MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus dugaan kesalahan pemberian obat dengan terdakwa Oktarina Sari dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan selaku asisten apoteker, kembali berlanjut. Tiga saksi yang dihadirkan penuntut umum, mendapat cecaran mejalis hakim yang diketuai Safril Batubara, di Ruang Cakra 2 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (21/10).
Ketiga saksi diantaranya, Dar win Pardede (71) selaku Apoteker, Etika Surbakti selaku pemilik Apotek Istana 1 dan Dr Abraham selaku pemberi resep.
“Alasan kemanusiaan, apa nggak ada lagi tenaga apoteker yang patut dikerjakan di apotek Bapak? Coba saksi (apoteker Darwin Pardede) berjalan ke mari (meja majelis hakim),” cecar anggota majelis hakim Sri Wahyuni Batubara. Beberapa saat pemilik apotek tampak terdiam.
Di bagian saksi apoteker berusia renta itu pun dengan tubuh gemetaran berusaha berdiri sembari memegangi tongkat. Tidak tega melihat lambannya pergerakan saksi, hakim anggota Sri Wahyuni kemudian meminta Darwin Pardede untuk membaca resep obat pasien juga korban, Yusniar.
Saksi apoteker juga dicecar tentang pertanggungjawabannya terhadap kedua asisten apoteker Okta Rina Sari (21) dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan (20) yang dijadikan sebagai terdakwa.
“Ini tanggungjawab bapak sebagai apoteker. Bagaimana mungkin asisten apoteker yang tamatan SMA, mengerti tentang obat-obatan,” hardik Sri Wahyuni.
“Kami juga tahu SOP nya Pak. Zaman sudah canggih. Kalau asisten apoteker tidak bisa membaca resep kan bisa (resepnya) difotokan lewat hand phone atau video call ke saudara,” timpalnya lagi.
Darwin kemudian menerangkan, kasus kesilapan pem berian obat kepada konsumen belakangan diketahuinya. Setelah Dinas Kesehatan Kota Medan melakukan pemeriksaan ke apotek tempat dia bekerja.
“Itu dia masalahnya. Di resep obat tertulis AMARYL M2. Sementara obat yang dikasih METHYL PREDNISOLON. Ini menyangkut nasib orang lah Pak. Apa bapak pernah menjenguk korban,” tanya Sri Wahyuni dan dijawab saksi pemilik apotek, pernah. Kondisinya (korban) hanya terbaring dan tidak bisa beraktivitas.
Cecaran pertanyaan lainnya juga dialamatkan kepada Etika Surbakti.
“Mohon maaf sebelumnya. Bapak tadi kan sudah disumpah. Di BAP kepolisian bapak bisa memberikan penjelasan. Tapi di persidangan bapak kok mengatakan lupa dan tidak tahu,” kata PH kedua terdakwa, Maswan. (man/azw)
Maswan juga menyoroti kurang baiknya mekanisme internal penjualan obat di apotek milik saksi. Sebab, karyawan lain bisa mengambil obat di luar asisten apoteker atau apoteker dan diakui saksi, semestinya tidak bisa.
Perbuatan kedua terdakwa diancam dengan Pasal 360 ayat (1) dan (2) KUHPidana. (man)