25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Ada Bandar di Setiap Blok

Di Rutan Tanjung Gusta Tersedia Banyak Paket Narkoba

MEDAN-Penangkapan Anly Yusuf alias Mami Medan di Lapas Klas II A Wanita Tanjung Gusta Medan Rabu, 21 Desember 2011, dini hari lalu, masih menyisakan riak. Beberapa pihak dianggap kecolongan pasalnya BNN dan pihak Kementerian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bergerak di pagi buta. Pihak lokal pun merasa tak dilibatkan.

Setelah beberapa waktu berselang, KepalaKantorKemenkumham Sumut, Baldwin Simatupang malah berkoar telah bergerak terlebih dahulu. Dengan kata lain, Baldwin mengatakan, sebelum Wamen Hukum dan HAM serta BNN melakukan pemeriksaandiLapasKlasIIAWanita Medan, untuk memeriksa kamar 6D dimana Anly Yusuf alias Mami Medan, pihaknya sudah menggelar razia. “Kita juga melakukan tes urine bagi warga binaan dan pegawai” tegas Baldwin , Selasa (26/12).

Lalu, kenapa Mami Medan bisa lolos saat dirazia? Untuk pertanyaan ini, Baldwin mengatakan tidak ada narkoba dalam kamar Mami Medan.

“Narkoba tidak ada.Yang ada hanya uang. Kita juga tidak tahu dari mana uang itu, kemungkinan dari pengunjung yang membesuk Anly Yusuf.

Jangankan narkoba uang pun tidak boleh masuk,” tegasnya.

Adakah ini indikasi anggota Baldwin terlibat? “Saya rasa anggota tidak terlibat karena sudah bekerja semaksimal mungkin.

Kalaupun ada indikasi pegawai yang terlibat peredaran narkoba baik di Rutan dan Lapas, saya akan tindak dengan tegas,” ungkap Baldwin.

Tekad Baldwin didukung keras oleh praktisi hukum Luhut Parlinggoman Siahaan. Bahkan, menurutnya, tindak tegas yang tepat adalah pemecatan. “Coba tanya para sipir Lapas itu mengenai pengetahuan Hukum dan HAM. Mereka tidak tahu karena awalnya hanya diajari menembak dan sebagainya” bebernya.

Maka dari itu, berdasarkan kasus yang ada tersebut, sebaiknya Kalapas dan sipir-sipir yang bertugas namun terkesan menutup mata pada peredaran narkoba lebih baik dipecat. “Seperti kasus di LP Nusakambangan, di mana Kalapas langsung dipecat dan dipenjara,” tegasnya.

Terlepas dari keterangan Baldwin dan emosi Luhut, soal keterlibatan oknum di Lapas atau Rutan dalam kasus narkoba memang bukan cerita baru.

Setidaknya, kasus seperti itu pernah terjadi pada Andreas Tarigan (48). Dia adalah seorang petugas Rutan Klas II B di Labuhan yang kedapatan memasukkan sabu-sabu ke dalam Rutan pada 2008 lalu.

Berangkat dari data itu, Sumut Pos pun berusaha ‘masuk’ ke dalam pergaulan di Rutan Tanjung Gusta Medan (lihat grafis).

Hasilnya, tidak mengejutkan.

Praktikjualbelinarkobamemang marak. “Di Rutan, kalau kita mau baik bisa baik, tetapi kalau kita mauikutsemakinrusakbisajuga.

Tak ada susahnya di sini. Yang paling lama di Rutan hanya tiga kalender saja (tiga tahun),” kata seorang tahanan yang tersangkut pidana kepemilikan narkoba.

Dikatakan sumber yang sudah tiga kali masuk Rutan karena kasus narkoba dan perampokan ini, tidak ada bedanya antara di dunia bebas dengan di dalam sel; asal ada uang segalanya tersedia. “Seperti saya, kalau aku mau nyabu di sini ada. Kita tinggal bergerak ke kamar bandar denganmembawa uang. Sedangkan untuk peralatannya seperti kaca dan bong dapat diperoleh dengan membeli kepada sesama tahanan atau dari pegawai,” ujarnya.

Lalu, bagaimana dengan jenis narkoba yang tersedia? “Semua ada, kecuali putaw. Untuk pecandu putaw, pegawai hanya mengizinkan peredaran Metadone dan Subutex yang bisa dipakai untuk para junkies untuk menghilangkan rasa sakawnya. Kalau untuk sabu, ganja, dan lainnya bisa kita peroleh asal punya uang,” jelas sumber sambil menggaruk tato gambar batik di lengan kanannya.

Sedangkan untuk memperoleh ganja juga tidak susah karena tahanan yang mendapat kepercayaan dari pegawai menjadi tahanan pendamping (Tamping) di blok kamar sekaligus menjual ganja untuk bloknya saja. “Di sini kan ada 9 blok, jadi setiap blok itu ada tampingnya.

Tetapi, untuk pemakai ganja harus berhati-hati dengan pegawai yang jaga. Bila ketangkap tak ada yang namanya 86 (istilah damai di tempat). Pasti akan di proseshukumsehinggakitaakan mengalami bebas tampung (Bestam),” ujar pria yang mengaku dari Aceh ini.

Kalau untuk minuman keras, akunya, di Rutan hanya menjual minuman jenis Vigour saja. Kalau tahanan kepingin dengan minumanjenislainbisamemperolehnya dengan meminta tolong kepada pegawai. “Pasti akan dibelikan. Kalau harga per botolnya minuman seperti jenis Mansion Rp60 ribu, kita berikan kepada pegawai uang sebesar Rp100 ribu yang sisanya untuk uang jalan,” cetusnya.

Dan, yangmenjadiprimadiona adalah sabu-sabu. Bahkan, karena diminati, bandar (BD) sabusabu malah ikut bersaing. “Kalau BD sabu di Rutan banyak, di setiap blok saja ada BD-nya yang berjumlahduasampaitigaorang.

Jadi tak susah mencari,” jelasnya.

Soal harga sabu di Rutan tidak bisa dirataratakan. Semua itu tergantung sang BD. “Karena di sini BD-nya terus bersaing dari harga sampai kualitas barang. Biasanya BD menyediakan paketan 50 dengan harga Rp50 ribu, paketan 100 dengan harga Rp100 ribu.

Kalau sudah kenal terkadang harganya bisa kurang sikit. Tapi biasanya paketan dipakai untuk tahanan secara perorangan yang baru ditemui keluarganya. Kalau maupakairamai-ramaibiasanya tahanan mengambil paket seprempi (seperampat, Red) dengan Rp300 ribu dan Rp250 ribu, harganya berbeda karena persaingan itu,” ujarnya lagi.

Nah, jikamemangbegitubebas peredaran sabu-sabu, dari mana sang BD mendapat stok? “BD memperolehsabuterkadangdari bantuan tamu yang datang menjenguknya ke Rutan, biasanya barang tersebut tidak banyak.

Tapi kalau dengan bantuan pegawai yang sudah diatur tempat pengambilannya bisa dalam ukuran besar hingga permainan kilo, tidak seperti bantuan tamu yang datang, paling banyak per gram saja,” celotehnya.

Dijelaskan sumber lain yang sudah tujuh kali masuk ke Rutan karena kasus narkoba dan judi togel, tahanan yang paling dihargai di dalam Rutan adalah tahanan yang memiliki uang banyak.

“Bukan BD Narkoba yang disegani di sini, tetapi tahanan yang banyak uangnya. Karena di Rutan ini tempat perputaran uang cukup besar. Kebanyakan para tahanan merupakan BD-BD besar di luar sana tidak mau dipindahkan ke Rutan lain seperti di luar daerah,” beber pria yang berbadan tambun ini.

Untuk BD terbesar di Rutan Tanjung Gusta, dituturkannya, seorangpria berkulit hitam berinisial BK yang tertangkap karena kasus narkoba di Aceh.

“Biasanya kalau persaingan BD di dalam Rutan saling mengadu BD-BD kepada pegawai yang akan melakukan razia.

Bila ketangkap sama pegawai, BD yang satu akan tertawa dan BD yang ketangkap akan diproses,” cetusnya.

Menurutnya, razia rutin terhadap pegawai merupakan cara bagi pegawai untuk mencari duit tambahan. “Padahal mereka juga yang membantu kita untuk membuat salah. Jadi kalau untuk 86 dengan pegawai hanya membayar Rp500 ribu-Rp300 ribu bila kita ketangkap memakai narkoba.

Itupun tergantung dari banyaknya barang yang dipakai. Kalau memakai HP juga akan ditangkap dan akan di 86-kan dengan biaya Rp50 ribu, tetapi kalau harga HPnya tinggi biaya 86 juga tinggi,” cetusnya yang sudah dua kali ketangkap pegawai karena memakai narkoba dan memiliki HP.

Sumber lain yang kebetulan ikut gabung bersama Sumut Pos diruangbertamuRutan, menambahkan, kalau di dalam Rutan tidak ada yang namanya narkobamakaakanberdampakburuk.

“Kalau tak ada narkoba pasti akan rusuh,” ungkapnya.

Begitulah, meskimembahakan penikmatnya, narkoba kadang dianggap penolong juga. Mungkin karena itulah kasus narkoba di Sumatera Utara meningkat tajam. Setidaknya, menurut Direktur Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara Kombes Pol AnjarDewanto, jumlahkasusnarkoba naik hampir 90 persen dari tahunsebelumnya. DiKotaMedan, khususnya, hal serupa pun terjadi. Menariknya, di ibu kota Sumatera Utara ini, jumlah kasus berkurang tapi barang buktinya bertambah. (adl/rud/ gus/mag-5/ari)

Di Rutan Tanjung Gusta Tersedia Banyak Paket Narkoba

MEDAN-Penangkapan Anly Yusuf alias Mami Medan di Lapas Klas II A Wanita Tanjung Gusta Medan Rabu, 21 Desember 2011, dini hari lalu, masih menyisakan riak. Beberapa pihak dianggap kecolongan pasalnya BNN dan pihak Kementerian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bergerak di pagi buta. Pihak lokal pun merasa tak dilibatkan.

Setelah beberapa waktu berselang, KepalaKantorKemenkumham Sumut, Baldwin Simatupang malah berkoar telah bergerak terlebih dahulu. Dengan kata lain, Baldwin mengatakan, sebelum Wamen Hukum dan HAM serta BNN melakukan pemeriksaandiLapasKlasIIAWanita Medan, untuk memeriksa kamar 6D dimana Anly Yusuf alias Mami Medan, pihaknya sudah menggelar razia. “Kita juga melakukan tes urine bagi warga binaan dan pegawai” tegas Baldwin , Selasa (26/12).

Lalu, kenapa Mami Medan bisa lolos saat dirazia? Untuk pertanyaan ini, Baldwin mengatakan tidak ada narkoba dalam kamar Mami Medan.

“Narkoba tidak ada.Yang ada hanya uang. Kita juga tidak tahu dari mana uang itu, kemungkinan dari pengunjung yang membesuk Anly Yusuf.

Jangankan narkoba uang pun tidak boleh masuk,” tegasnya.

Adakah ini indikasi anggota Baldwin terlibat? “Saya rasa anggota tidak terlibat karena sudah bekerja semaksimal mungkin.

Kalaupun ada indikasi pegawai yang terlibat peredaran narkoba baik di Rutan dan Lapas, saya akan tindak dengan tegas,” ungkap Baldwin.

Tekad Baldwin didukung keras oleh praktisi hukum Luhut Parlinggoman Siahaan. Bahkan, menurutnya, tindak tegas yang tepat adalah pemecatan. “Coba tanya para sipir Lapas itu mengenai pengetahuan Hukum dan HAM. Mereka tidak tahu karena awalnya hanya diajari menembak dan sebagainya” bebernya.

Maka dari itu, berdasarkan kasus yang ada tersebut, sebaiknya Kalapas dan sipir-sipir yang bertugas namun terkesan menutup mata pada peredaran narkoba lebih baik dipecat. “Seperti kasus di LP Nusakambangan, di mana Kalapas langsung dipecat dan dipenjara,” tegasnya.

Terlepas dari keterangan Baldwin dan emosi Luhut, soal keterlibatan oknum di Lapas atau Rutan dalam kasus narkoba memang bukan cerita baru.

Setidaknya, kasus seperti itu pernah terjadi pada Andreas Tarigan (48). Dia adalah seorang petugas Rutan Klas II B di Labuhan yang kedapatan memasukkan sabu-sabu ke dalam Rutan pada 2008 lalu.

Berangkat dari data itu, Sumut Pos pun berusaha ‘masuk’ ke dalam pergaulan di Rutan Tanjung Gusta Medan (lihat grafis).

Hasilnya, tidak mengejutkan.

Praktikjualbelinarkobamemang marak. “Di Rutan, kalau kita mau baik bisa baik, tetapi kalau kita mauikutsemakinrusakbisajuga.

Tak ada susahnya di sini. Yang paling lama di Rutan hanya tiga kalender saja (tiga tahun),” kata seorang tahanan yang tersangkut pidana kepemilikan narkoba.

Dikatakan sumber yang sudah tiga kali masuk Rutan karena kasus narkoba dan perampokan ini, tidak ada bedanya antara di dunia bebas dengan di dalam sel; asal ada uang segalanya tersedia. “Seperti saya, kalau aku mau nyabu di sini ada. Kita tinggal bergerak ke kamar bandar denganmembawa uang. Sedangkan untuk peralatannya seperti kaca dan bong dapat diperoleh dengan membeli kepada sesama tahanan atau dari pegawai,” ujarnya.

Lalu, bagaimana dengan jenis narkoba yang tersedia? “Semua ada, kecuali putaw. Untuk pecandu putaw, pegawai hanya mengizinkan peredaran Metadone dan Subutex yang bisa dipakai untuk para junkies untuk menghilangkan rasa sakawnya. Kalau untuk sabu, ganja, dan lainnya bisa kita peroleh asal punya uang,” jelas sumber sambil menggaruk tato gambar batik di lengan kanannya.

Sedangkan untuk memperoleh ganja juga tidak susah karena tahanan yang mendapat kepercayaan dari pegawai menjadi tahanan pendamping (Tamping) di blok kamar sekaligus menjual ganja untuk bloknya saja. “Di sini kan ada 9 blok, jadi setiap blok itu ada tampingnya.

Tetapi, untuk pemakai ganja harus berhati-hati dengan pegawai yang jaga. Bila ketangkap tak ada yang namanya 86 (istilah damai di tempat). Pasti akan di proseshukumsehinggakitaakan mengalami bebas tampung (Bestam),” ujar pria yang mengaku dari Aceh ini.

Kalau untuk minuman keras, akunya, di Rutan hanya menjual minuman jenis Vigour saja. Kalau tahanan kepingin dengan minumanjenislainbisamemperolehnya dengan meminta tolong kepada pegawai. “Pasti akan dibelikan. Kalau harga per botolnya minuman seperti jenis Mansion Rp60 ribu, kita berikan kepada pegawai uang sebesar Rp100 ribu yang sisanya untuk uang jalan,” cetusnya.

Dan, yangmenjadiprimadiona adalah sabu-sabu. Bahkan, karena diminati, bandar (BD) sabusabu malah ikut bersaing. “Kalau BD sabu di Rutan banyak, di setiap blok saja ada BD-nya yang berjumlahduasampaitigaorang.

Jadi tak susah mencari,” jelasnya.

Soal harga sabu di Rutan tidak bisa dirataratakan. Semua itu tergantung sang BD. “Karena di sini BD-nya terus bersaing dari harga sampai kualitas barang. Biasanya BD menyediakan paketan 50 dengan harga Rp50 ribu, paketan 100 dengan harga Rp100 ribu.

Kalau sudah kenal terkadang harganya bisa kurang sikit. Tapi biasanya paketan dipakai untuk tahanan secara perorangan yang baru ditemui keluarganya. Kalau maupakairamai-ramaibiasanya tahanan mengambil paket seprempi (seperampat, Red) dengan Rp300 ribu dan Rp250 ribu, harganya berbeda karena persaingan itu,” ujarnya lagi.

Nah, jikamemangbegitubebas peredaran sabu-sabu, dari mana sang BD mendapat stok? “BD memperolehsabuterkadangdari bantuan tamu yang datang menjenguknya ke Rutan, biasanya barang tersebut tidak banyak.

Tapi kalau dengan bantuan pegawai yang sudah diatur tempat pengambilannya bisa dalam ukuran besar hingga permainan kilo, tidak seperti bantuan tamu yang datang, paling banyak per gram saja,” celotehnya.

Dijelaskan sumber lain yang sudah tujuh kali masuk ke Rutan karena kasus narkoba dan judi togel, tahanan yang paling dihargai di dalam Rutan adalah tahanan yang memiliki uang banyak.

“Bukan BD Narkoba yang disegani di sini, tetapi tahanan yang banyak uangnya. Karena di Rutan ini tempat perputaran uang cukup besar. Kebanyakan para tahanan merupakan BD-BD besar di luar sana tidak mau dipindahkan ke Rutan lain seperti di luar daerah,” beber pria yang berbadan tambun ini.

Untuk BD terbesar di Rutan Tanjung Gusta, dituturkannya, seorangpria berkulit hitam berinisial BK yang tertangkap karena kasus narkoba di Aceh.

“Biasanya kalau persaingan BD di dalam Rutan saling mengadu BD-BD kepada pegawai yang akan melakukan razia.

Bila ketangkap sama pegawai, BD yang satu akan tertawa dan BD yang ketangkap akan diproses,” cetusnya.

Menurutnya, razia rutin terhadap pegawai merupakan cara bagi pegawai untuk mencari duit tambahan. “Padahal mereka juga yang membantu kita untuk membuat salah. Jadi kalau untuk 86 dengan pegawai hanya membayar Rp500 ribu-Rp300 ribu bila kita ketangkap memakai narkoba.

Itupun tergantung dari banyaknya barang yang dipakai. Kalau memakai HP juga akan ditangkap dan akan di 86-kan dengan biaya Rp50 ribu, tetapi kalau harga HPnya tinggi biaya 86 juga tinggi,” cetusnya yang sudah dua kali ketangkap pegawai karena memakai narkoba dan memiliki HP.

Sumber lain yang kebetulan ikut gabung bersama Sumut Pos diruangbertamuRutan, menambahkan, kalau di dalam Rutan tidak ada yang namanya narkobamakaakanberdampakburuk.

“Kalau tak ada narkoba pasti akan rusuh,” ungkapnya.

Begitulah, meskimembahakan penikmatnya, narkoba kadang dianggap penolong juga. Mungkin karena itulah kasus narkoba di Sumatera Utara meningkat tajam. Setidaknya, menurut Direktur Reserse Narkoba Polda Sumatera Utara Kombes Pol AnjarDewanto, jumlahkasusnarkoba naik hampir 90 persen dari tahunsebelumnya. DiKotaMedan, khususnya, hal serupa pun terjadi. Menariknya, di ibu kota Sumatera Utara ini, jumlah kasus berkurang tapi barang buktinya bertambah. (adl/rud/ gus/mag-5/ari)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/