JAKARTA – Meskipun Undang-Undang (UU) Pengadaan Lahan hanya menyasar pada aspek kepentingan umum namun ada hal yang perlu diperhatikan dari berlakunya undang ini. Berlakunya UU ini juga sedikit banyak akan bersinggungan dengan sektor properti komersial.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan sisi krusial berlakunya UU ini bagi sektor properti adalah soal kesiapan pemerintah daerah dalam menyiapkan tata ruang yang konsisten.
Pasalnya, dengan tata ruang yang masih berantakan maka ada peluang sebuah kawasan properti komersial, misalnya residensial atau perumahan yang sudah dimiliki pengembang atau konsumen bisa menjadi korban penggusuran pembangunan infrastruktur umum seperti jalan, kereta api, pelabuhan, dan lain-lain.
“Bisa kemungkinan bisa seperti itu, tapi kalau di Jakarta sudah bagus tata ruangnya, namun kalau di luar Jakarta tidak jelas, bisa kejadian seperti itu, ini akan menjadi masalah ketika pemerintah mau mengambil tanah, ada permasalahan di lapangan,” katanya kepada wartawan, Senin (19/12).
Kekhawatiran Ali bukan tanpa alasan, Ia mencontohkan dalam kasus penggunaan lahan di areal kompleks perumahan Kota Wisata Cibubur terkait proyek Tol Depok. Padahal awalnya sang pengembang telah mengantongi izin dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bogor namun kenyataannya peruntukkan lahan itu diubah oleh pemda dari kawasan hunian menjadi jalur jalan tol.
“Kalau sudah begitu konsumen yang membeli rumah dirugikan, kenyamanan pun terganggu. Meski mendapat ganti rugi dari pemerintah,” katanya.
Ia mengatakan kawasan-kawasan di sekitar Jakarta seperti Bogor, Tangerang dan Bekasi dianggap masih rawan terkait perubahan tata ruang. Konsumen maupun pengembang harus jeli, meskipun ia mengakui masalah ini sangat tergantung dengan kepastian tata ruang yang dibuat oleh pemda.
Menurutnya seorang konsumen yang membeli rumah dari pengembang yang sudah mengantongi izin dari Bappeda tak akan berdaya jika ternyata tata ruang di daearah itu tak tegas, sehingga bisa terjadi perubahan sewaktu-waktu misalnya dipakai untuk pembangunan tol dan lain-lain.
“Setahu saya kalau di Jakarta, sudah jelas, tapi Tangerang, Bogor, Bekasi, dna lainnya masih rawan (perubahan tata ruang),” katanya.(net/jpnn)