DAIRI, SUMUTPOS.CO – Protes yang dilakukan Wakil Bupati Dairi, Jimmy AL Sihombing pada acara pelantikan sejumlah kepala dinas pada Selasa (7/7) lalu, mendapat tanggapan dari berbagai kalangan. Pengamat komunikasi politik nasional.
Emrus Sihombing menilai, tindakan Jimmy Sihombing itu kurang tepat dilakukan di ranah publik. Apalagi sempat viral di media sosial.
“Seorang politisi, termasuk wakil bupati, ketika melakukan perilaku apapun di depan publik, pasti bermakna politik. Materi protes beliau saya nilai lebih bersifat privat. Karena itu kurang tepat disampaikan di ranah publik,” kata Emrus kepada wartawan, Jumat (10/7).
Ia mengaku telah menonton video aksi protes Jimmy Sihombing itu di Youtube. Disebutnya, saat itu acara dihadiri para calon kepala dinas yang akan dilantik, para unsur pimpinan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), para wartawan dan sejumlah undangan. Emrus menilai, materi protes tersebut bisa didiskusikan di wilayah privat secara intensif dengan pihak-pihak yang ia sebutkan, yang sama-sama bagian dari pemerintahan.
Akademisi Universitas Pelita Harapan itu menilai, dalam konteks lembaga eksekutif baik itu dari tingkatan pusat seperti presiden dan wakilnya, di tingkat provinsi yakni gubernur dan wakilnya begitu juga di tingkat kabupaten yakni bupati dan wakilnya, bisa saja terjadi perbedaan pandangan dan perspektif atas sebuah kebijakan yang dikeluarkan. Namun bagaimanapun, pengambil keputusan adalah presiden, gubernur, dan bupati sesuai wewenangnya.
“Decision maker itu berada pada satu orang. Di tingkat kabupaten, pengambil keputusan itu ada di bupati. Wakil itu sifatnya membantu tugas-tugas pimpinan. Sama seperti wakil presiden, adalah pembantu presiden, wakil bupati adalah pembantu bupati,” jelas Emrus Sihombing.
Lebih lanjut ia menjelaskan, situasi akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan situasi saat sedang berlangsungnya pelaksanaan Pilkada. Di mana keduanya memiliki kontribusi yang sama untuk mendulang suara demi meraih kemenangan di Pilkada, meski kedua-duanya dalam satu paket dipilih secara demokrasi oleh masyarakat.
“Sebagai pasangannya, memang betul mereka itu satu kesatuan dalam konteks Pilkada. Mereka pasti saling memberikan kontribusi yang sama, saling mengambil peran yang sama dengan tujuan kemenangan pasangan di pertarungan pilkada. Namun ketika sudah terpilih, nahkodanya adalah bupati. Hal inilah yang harus dipilah dan dibedakan,” terang Emrus.
Sebelumnya, ketidakharmonisan Bupati dan Wabup Dairi terjadi pada pelantikan pejabat eselon 2 di lingkungan Pemerintah Kabupaten Dairi, Selasa (7/7) sore. Di saat Sekretaris Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Horas Padede sedang membacakan daftar nama pejabat yang akan dilantik, tiba-tiba Jimmy AL Sihombing masuk ke ruangan dan mendatangi arena pelantikan serta langsung naik ke podium mengambil mikropon.
Begitu naik ke podium, Jimmy melambaikan tangan ke arah Horas Pardede untuk menghentikan sementara pembacaan nama pejabat yang akan dilantik. Jimmy meluapkan isi hatinya, dan mempertanyakan kepada Kepala BKPSDM, Dapot Hasudungan Tamba, kenapa dirinya tidak diundang dalam pelantikan pejabat itu.
Jimmy juga mempertanyakan hal itu kepada Bupati Eddy Keleng Ate Berutu. “Kenapa begini Pak Bupati, tolonglah kita koordinasi. Kita kan sama-sama dipilih rakyat, kita kan satu paket. Bagaimana visi misi kita bisa kita jalankan kalau kita saja tidak harmonis,” pungkasnya saat itu.(rud)