29 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

ITS Sedangkan Kembangkan i-nose c-19, Dapat Deteksi Covid-19 Lewat Bau Keringat dan Ketiak

Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Riyanarto Sarno kini tengah mengembangkan inovasi alat pendeteksi Covid-19 melalui bau keringat ketiak yang dinamakan i-nose c-19.

PENGEMBANGAN: Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Riyanarto Sarno kini tengah mengembangkan inovasi alat pendeteksi Covid-19 melalui bau keringat ketiak yang dinamakan i-nose c-19

Merangkum laman ITS, i-nose c-19 merupakan alat screening Covid-19 pertama di dunia yang mendeteksi melalui bau keringat ketiak (axillary sweat odor).

Alat tersebut bekerja dengan cara mengambil sampel dari bau keringat ketiak seseorang dan memprosesnya menggunakan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

“Keringat ketiak adalah non-infectious, yang berarti limbah maupun udara buangan i-nose c-19 tidak mengandung virus Covid-19,” Riyan seperti dilansir dari laman ITS, Senin (18/1).

Riyan menjelaskan, i-nose c-19 memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknologi screening Covid-19 lainnya. Salah satunya, sampling dan proses berada dalam satu alat, sehingga seseorang dapat langsung melihat hasil screening pada i-nose c-19. Hal ini tentunya menjamin proses yang lebih cepat.

“i-nose c-19 juga dilengkapi fitur near-field communication (NFC), sehingga pengisian data cukup dengan menempelkan e-KTP pada alat deteksi cepat Covid-19 ini,” jelasnya.

Lebih lanjut, Ryan memaparkan bahwa data dalam i-nose c-19 terjamin handal karena penyimpanannya pada alat maupun cloud. Penggunaan cloud com puting mendukung i-nose c-19 dapat terintegrasi dengan publik, pasien, dokter, rumah sakit maupun laboratorium.

“Dengan berbagai kelebihan yang ada, i-nose c-19, karya anak bangsa, hadir untuk menjawab tantangan pandemi Covid-19 yang belum terkendali,” ujarnya.

Selain terjamin dari segi biaya karena menggunakan komponen teknologi yang murah, i-nose c-19 juga tidak membutuhkan keahlian khusus dalam implementasinya. 

“Scanner ini dapat dilakukan oleh semua orang dengan perangkat pengaman yang lebih sederhana yakni hanya sarung tangan dan masker sebagai perlindungan dasar,” tuturnya.

Diungkapkan Ryan, i-nose c-19 merupakan hasil penelitian selama empat tahun yang kemudian dioptimalkan dengan menyesuaikan virus Covid-19 sejak Maret 2019 lalu. Saat ini, i-nose c-19 telah sampai pada fase satu uji klinis.

“Ke depannya akan ditingkatkan lagi data sampling-nya untuk izin edar dan dapat dikomersialkan ke masyarakat,” ujar dosen Teknik Informatika ITS ini.

Ryan berharap, semoga i-nose c-19 ini dapat segera dikomersialkan dalam waktu maksimal tiga bulan ke depan.

“Melihat semakin meningkatnya penyebaran virus Covid-19 ini dunia membutuhkan banyak teknologi screening yang mudah dan cepat diimplementasikan,” pungkasnya. Wakil Rektor IV Bambang Pramujati ST MScEng PhD yang turut mendampingi mengungkapkan, jika penemuan yang digagas tim peneliti ITS ini merupakan salah satu lanjutan dari kontribusi ITS di era pandemi Covid-19 saat ini.

Nantinya, kata dia, setelah melewati serangkaian uji coba dan peningkatan sampel diharapkan bisa mempercepat proses pendeteksian orang-orang yang terduga terjangkit virus Covid-19 maupun tidak.

“Dengan adanya inovasi dari ITS ini, kami (ITS) juga meminta dukungan dari Pemprov untuk bisa bersama-sama memperkenalkan dan mengembangkan penemuan ini lebih lanjut,” pungkas Bambang. (bbs/azw)

Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Riyanarto Sarno kini tengah mengembangkan inovasi alat pendeteksi Covid-19 melalui bau keringat ketiak yang dinamakan i-nose c-19.

PENGEMBANGAN: Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Riyanarto Sarno kini tengah mengembangkan inovasi alat pendeteksi Covid-19 melalui bau keringat ketiak yang dinamakan i-nose c-19

Merangkum laman ITS, i-nose c-19 merupakan alat screening Covid-19 pertama di dunia yang mendeteksi melalui bau keringat ketiak (axillary sweat odor).

Alat tersebut bekerja dengan cara mengambil sampel dari bau keringat ketiak seseorang dan memprosesnya menggunakan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

“Keringat ketiak adalah non-infectious, yang berarti limbah maupun udara buangan i-nose c-19 tidak mengandung virus Covid-19,” Riyan seperti dilansir dari laman ITS, Senin (18/1).

Riyan menjelaskan, i-nose c-19 memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknologi screening Covid-19 lainnya. Salah satunya, sampling dan proses berada dalam satu alat, sehingga seseorang dapat langsung melihat hasil screening pada i-nose c-19. Hal ini tentunya menjamin proses yang lebih cepat.

“i-nose c-19 juga dilengkapi fitur near-field communication (NFC), sehingga pengisian data cukup dengan menempelkan e-KTP pada alat deteksi cepat Covid-19 ini,” jelasnya.

Lebih lanjut, Ryan memaparkan bahwa data dalam i-nose c-19 terjamin handal karena penyimpanannya pada alat maupun cloud. Penggunaan cloud com puting mendukung i-nose c-19 dapat terintegrasi dengan publik, pasien, dokter, rumah sakit maupun laboratorium.

“Dengan berbagai kelebihan yang ada, i-nose c-19, karya anak bangsa, hadir untuk menjawab tantangan pandemi Covid-19 yang belum terkendali,” ujarnya.

Selain terjamin dari segi biaya karena menggunakan komponen teknologi yang murah, i-nose c-19 juga tidak membutuhkan keahlian khusus dalam implementasinya. 

“Scanner ini dapat dilakukan oleh semua orang dengan perangkat pengaman yang lebih sederhana yakni hanya sarung tangan dan masker sebagai perlindungan dasar,” tuturnya.

Diungkapkan Ryan, i-nose c-19 merupakan hasil penelitian selama empat tahun yang kemudian dioptimalkan dengan menyesuaikan virus Covid-19 sejak Maret 2019 lalu. Saat ini, i-nose c-19 telah sampai pada fase satu uji klinis.

“Ke depannya akan ditingkatkan lagi data sampling-nya untuk izin edar dan dapat dikomersialkan ke masyarakat,” ujar dosen Teknik Informatika ITS ini.

Ryan berharap, semoga i-nose c-19 ini dapat segera dikomersialkan dalam waktu maksimal tiga bulan ke depan.

“Melihat semakin meningkatnya penyebaran virus Covid-19 ini dunia membutuhkan banyak teknologi screening yang mudah dan cepat diimplementasikan,” pungkasnya. Wakil Rektor IV Bambang Pramujati ST MScEng PhD yang turut mendampingi mengungkapkan, jika penemuan yang digagas tim peneliti ITS ini merupakan salah satu lanjutan dari kontribusi ITS di era pandemi Covid-19 saat ini.

Nantinya, kata dia, setelah melewati serangkaian uji coba dan peningkatan sampel diharapkan bisa mempercepat proses pendeteksian orang-orang yang terduga terjangkit virus Covid-19 maupun tidak.

“Dengan adanya inovasi dari ITS ini, kami (ITS) juga meminta dukungan dari Pemprov untuk bisa bersama-sama memperkenalkan dan mengembangkan penemuan ini lebih lanjut,” pungkas Bambang. (bbs/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/