MEDAN, SUMUTPOS.CO – Meningkatnya jumlah penderita terkonfirmasi positif Covid-19 di Sumatera Utara (Sumut) dan harus menjalani isolasi di rumah sakit, secara tidak langsung membawa dampak terhadap pengelolaan limbah medis di rumah sakit itu sendiri. Sebab, limbah medis yang mengandung Bahan Berbahaya Beracun (B3) memerlukan penanganan khusus oleh masing-masing rumah sakit.
Dari tiga rumah sakit milik pemerintah di Kota Medan yang menangani pasien Covid-19, hanya satu yang mengelola limbah medis secara mandiri yaitu RSUD Dr Pirngadi Medan. Sedangkan dua lagi, yakni RSUP H Adam Malik dan RS USU dikelola pihak ketiga atau swasta.
Kepala Unit PAL (Kesling) RSUP H Adam Malik, Indra Singarimbun mengatakan, ada dua sistem pengelolaan limbah yang dihasilkan dari rumah sakit yaitu limbah medis dan limbah domestik (limbah rumah tangga atau limbah perkantoran). Khusus limbah medis berasal dari ruangan pelayanan pasien yang infeksius dipisahkan di ruangan dengan memakai tong dan plastik warna kuning.
Indra menuturkan, semua limbah medis termasuk limbah Covid-19, pengelolaannya diserahkan ke pihak ketiga. Untuk limbah domestik, pengelolaannya bekerja sama dengan Pemko Medan melalui dinas terkait.
“Setiap hari diangkut ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah) dan dikemas oleh pihak ketiga. Kemudian, dimusnahkan dengan alat incinerator oleh pihak SDLi Tembung dengan transporter Indostar Kargo,” ujar Indra kepada wartawan, Rabu (18/11).
Kata Indra, terkait limbah Covid-19, pada dasarnya sama dengan limbah medis namun memang ada sedikit perbedaan. Limbah dari ruang pelayanan Covid-19 tidak dipisahkan. “Semua limbah dari ruangan pasien dikategorikan limbah medis. Namun, sebelum diangkat ke TPS maka disemprot terlebih dulu dengan disinfektan baru diangkat ke TPS. Bahkan, sampai di TPS, sebelum dikemas ke kotak disemprot lagi oleh pihak ketiga,” jelasnya.
Disebutkan dia, jumlah limbah di rumah sakit milik Kementerian Kesehatan RI ini, secara keseluruhan lebih kurang 450 sampai 500 kilogram (kg) per hari. Jumlah tersebut sudah termasuk limbah dari pasien Covid-19. “Limbah medis (non Covid-19) sekitar 300-350 kg/hari. Sedangkan limbah medis Covid-19 sekira 100-150 kg/hari. Limbah medis ini setiap hari dikemas di TPS. Selanjutnya, diangkut ke tempat pemusnahan setiap dua hari sekali,” pungkas Indra.
Sementara, Humas RS USU M Zeinizen menuturkan, di RS USU pengelolaan limbah medis dikelola oleh pihak ketiga, yakni melalui kerja sama Biparti dan Triparti oleh PT Sumatera Deli Lestari Indah sebagai pengelola dan PT Indostar Kargo sebagai pengangkut. “Jadi limbah-limbah kita dikelola oleh pihak ketiga. Adapun kisaran total limbah medis yang dihasilkan RS USU per harinya, kurang lebih 150 kg,” ujar Zein.
Dikatakan Zein, pengelolaan limbah medis di RS USU memiliki aturan khusus, di mana setiap tenaga kesehatan dalam pembuangan Alat Pelindung Diri (APD) dilakukan perbedaan tempat sampah. Misalnya, untuk tempat sampah infeksius menggunakan tempat sampah berwarna kuning. Sedangkan sampah domestik menggunakan tempat sampah berwarna hitam.
Kepala Unit PAL (Kesling) RS USU, Eko Wibowo mengatakan, dari 150 kg limbah medis yang dihasilkan RS USU, APD menjadi penyumbang terbesar di tengah pandemi saat ini. “Baju hazmat dan masker yang mendominasi. Apalagi, kalau banyak operasi itu akan lebih banyak lagi. Untuk sebulan bisa sekitar 1,5 – 2 ton, dan ini tergantung jumlah pasien juga. Tapi, tidak semuanya juga jika ada yang bisa kita daur ulang, misalnya kacamata, sepatu masih bisa kita cuci lagi. Ini kita sterilisasi pakai alat juga,” ujarnya.
Terpisah, RSUD Dr Pirngadi Medan mengelola limbah medis secara mandiri. Hal itu lantaran rumah sakit milik Pemko Medan ini sudah memiliki alat incinerator. (ris/ila)
Humas RSUD dr Pirngadi Medan, Edison Perangin-angin menyatakan, limbah medis yang dihasilkan selalu dipisahkan. Limbah medis tersebut berasal dari pasien, baik itu pasien Covid-19 atau pasien non Covid-19. “Setiap limbah memang selalu kita pisah menjadi limbah medis dan limbah non medis (limbah domestik). Kalau limbah medis semua berasal dari pasien, sedangkan limbah domestik berupa sisa-sisa bungkus nasi atau plastik dan lainnya,” kata Edison.
Untuk pembuangan limbahnya, sambung dia, RSUD Dr Pirngadi Medan memiliki incinerator sendiri yakni alat pembakar untuk limbah medis tersebut. “Kita punya izin sendiri terkait ini, dan kita enggak membakarnya asal-asalan,” ucapnya.
Senada disampaikan Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan RSUD Dr Pirngadi Medan, Sanferi. Kata dia, pengelolaan limbah medis dengan cara dibakar langsung menggunakan mesin incinerator yang sudah mendapat izin dan sesuai prosedur. “Sampah medis ini kita kelola, mulai yang dihasilkan dari ruang perawatan di tempat sampah. Ada plastik kuning khusus yang langsung dibawa untuk dibakar ke mesin incinerator. Kebetulan, rumah sakit ini punya alatnya dan ini yang direkomendasikan oleh pemerintah untuk memusnahkan sampah medis dan sudah sesuai aturan,” paparnya.
Untuk berat limbah medisnya sendiri, Sanferi tidak dapat memprediksi lantaran langsung diproses ke incinerator tanpa ada penimbangan. Namun, untuk limbah yang sudah menjadi abu ini beratnya berkisar 2 kg. “Pembakarannya ini disarankan pagi idealnya ataupun pulang kerja. Ada petugas khusus untuk melakukan pembakaran ini, dan kita memang tidak ada penimbangan langsung,” tandasnya. (ris)