinyalir fakta-fakta yang disampaikan hakim hanya copy paste. “Dalam BAP lain lagi keterangannya, tapi itu diterima. Karena fakta itu hanya copy paste yang diarahkan, beda dengan fakta sebenarnya di sidang, maka pertimbangan hukumnya jadi gelap, mengada-ada jadinya,” sebutnya.

“Contohnya, hanya satu saksi, Samsul yang nuduh terdakwa yang merintah, sementara yang lain, Aidil dan Andika itu dengar dari Samsul. Kepala dinas dengar dari Samsul, tapi di sini dikatakan Aidil dan Andika mengatakan ada perintah dari Pak Wali,” sambungnya.

Dalam posisi ini, Matondang menegaskan, pihaknya tetap pada pendirian awal yakni tidak ada bukti dalam perkara tersebut. “Kami tetap, tak ada bukti dalam perkara ini. Belum lagi saksi Samsul itu keterangannya berbeda. Dikatakannya, dia melapor kepada terdakwa tentang tagihan dari travel di Toko Karpet Samad, itu dipersidangan. Dalam tuntutan penuntut umum juga tercatat di situ. Tapi di BAP, dia katakan di ruang kerja, keterangan seperti ini, tak bisa, berbeda, kok bisa diterima,” ungkapnya.

Diakhir, Matondang mengatakan, jika ia menyerahkan semua keputusan kepada Dzulmi Eldin, apakah menerima atau mengajukan banding terhadap vonis hakim itu.

Gubsu Edy Ingatkan Kepala Daerah Lain

Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, kembali ingatkan kepala daerah di Sumut untuk tidak melakukan pelanggaran hukum selama diberi amanah menjabat. Hal ini disampaikannya ketika diminta tanggapan atas vonis enam tahun pengadilan terhadap Wali Kota Medan nonaktif, Dzulmi Eldin, kemarin.

Baginya, kesejahteraan rakyat adalah yang utama harus dilakukan oleh kepala daerah. Sebab, rakyat telah memberi mandat atas jabatan yang diemban. “Bupati lain sudah saya sampaikan jangan terulang terus ini. Kita harus mensejahterakan rakyat,” katanya menjawab wartawan di Jalan Sei Bahbolon, Medan, Kamis (11/6).

Edy juga prihatin mendengar vonis 6 tahun penjara dan pencabutan hak politik terhadap suami Rita Maharani tersebut. Menurutnya, lebih baik Eldin dihukum di dunia daripada di akhirat. Jika di akhirat yang menghukum, kata dia, pasti akan lebih parah untuk dijalani. “Lebih baik dihukum di dunia dari pada akhirat yang menghukumnya,” kata mantan Pangkostrad dan Pangdam I/BB tersebut.

Meski demikian, ia tidak mau ikut campur terkait penetapan Dzulmi Eldin sebagai terdakwa dalam kasus penerima suap oleh KPK. Ia berdoa agar mantan wakil wali kota dan sekda Kota Medan itu, tegar dan kuat. “Soal vonis Eldin, saya tidak ikut campur itu. Semoga dia kuat,” ujarnya. (man/prn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/